medcom.id, Jakarta: Sejumlah pihak nimbrung meminta jatah uang program aspirasi pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Maluku. Salah satunya Imran Sudin Djumadi, mantan anggota DPRD Maluku Utara.
Karyawan PT Windhu Tunggal Utama (WTU) Yayat mengaku pernah bertemu Imran Sudin Djumadi. Pertemuan berlangsung pada 1 Desember 2015 sekitar pukul 21.00 WIB, di Mal Kalibata, Jakarta Selatan.
Kala itu Yayat datang bersama staf keuangan PT WTU Erwantoro. Tujuannya untuk memberikan uang Rp1,5 miliar ke Imran. Uang diberikan dalam pecahan dolar Singapura.
Sebelum bertemu, Yayat mendapat telepon dari Imran. Imran meminta tolong agar memisahkan uang Rp100 juta.
"Dia telepon suruh pisahkan uang SGD100. Tapi kan saya enggak bisa menghitungnya. Lalu saya pergi ke kamar mandi mal untuk hitung uang itu," tutur Yayat di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Kamis (21/4/2016).
Setelah menghitung, Yayat memisahkan uang itu dalam tas kertas. Saat ditanya apakah tujuan memisahkan uang itu sebagai jatah Imran, Yayat mengaku tak tahu pasti.
"Mungkin saja. Saya juga kurang tahu. Yang saya lihat, dia membawa uang itu ke dalam mobilnya," ungkap Yayat.
Dalam kasus suap oleh Dirut PT WTU Abdul khoir, anggota Komisi V DPR RI Damayanti Wisnu Putranti juga turut kebagian jatah. Politikus PDIP itu menerima suap sekitar Rp4,28 miliar. Suap untuk mengamankan proyek infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara.
Jaksa Penuntut Umum mendakwa Abdul Khoir dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
medcom.id, Jakarta: Sejumlah pihak nimbrung meminta jatah uang program aspirasi pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Maluku. Salah satunya Imran Sudin Djumadi, mantan anggota DPRD Maluku Utara.
Karyawan PT Windhu Tunggal Utama (WTU) Yayat mengaku pernah bertemu Imran Sudin Djumadi. Pertemuan berlangsung pada 1 Desember 2015 sekitar pukul 21.00 WIB, di Mal Kalibata, Jakarta Selatan.
Kala itu Yayat datang bersama staf keuangan PT WTU Erwantoro. Tujuannya untuk memberikan uang Rp1,5 miliar ke Imran. Uang diberikan dalam pecahan dolar Singapura.
Sebelum bertemu, Yayat mendapat telepon dari Imran. Imran meminta tolong agar memisahkan uang Rp100 juta.
"Dia telepon suruh pisahkan uang SGD100. Tapi kan saya enggak bisa menghitungnya. Lalu saya pergi ke kamar mandi mal untuk hitung uang itu," tutur Yayat di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Kamis (21/4/2016).
Setelah menghitung, Yayat memisahkan uang itu dalam tas kertas. Saat ditanya apakah tujuan memisahkan uang itu sebagai jatah Imran, Yayat mengaku tak tahu pasti.
"Mungkin saja. Saya juga kurang tahu. Yang saya lihat, dia membawa uang itu ke dalam mobilnya," ungkap Yayat.
Dalam kasus suap oleh Dirut PT WTU Abdul khoir, anggota Komisi V DPR RI Damayanti Wisnu Putranti juga turut kebagian jatah. Politikus PDIP itu menerima suap sekitar Rp4,28 miliar. Suap untuk mengamankan proyek infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara.
Jaksa Penuntut Umum mendakwa Abdul Khoir dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)