medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruang kerja anggota Fraksi Partai Demokrat I Putu Sudiartana, Kamis (30/6/2016). Penggeledahan ikut disaksikan Wakil Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad.
Delapan penyidik mulai bekerja di dalam ruangan kerja Sudiartana di lantai 9, Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pukul 13.12 WIB. Beberapa dari mereka masuk menenteng koper berukuran besar.
Enam penyidik menggunakan rompi KPK dan masker. Dua penyidik lainnya berpakaian batik lengan pendek, tanpa masker.
Selain Sufmi, penggeledahan juga dikawal lima anggota Sabhara Polda Metro Jaya. Mereka tidak membawa senjata api. Tiga menjaga di luar dan dua ikut masuk mendampingi penyidik ke dalam ruang 0906.
Sebelum masuk, penyidik terlebih dahulu membuka segel yang terpasang di pintu ruang kerja sejak Rabu, 29 Juni dini hari. Penggeledahan ini sebagai tindak lanjut setelah Sudiartana ditetapkan sebagai tersangka kasus pengamanan proyek 12 jalan raya di Sumatera Barat.
Penyidik KPK Geledah Ruang Kerja Putu Sudiartana--Metrotvnews.com/M Rodhi Aulia.
KPK menangkap Sudiartana pada Selasa malam, 28 Juni, di rumah dinasnya di Kawasan Ulujami, Jakarta Selatan. Selain Sudiartana, KPK menangkap lima orang lainnya. Di Petamburan, Jakarta, Padang, Sumatera Barat dan Tebing Tinggi, Sumatera Utara.
Penyerahan uang suap dari pengusaha ke anggota Komisi III DPR I Putu Sudiartana dianggap Partai Demokrat tak lazim dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, sebenarnya, modus transfer antarbank bukan jurus baru dalam praktik suap.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, Sudiartana mungkin merasa lebih nyaman dengan cara transfer antarbank, ketimbang bertemu langsung dengan `klien`.
"Saya kira ini dinamika saja. Saya lebih suka menyebutnya style aja, yang bersangkutan merasa aman dan nyaman dengan model menggunakan pihak ketiga," kata Saut.
Partai Demokrat menganggap, penangkapan melalui OTT harusnya ada unsur penyerahan uang tunai ke penyelenggara negara. Pada kasus Sudiartana, uang diserahkan melalui transfer antarbank.
"Ini pernyataan paling lemah dalam OTT. Ini bukan peristiwa OTT yang lazim sebagaimana diketahui, di mana pejabat publik disuap. Dalam peristiwa ini tidak ada. KPK mengatakan, yang ada bukti transfer, dan itu bukan kepada rekan kami sebagai tersangka. Ini petunjuk dalam hukum, namun harus ada bukti lanjut. Saya katakan ini adalah OTT paling lemah. Tidak seperti biasanya," jelas Juru Bicara Partai Demokrat Rachlan Nasidik.
Selain Sudiartana, KPK juga menetapkan status tersangka pada empat orang lainnya, yaitu Noviyanti, Suhemi, Yogan Askan, dan Suprapto. Mereka ditangkap terkait kasus suap rencana pembangunan 12 ruas jalan di Sumatera Barat.
Suap diberikan agar proyek senilai Rp300 miliar itu bisa berjalan mulus dan dimasukkan ke dalam APBND-P 2016. Suhaemi, yang memiliki koneksi ke anggota DPR, sempat menjanjikan Suprapto untuk dapat memuluskannya sehingga suap terjadi.
Saat OTT, KPK turut mengamankan bukti transfer sebesar Rp500 juta dari Yogan dan Suprapto kepada Sudiartana melalui tiga nomor rekening yang berbeda, salah satunya Noviyanti. Selain itu, KPK juga mengamankan uang tunai sebesar SGD40 ribu di kediaman Sudiartana.
Yogan Askan dan Suprapto ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap. Keduanya dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b dan atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan Sudiartana, Noviyanti, dan Suhaemi jadi tersangka penerima suap. Mereka disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruang kerja anggota Fraksi Partai Demokrat I Putu Sudiartana, Kamis (30/6/2016). Penggeledahan ikut disaksikan Wakil Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad.
Delapan penyidik mulai bekerja di dalam ruangan kerja Sudiartana di lantai 9, Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pukul 13.12 WIB. Beberapa dari mereka masuk menenteng koper berukuran besar.
Enam penyidik menggunakan rompi KPK dan masker. Dua penyidik lainnya berpakaian batik lengan pendek, tanpa masker.
Selain Sufmi, penggeledahan juga dikawal lima anggota Sabhara Polda Metro Jaya. Mereka tidak membawa senjata api. Tiga menjaga di luar dan dua ikut masuk mendampingi penyidik ke dalam ruang 0906.
Sebelum masuk, penyidik terlebih dahulu membuka segel yang terpasang di pintu ruang kerja sejak Rabu, 29 Juni dini hari. Penggeledahan ini sebagai tindak lanjut setelah Sudiartana ditetapkan sebagai tersangka kasus pengamanan proyek 12 jalan raya di Sumatera Barat.
Penyidik KPK Geledah Ruang Kerja Putu Sudiartana--Metrotvnews.com/M Rodhi Aulia.
KPK menangkap Sudiartana pada Selasa malam, 28 Juni, di rumah dinasnya di Kawasan Ulujami, Jakarta Selatan. Selain Sudiartana, KPK menangkap lima orang lainnya. Di Petamburan, Jakarta, Padang, Sumatera Barat dan Tebing Tinggi, Sumatera Utara.
Penyerahan uang suap dari pengusaha ke anggota Komisi III DPR I Putu Sudiartana dianggap Partai Demokrat tak lazim dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, sebenarnya, modus transfer antarbank bukan jurus baru dalam praktik suap.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, Sudiartana mungkin merasa lebih nyaman dengan cara transfer antarbank, ketimbang bertemu langsung dengan `klien`.
"Saya kira ini dinamika saja. Saya lebih suka menyebutnya style aja, yang bersangkutan merasa aman dan nyaman dengan model menggunakan pihak ketiga," kata Saut.
Partai Demokrat menganggap, penangkapan melalui OTT harusnya ada unsur penyerahan uang tunai ke penyelenggara negara. Pada kasus Sudiartana, uang diserahkan melalui transfer antarbank.
"Ini pernyataan paling lemah dalam OTT. Ini bukan peristiwa OTT yang lazim sebagaimana diketahui, di mana pejabat publik disuap. Dalam peristiwa ini tidak ada. KPK mengatakan, yang ada bukti transfer, dan itu bukan kepada rekan kami sebagai tersangka. Ini petunjuk dalam hukum, namun harus ada bukti lanjut. Saya katakan ini adalah OTT paling lemah. Tidak seperti biasanya," jelas Juru Bicara Partai Demokrat Rachlan Nasidik.
Selain Sudiartana, KPK juga menetapkan status tersangka pada empat orang lainnya, yaitu Noviyanti, Suhemi, Yogan Askan, dan Suprapto. Mereka ditangkap terkait kasus suap rencana pembangunan 12 ruas jalan di Sumatera Barat.
Suap diberikan agar proyek senilai Rp300 miliar itu bisa berjalan mulus dan dimasukkan ke dalam APBND-P 2016. Suhaemi, yang memiliki koneksi ke anggota DPR, sempat menjanjikan Suprapto untuk dapat memuluskannya sehingga suap terjadi.
Saat OTT, KPK turut mengamankan bukti transfer sebesar Rp500 juta dari Yogan dan Suprapto kepada Sudiartana melalui tiga nomor rekening yang berbeda, salah satunya Noviyanti. Selain itu, KPK juga mengamankan uang tunai sebesar SGD40 ribu di kediaman Sudiartana.
Yogan Askan dan Suprapto ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap. Keduanya dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b dan atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan Sudiartana, Noviyanti, dan Suhaemi jadi tersangka penerima suap. Mereka disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)