medcom.id, Jakarta: Kuasa Hukum bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, Heru Widodo, menilai penyidik Bareskrim Polri keliru soal kerugian negara dalam kasus proyek payment gateway. Menurutnya, apa yang disebut penyidik bukan kerugian negara.
Uang senilai Rp32,4 miliar itu, kata Heru, justru pendapatan negara bukan pajak (PNBP) yang dihasilkan proyek payment gateway atau pembuatan paspor secara elektronik.
"Berkaitan dengan pemberitaan yang beredar, pernyataan kerugian negara sekitar Rp32,4 miliar tidak tepat. Karena sebenarnya, angka itu menurut hasil pemeriksaan BPK tanggal 30 Desember 2014 bukan kerugian negara. Justru itu adalah PNBP yang disetorkan negara hasil pembuatan paspor elektronik. Sama sekali tidak disebut ada kerugian negara," ujar Heru di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (24/3/2015).
Selain adanya pernyataan yang menyebut kerugian negara, informasi adanya pungutan liar sebesar Rp605 juta dalam pembuatan paspor elektronik pun ikut diklarifikasi Heru ke penyidik. Menurut Heru, uang itu bukanlah pungutan liar melainkan biaya resmi perbankan yang dikenai setiap transaksi elektronik. Bila tak ingin ada biaya tambahan, pemohon paspor bisa melakukan pembayaran secara manual. Pembayaran elektronik, kata Heru, hanya bersifat opsional.
Penyidik juga melakukan kekeliruan dengan menyebut Denny sebagai pimpinan proyek dalam program pembayaran paspor secara elektronik tersebut. "Profesor Denny sebagai pimpinan proyek itu keliru dan tidak benar. Dalam SK Sekjen Kemenkum HAM terkait program itu, posisi Denny hanya sebagai pengarah, bukan pimpinan proyek pembuatan paspor," jelasnya.
medcom.id, Jakarta: Kuasa Hukum bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, Heru Widodo, menilai penyidik Bareskrim Polri keliru soal kerugian negara dalam kasus proyek
payment gateway. Menurutnya, apa yang disebut penyidik bukan kerugian negara.
Uang senilai Rp32,4 miliar itu, kata Heru, justru pendapatan negara bukan pajak (PNBP) yang dihasilkan proyek
payment gateway atau pembuatan paspor secara elektronik.
"Berkaitan dengan pemberitaan yang beredar, pernyataan kerugian negara sekitar Rp32,4 miliar tidak tepat. Karena sebenarnya, angka itu menurut hasil pemeriksaan BPK tanggal 30 Desember 2014 bukan kerugian negara. Justru itu adalah PNBP yang disetorkan negara hasil pembuatan paspor elektronik. Sama sekali tidak disebut ada kerugian negara," ujar Heru di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (24/3/2015).
Selain adanya pernyataan yang menyebut kerugian negara, informasi adanya pungutan liar sebesar Rp605 juta dalam pembuatan paspor elektronik pun ikut diklarifikasi Heru ke penyidik. Menurut Heru, uang itu bukanlah pungutan liar melainkan biaya resmi perbankan yang dikenai setiap transaksi elektronik. Bila tak ingin ada biaya tambahan, pemohon paspor bisa melakukan pembayaran secara manual. Pembayaran elektronik, kata Heru, hanya bersifat opsional.
Penyidik juga melakukan kekeliruan dengan menyebut Denny sebagai pimpinan proyek dalam program pembayaran paspor secara elektronik tersebut. "Profesor Denny sebagai pimpinan proyek itu keliru dan tidak benar. Dalam SK Sekjen Kemenkum HAM terkait program itu, posisi Denny hanya sebagai pengarah, bukan pimpinan proyek pembuatan paspor," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KRI)