Jakarta: Laboratorium Forensik Universitas Airlangga mengumpulkan bukti visum kematian massal anjing di Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB). Hasil uji forensik menemukan bukti luka bacok sebagai salah satu penyebab kematian.
Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel merespons upaya pengendalian hewan liar di Mandalika. Menurut dia, tindakan tersebut mesti manusiawi.
"Caranya tetap manusiawi, dengan menimbulkan efek sakit seminimal mungkin bagi hewan. Bukan dengan cara ugal-ugalan yang kuat mengesankan sebagai pembantaian, ketidakpedulian terhadap penderitaan hewan yang sesungguhnya juga ingin hidup," kata Reza saat dikonfirmasi, Senin, 10 Januari 2022.
Dia mengatakan upaya pengendalian hewan liar kontras dengan upaya sebagian warga mencari dan membagikan donasi untuk menyelamatkan binatang. Reza mencontohkan situs crowdfunding yang menyalurkan bantuan untuk binatang sakit, cacat, dianiaya, dan ditelantarkan.
Baca: Sandiaga soal Anjing Canon: Kekerasan Hewan Bukanlah Bagian dari Wisata Halal
Dia berharap kepolisian mengusut kasus-kasus itu. Sebab, ada pihak-pihak yang diduga melakukan pembunuhan terhadap binatang.
"Ketentuan hukum yang digunakan adalah pasal 302 KUHP," kata dia.
Ketua Animal Defenders Indonesia (ADI) Doni Herdaru Tona bersama pihak terkait mengamankan dua bangkai anjing di Mandalika. Bangkai tersebut kemudian dikirimkan ke Laboratorium Forensik Universitas Airlangga untuk mengetahui penyebab kematiannya.
"Hasil (visum) yang kami terima, sungguh mengejutkan. Ternyata salah satu bangkai anjing tersebut, mati dengan cara dihantam benda tajam pada rahang atas dan jeratan tali pada kaki depan," kata Doni.
Visum tersebut dilakukan menindaklanjuti laporan warga terkait anjing yang mati di sekitar Sirkuit Mandalika. Ada dugaan hewan-hewan tersebut diracun.
"Dari laporan awal dan pengamatan kawan-kawan pers, ada tujuh ekor. Bangkai yang bisa kami temukan di lokasi, hanya dua. Sisanya hilang dari tempat mereka terlihat sebelumnya," kata Doni.
Jakarta: Laboratorium Forensik Universitas Airlangga mengumpulkan bukti visum kematian massal
anjing di Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB). Hasil uji forensik menemukan bukti luka bacok sebagai salah satu penyebab kematian.
Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel merespons upaya pengendalian
hewan liar di Mandalika. Menurut dia,
tindakan tersebut mesti manusiawi.
"Caranya tetap manusiawi, dengan menimbulkan efek sakit seminimal mungkin bagi hewan. Bukan dengan cara ugal-ugalan yang kuat mengesankan sebagai pembantaian, ketidakpedulian terhadap penderitaan hewan yang sesungguhnya juga ingin hidup," kata Reza saat dikonfirmasi, Senin, 10 Januari 2022.
Dia mengatakan upaya pengendalian hewan liar kontras dengan upaya sebagian warga mencari dan membagikan donasi untuk menyelamatkan binatang. Reza mencontohkan situs
crowdfunding yang menyalurkan bantuan untuk binatang sakit, cacat, dianiaya, dan ditelantarkan.
Baca:
Sandiaga soal Anjing Canon: Kekerasan Hewan Bukanlah Bagian dari Wisata Halal
Dia berharap kepolisian mengusut kasus-kasus itu. Sebab, ada pihak-pihak yang diduga melakukan pembunuhan terhadap binatang.
"Ketentuan hukum yang digunakan adalah pasal 302 KUHP," kata dia.
Ketua Animal Defenders Indonesia (ADI) Doni Herdaru Tona bersama pihak terkait mengamankan dua bangkai anjing di Mandalika. Bangkai tersebut kemudian dikirimkan ke Laboratorium Forensik Universitas Airlangga untuk mengetahui penyebab kematiannya.
"Hasil (visum) yang kami terima, sungguh mengejutkan. Ternyata salah satu bangkai anjing tersebut, mati dengan cara dihantam benda tajam pada rahang atas dan jeratan tali pada kaki depan," kata Doni.
Visum tersebut dilakukan menindaklanjuti laporan warga terkait anjing yang mati di sekitar Sirkuit Mandalika. Ada dugaan hewan-hewan tersebut diracun.
"Dari laporan awal dan pengamatan kawan-kawan pers, ada tujuh ekor. Bangkai yang bisa kami temukan di lokasi, hanya dua. Sisanya hilang dari tempat mereka terlihat sebelumnya," kata Doni.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)