Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut ada pihak yang mencoba menggiring opini terkait penangkapan Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi alias Pepen. Penggiringan opini itu bertolak belakang dengan bukti operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Pepen.
"Masih saja ada pihak-pihak yang mencoba menggiring opini kontraproduktif dalam proses penegakan hukum yang tengah dilakukan KPK," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin, 10 Januari 2022.
Ali mengatakan narasi dalam opini itu mencoba membuat KPK menjadi pihak yang bersalah dalam penangkapan Pepen. Padahal, Lembaga Antikorupsi mengantongi bukti kuat terkait dugaan penerimaan suap yang dilakukan Pepen. KPK meminta masyarakat bijak menyaring informasi terkait perkembangan kasus ini.
"Kami khawatir, narasi yang bertolak belakang dengan fakta-fakta hukum di lapangan, justru akan mengorupsi hak publik untuk mengetahui informasi yang sebenarnya," ujar Ali.
KPK menegaskan penangkapan Pepen dilakukan atas dugaan suap. Penangkapan itu juga sudah aturan yang berlaku.
"KPK tidak mungkin melakukan tebang pilih dalam melakukan penegakan hukum pemberantasan korupsi," tutur Ali.
KPK sudah memantau Pepen sejak lama. Dia ditangkap terkait kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan.
Baca: Rahmat Effendi Sudah Dipantau KPK Sejak 2021
Komisi Antirasuah juga sudah mengantongi banyak bukti terkait kasus suap yang menjerat Pepen. Ada delapan orang lain yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Sebanyak lima tersangka berstatus sebagai penerima. Yakni, Rahmat Effendi; Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP, M. Bunyamin; Lurah Kati Sari, Mulyadi; Camat Jatisampurna, Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, empat tersangka pemberi, yakni Direktur PT MAN Energindo, Ali Amril; pihak swasta, Lai Bui Min; Direktur Kota Bintang Rayatri, Suryadi; dan Camat Rawalumbu, Makhfud Saifudin.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) menyebut ada pihak yang mencoba menggiring opini terkait penangkapan Wali Kota nonaktif Bekasi
Rahmat Effendi alias Pepen. Penggiringan opini itu bertolak belakang dengan bukti operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Pepen.
"Masih saja ada pihak-pihak yang mencoba menggiring opini kontraproduktif dalam proses penegakan hukum yang tengah dilakukan KPK," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin, 10 Januari 2022.
Ali mengatakan narasi dalam opini itu mencoba membuat KPK menjadi pihak yang bersalah dalam penangkapan Pepen. Padahal, Lembaga Antikorupsi mengantongi bukti kuat terkait dugaan penerimaan
suap yang dilakukan Pepen. KPK meminta masyarakat bijak menyaring informasi terkait perkembangan kasus ini.
"Kami khawatir, narasi yang bertolak belakang dengan fakta-fakta hukum di lapangan, justru akan mengorupsi hak publik untuk mengetahui informasi yang sebenarnya," ujar Ali.
KPK menegaskan penangkapan Pepen dilakukan atas dugaan suap. Penangkapan itu juga sudah aturan yang berlaku.
"KPK tidak mungkin melakukan tebang pilih dalam melakukan penegakan hukum pemberantasan korupsi," tutur Ali.
KPK sudah memantau Pepen sejak lama. Dia ditangkap terkait kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan.
Baca:
Rahmat Effendi Sudah Dipantau KPK Sejak 2021
Komisi Antirasuah juga sudah mengantongi banyak bukti terkait kasus suap yang menjerat Pepen. Ada delapan orang lain yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Sebanyak lima tersangka berstatus sebagai penerima. Yakni, Rahmat Effendi; Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP, M. Bunyamin; Lurah Kati Sari, Mulyadi; Camat Jatisampurna, Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, empat tersangka pemberi, yakni Direktur PT MAN Energindo, Ali Amril; pihak swasta, Lai Bui Min; Direktur Kota Bintang Rayatri, Suryadi; dan Camat Rawalumbu, Makhfud Saifudin.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)