medcom.id, Jakarta: Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dalam proyek-proyek di direktorat yang dipimpinnya. Penyidik menyita Rp20 miliar dari tangan Tonny saat operasi tangkap tangan.
Uang yang menjadi barang bukti dalam operasi senyap yang dilakukan pada Rabu 23 Agustus 2017, tercatat dalam sejarah KPK sebagai uang bukti suap terbesar. Uang haram yang diduga berasal dari pelaksana proyek ini pun jauh mengalahkan jumlah aset terdaftar milik Tonny.
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada KPK pada 1 Agustus 2016 milik Tonny menunjukkan Tonny sebagai pejabat “sederhana”. Puluhan tahun bekerja sebagai PNS hingga menjabat eselon I, harta tercatatnya hanya Rp2,7 miliar.
Harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan yang dimiliki Tonny hanya senilai Rp 559,2 juta. Sedangkan harta bergerak berupa alat transportasi senilai Rp310 juta, dengan benda berharga lain senilai Rp199,6 juta.
Satu-satunya aset Tonny yang mencapai miliaran rupiah berupa giro dan setara kas lainnya, dengan nilai Rp1,7 miliar. Tercatat hartanya berjumlah Rp2.792.770.185.
Dia disebutkan kerap tinggal di rumah dinas perwira Kemenhub di kawasan Gunung Sahari, Jakarta Pusat yang sederhana. Tonny juga sudah mendekati massa pensiunnya.
(Baca juga: KPK Mengintai Dirjen Hubla Selama Tujuh Bulan)
KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Dirjen Hubla Kemenhub Antonius Tonny Budiono di Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Rabu 23 Agustus 2017. Tonny ditangkap karena menerima suap dari Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (AGK) Adiputra Kurniawan (APK).
Dari hasil pemeriksaan, suap sebesar Rp20 miliar itu diberikan Adiputra berkaitan dengan perizinan atas sejumlah proyek di lingkungan Ditjen Hubla, salah satunya pekerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, Jawa Tengah. Tak hanya itu, dengan bukti yang cukup KPK akhirnya menetapkan Tonny dan Adiputra sebagai tersangka.
Akibat perbuatannya, Tonny selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Sementara Adiputra yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
medcom.id, Jakarta: Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dalam proyek-proyek di direktorat yang dipimpinnya. Penyidik menyita Rp20 miliar dari tangan Tonny saat operasi tangkap tangan.
Uang yang menjadi barang bukti dalam operasi senyap yang dilakukan pada Rabu 23 Agustus 2017, tercatat dalam sejarah KPK sebagai uang bukti suap terbesar. Uang haram yang diduga berasal dari pelaksana proyek ini pun jauh mengalahkan jumlah aset terdaftar milik Tonny.
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada KPK pada 1 Agustus 2016 milik Tonny menunjukkan Tonny sebagai pejabat “sederhana”. Puluhan tahun bekerja sebagai PNS hingga menjabat eselon I, harta tercatatnya hanya Rp2,7 miliar.
Harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan yang dimiliki Tonny hanya senilai Rp 559,2 juta. Sedangkan harta bergerak berupa alat transportasi senilai Rp310 juta, dengan benda berharga lain senilai Rp199,6 juta.
Satu-satunya aset Tonny yang mencapai miliaran rupiah berupa giro dan setara kas lainnya, dengan nilai Rp1,7 miliar. Tercatat hartanya berjumlah Rp2.792.770.185.
Dia disebutkan kerap tinggal di rumah dinas perwira Kemenhub di kawasan Gunung Sahari, Jakarta Pusat yang sederhana. Tonny juga sudah mendekati massa pensiunnya.
(Baca juga:
KPK Mengintai Dirjen Hubla Selama Tujuh Bulan)
KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Dirjen Hubla Kemenhub Antonius Tonny Budiono di Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Rabu 23 Agustus 2017. Tonny ditangkap karena menerima suap dari Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (AGK) Adiputra Kurniawan (APK).
Dari hasil pemeriksaan, suap sebesar Rp20 miliar itu diberikan Adiputra berkaitan dengan perizinan atas sejumlah proyek di lingkungan Ditjen Hubla, salah satunya pekerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, Jawa Tengah. Tak hanya itu, dengan bukti yang cukup KPK akhirnya menetapkan Tonny dan Adiputra sebagai tersangka.
Akibat perbuatannya, Tonny selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Sementara Adiputra yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(REN)