Suasana pembahasan tentang pengaturan tindak pidana idologi negara yang digelar Program Studi Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik dan Global UI di Jakarta. Dokumentasi/ istimewa
Suasana pembahasan tentang pengaturan tindak pidana idologi negara yang digelar Program Studi Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik dan Global UI di Jakarta. Dokumentasi/ istimewa

Pengaturan Tindak Pidana Terhadap Ideologi Negara Dinilai Perlu Diatur Lebih Lanjut

Deny Irwanto • 10 Oktober 2024 00:15
Jakarta: Kejahatan terhadap ideologi negara telah memiliki aturan setelah UU Nomor 1 tahun 2023 tentang KUHP. Salah satu praktek yang masih ditemui saat ini adalah terorisme yang berbasis ideologi agama dan kekerasan. 
 
Ketua Program Kajian Terorisme, Muhamad Syauqillah, Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia menilai tindak pidana terhadap ideologi negara yang diatur dalam KUHP Pasal 188, 189, dan 190 perlu pengaturan lebih lanjut dalam konteks tindak pidana terorisme. Banyak pelaku tindak pidana terorisme dimotivasi oleh ideologi tertentu yang jelas bertentangan dengan Pancasila.
 
"Kejelasan dan rencana implementasi KUHP ini penting karena sebagai pengkaji terorisme, KUHP yang akan diberlakukan pada 2026 khususnya pasal 188, 189, dan 190 dengan tegas mengatur pidana Ideologi yang bertentangan atau bahkan meniadakan Pancasila. Kalau di UU No.5 Tahun 2018 tentang perilakunya. Nah KUHP ini mau bagaimana diimplementasikan," katanya dalam keterangan pers, Rabu, 9 Oktober 2024.
 
Baca: BNPT Terus Tingkatkan Kualitas SDM Mitra Deradikalisasi
 
Dalam diskusi kelompok terpumpun di Kajian Terorisme, SKSG UI, Wakil Direktur SKSG, Eva Achjani Zulfa, mengatakan kebebasan individu untuk menganut ideologi ajaran tertentu dilindungi HAM namun sekaligus dibatasi dengan aturan tidak merugikan orang lain. Untuk itu menurutnya penanganan pidana ideologi harus hati-hati. 

“Ketika tindak pidana ini negara terlalu over reaktif atau over kriminal. Maka bukan bikin takut malah bikin lancar. Perlu juga dicermati soal pengkhianatan, penghasutan, mengancam ketertiban umum," ungkapnya.   
 
Eva menjelaskan tidak mudahnya mempidanakan ideologi dengan mengambil contoh hukuman mati Imam Samudra yang justru menginspirasi jaringannya. Selain itu dijelaskan juga tentang Socrates yang dihukum mati karena ideologinya tapi pikirannya masih dipakai sampai sekarang, demikian juga Copernicus yang dihukum mati karena teori heliosentrisnya tapi teori tersebut terus dipakai. 
 
“Ada yang perlu dicermati juga jika pasal 188-190 ini diterapkan sebagai ordinary crime sementara terorisme extraordinary crime maka bagaimana denan lapas super maximum security?” ujarnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan