Komjen (Purn) Noegroho Djajusman--Foto Terbit/Dok.Pribadi
Komjen (Purn) Noegroho Djajusman--Foto Terbit/Dok.Pribadi

Tanpa Bukti, 'Nyanyian' Haris Dinilai Hanya Isapan Jempol

K. Yudha Wirakusuma • 03 Agustus 2016 19:07
medcom.id, Jakarta: 'Nyanyian' Koordinator KontraS Haris Azhar berbuntut panjang. Haris dilaporkan tiga institusi penegak hukum, Polri, TNI, dan BNN lantaran menyebarkan cerita Freddy Budiman yang belum diketahui kebenarannya.
 
Sesepuh Polri Komjen (Purn) Noegroho Djajusman mengatakan, nyanyian Haris seperti 'isapan jempol' belaka. Sebab nyaris tidak ada bukti yang bisa dihadirkan.
 
"Selama omongannya tidak ada buktinya siapapun tidak percaya. Makanya ada bukti siapa atau tidak. Kalau tidak ada buktinya sama saja sebagai isapan jempol belaka," kata Noegroho saat berbincang dengan Metrotvnews.com, Kamis (3/8/2016).

Dia menjelaskan tudingan-tudingan seperti ini sudah selayaknya diproses hukum. Hal tersebut agar kebenaran bisa terungkap. "Wajar saja dilaporkan, karena ini tudingan serius yang mengarah kepada institusi penegak hukum. Jangan sampai nantinya kepercayaan masyarakat luntur dengan adanya ucapan seperti ini," bebernya.
 
Mantan Kapolda Metro Jaya ini berharap agar demokrasi yang sudah ada di Indonesia tidak kebablasan. Agar tidak merugikan pihak-pihak tertentu.
 
"Kalau hanya sekadar katanya-katanya, bisa-bisa orang salah jadi benar. Jadi harus dipastikan faktanya. Butuh pentunjuk dan bukti. Jadi memang harus bertanggung jawab atas tudingan tersebut," ucapnya.
Tanpa Bukti, Nyanyian Haris Dinilai Hanya Isapan Jempol
Koordinator KontraS Haris Azhar--Antara/Reno Esnir
 
Haris dilaporkan oleh Polri, BNN, dan TNI terkait dengan penyebarluasan dokumen elektronik yang berisi pencemaran nama baik terhadap tiga institusi tersebut. Haris terancam Pasal 27 ayat 3 UU Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman maksimal enam tahun penjara dan atau denda Rp1 miliar.
 
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menilai pelaporan tersebut wajar.
Sebab 'Nyanyian' Haris dianggap merugikan citra TNI dan Badan Narkotika Nasional sebagai institusi penegak hukum.
 
Tito mengatakan, informasi yang di tulis Haris sulit dibuktikan. Karena sumbernya Freddy yang terlibat beberapa kasus pidana. Kredibilitas Freddy sebagai sumber informasi belum tentu konsisten.
 
"Kedua, informasi yang diberikan juga belum dikonfirmasi ke sumber lain. Nilainya kalau menurut bahasa intelijen itu F6, yaitu sumbernya diragukan, orang yang tidak dipercaya. Dan informasinya belum dikonfirmasi ke orang lain," ungkap Tito.
 
Dalam waktu dekat, polisi berencana memanggil Haris Azhar untuk melakukan penyelidikan terkait ada atau tidaknya pelanggaran pidana UU ITE.
 
Haris mengatakan gembong narkoba Freddy Budiman sempat bercerita soal pemberikan upeti kepada Badan Narkotika Nasional (BNN) ratusan miliar rupiah. Upeti itu diberikan sebagai upaya penyelundupan narkoba berjalan mulus.
 
"Dalam hitungan saya selama beberapa tahun kerja menyeludupkan narkoba, saya sudah memberi uang Rp450 miliar ke BNN," kata Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar yang mengutip kesaksian Freddy Budiman melalui keterangan tertulis, Jumat 29 Juli.
 
Haris mendapatkan kesaksian Freddy di sela-sela berkunjung ke Lapas Nusakambangan pada 2014. Fakta itu baru diungkap setelah Freddy selesai dieksekusi mati, Jumat dini hari.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan