medcom.id, Jakarta: Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghargai putusan pengadilan praperadilan yang memenangkan gugatan Ketua DPR RI Setya Novanto. Meski demikian, Ketua Umum Partai Golongan Karya itu belum aman.
Kepala Biro Hukum KPK Setiadi mengatakan, pihaknya akan mempelajari dan meneliti ulang hasil putusan Hakim tunggal Cepi Iskandar. Menurut Setiadi, pihaknya masih bisa menjerat kembali Novanto sebagai tersangka. Itu dilakukan mengacu pada peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 4 Tahun 2016.
Baca: Novanto Menang Praperadilan
"Aturan MA menyebut bahwa apabila dalam penetapan tersangka dibatalkan, penyidik dibenarkan untuk mengeluarkan surat perintah baru," ujar Setiadi usai persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat 29 September 2017.
Setiadi menegaskan, KPK tidak akan tinggal diam. Biro Hukum KPK akan mengevaluasi titik yang menjadi kelemahan. Tim penyidik, Jaksa Penuntut Umum (JPU) serta Pimpinan KPK akan berkumpul untuk menyusun strategi baru.
"Kami akan melakukan konsolidasi dan evaluasi. Dalam hal putusan ini kami tak boleh melakukan eksaminasi atau apapun komentar," kata Setiadi.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan praperadilan Ketua DPR Setya Novanto. Ketua Umum Golkar itu lepas dari status tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Mengabulkan permohonan praperadilan untuk sebagian," kata hakim tunggal Cepi Iskandar saat membacakan putusan di PN Jaksel, Jumat 29 September 2017.
Menurut Cepi, penetapan tersangka KPK terhadap Novanto menyimpang. Dia menganggap langkah KPK tidak sah sehingga dengan keputusan ini, penetapan tersangka Novanto tidak memiliki kekuatan hukum.
"(Pengadilan) memerintahkan termohon (KPK) menghentian penyidikan terhadap Setya Novanto," jelas Cepi.
Baca: KPK Yakin Hakim Cepi tak Terima Suap dari Novanto
Novanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017. Dia sangkaan Pasal 2 ayat (1) atas Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dia dianggap sebagai salah satu otak di balik proyek pengadaan KTP elektronik senilai Rp5,9 triliun. Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, dia diduga berperan dalam melobi para koleganya di Parlemen.
Dalam surat dakwaan terhadap Andi Narogong, Novanto disebut sebagai kunci anggaran di DPR. Aksinya diduga mengakibatkan kerugian negara senilai Rp2,3 triliun.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/lKYM2lXK" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghargai putusan pengadilan praperadilan yang memenangkan gugatan Ketua DPR RI Setya Novanto. Meski demikian, Ketua Umum Partai Golongan Karya itu belum aman.
Kepala Biro Hukum KPK Setiadi mengatakan, pihaknya akan mempelajari dan meneliti ulang hasil putusan Hakim tunggal Cepi Iskandar. Menurut Setiadi, pihaknya masih bisa menjerat kembali Novanto sebagai tersangka. Itu dilakukan mengacu pada peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 4 Tahun 2016.
Baca:
Novanto Menang Praperadilan
"Aturan MA menyebut bahwa apabila dalam penetapan tersangka dibatalkan, penyidik dibenarkan untuk mengeluarkan surat perintah baru," ujar Setiadi usai persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat 29 September 2017.
Setiadi menegaskan, KPK tidak akan tinggal diam. Biro Hukum KPK akan mengevaluasi titik yang menjadi kelemahan. Tim penyidik, Jaksa Penuntut Umum (JPU) serta Pimpinan KPK akan berkumpul untuk menyusun strategi baru.
"Kami akan melakukan konsolidasi dan evaluasi. Dalam hal putusan ini kami tak boleh melakukan eksaminasi atau apapun komentar," kata Setiadi.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan praperadilan Ketua DPR Setya Novanto. Ketua Umum Golkar itu lepas dari status tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Mengabulkan permohonan praperadilan untuk sebagian," kata hakim tunggal Cepi Iskandar saat membacakan putusan di PN Jaksel, Jumat 29 September 2017.
Menurut Cepi, penetapan tersangka KPK terhadap Novanto menyimpang. Dia menganggap langkah KPK tidak sah sehingga dengan keputusan ini, penetapan tersangka Novanto tidak memiliki kekuatan hukum.
"(Pengadilan) memerintahkan termohon (KPK) menghentian penyidikan terhadap Setya Novanto," jelas Cepi.
Baca:
KPK Yakin Hakim Cepi tak Terima Suap dari Novanto
Novanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017. Dia sangkaan Pasal 2 ayat (1) atas Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dia dianggap sebagai salah satu otak di balik proyek pengadaan KTP elektronik senilai Rp5,9 triliun. Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, dia diduga berperan dalam melobi para koleganya di Parlemen.
Dalam surat dakwaan terhadap Andi Narogong, Novanto disebut sebagai kunci anggaran di DPR. Aksinya diduga mengakibatkan kerugian negara senilai Rp2,3 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)