medcom.id, Jakarta: Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta bakal gandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), guna usut aliran dana dugaan tersangka korupsi Dahlan Iskan.
"Ini bagian penyidikan, tentu nanti kita akan lihat ke sana. Kami, namanya proses penyidikan, akan kami sesuai prosedur hukum untuk jaga kualitas. Akan kamu lakukan secara hukum ketika itu dibutuhkan," kata Kepala Kejati DKI Jakarta M. Adi Toegarisman di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (5/6/2015).
Adi tak menutup kemungkinan untuk menjerat Dahlan dengan UU 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Namun, semuanya masih tergantung perkembangan penyidikan kasus pembangunan garda induk PLN yang menjerat mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara tersebut.
"Enggak usah terlalu jauh ke sana. Tapi fakta hukum akan kami ungkap. Ketika dalam fakta hukum kuta bisa tetapkan UU yang lain. Kita tak akan pernah ragu-ragu menetapkannya. Apapun itu dengan kerangka penegakan hukum," tegas dia.
`Setrum` yang menyengat Dahlan berawal dari pembangunan megaproyek Kementerian ESDM terhadap 21 unit Gardu Induk Jawa-Bali-Nusa Tenggara yang sudah dimulai pada Desember 2011. Belakangan proyek bernilai Rp1,063 triliun itu terbengkalai.
Kapasitas Dahlan pada proyek itu adalah kuasa pengguna anggaran. "Ada dua permasalahan pokok berkaitan pemeriksaannya. Yaitu, sistem multiyears dan pembayaran proyek yang gunakan on set. Ada ketentuan yang dilanggar, sehingga dari keterangan seluruh pihak, kami simpulkan ada dua alat bukti," jelas dia.
Adi menerangkan, proyek pembangunan konstruksi ini seharusnya tidak menggunakan pembayaran on set, seperti proyek pengadaan barang. Pembayaran sejatinya sesuai penyelesaian proyek, bukan materi yang dibeli rekanan.
"Proyek ini berkebalikan," jelas dia. "Kalau multiyerar bisa diizinkan kalau masalah tanah tuntas. Ini enggak. Dari 21 yang dibangun, 4 milik PLN, sisanya enggak."
Selain Dahlan, ada 15 tersangka lain dalam kasus ini. Satu tersangka sudah manjadi terdakwa dan disidang. Sementara, sembilan tersangka sedang dalam proses pelimpahan perkara ke pengadilan.
"Nanti mungkin mudah-mudahan dilimpahkan yang sembilan. Lima (tersangka) dalam proses penyidikan," terang Adi.
Ke-15 tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) jucnto Pasal 18 UU No31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Dahlan dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No20 Tahun 2001.
medcom.id, Jakarta: Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta bakal gandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), guna usut aliran dana dugaan tersangka korupsi Dahlan Iskan.
"Ini bagian penyidikan, tentu nanti kita akan lihat ke sana. Kami, namanya proses penyidikan, akan kami sesuai prosedur hukum untuk jaga kualitas. Akan kamu lakukan secara hukum ketika itu dibutuhkan," kata Kepala Kejati DKI Jakarta M. Adi Toegarisman di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (5/6/2015).
Adi tak menutup kemungkinan untuk menjerat Dahlan dengan UU 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Namun, semuanya masih tergantung perkembangan penyidikan kasus pembangunan garda induk PLN yang menjerat mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara tersebut.
"Enggak usah terlalu jauh ke sana. Tapi fakta hukum akan kami ungkap. Ketika dalam fakta hukum kuta bisa tetapkan UU yang lain. Kita tak akan pernah ragu-ragu menetapkannya. Apapun itu dengan kerangka penegakan hukum," tegas dia.
`Setrum` yang menyengat Dahlan berawal dari pembangunan megaproyek Kementerian ESDM terhadap 21 unit Gardu Induk Jawa-Bali-Nusa Tenggara yang sudah dimulai pada Desember 2011. Belakangan proyek bernilai Rp1,063 triliun itu terbengkalai.
Kapasitas Dahlan pada proyek itu adalah kuasa pengguna anggaran. "Ada dua permasalahan pokok berkaitan pemeriksaannya. Yaitu, sistem multiyears dan pembayaran proyek yang gunakan on set. Ada ketentuan yang dilanggar, sehingga dari keterangan seluruh pihak, kami simpulkan ada dua alat bukti," jelas dia.
Adi menerangkan, proyek pembangunan konstruksi ini seharusnya tidak menggunakan pembayaran on set, seperti proyek pengadaan barang. Pembayaran sejatinya sesuai penyelesaian proyek, bukan materi yang dibeli rekanan.
"Proyek ini berkebalikan," jelas dia. "Kalau multiyerar bisa diizinkan kalau masalah tanah tuntas. Ini enggak. Dari 21 yang dibangun, 4 milik PLN, sisanya enggak."
Selain Dahlan, ada 15 tersangka lain dalam kasus ini. Satu tersangka sudah manjadi terdakwa dan disidang. Sementara, sembilan tersangka sedang dalam proses pelimpahan perkara ke pengadilan.
"Nanti mungkin mudah-mudahan dilimpahkan yang sembilan. Lima (tersangka) dalam proses penyidikan," terang Adi.
Ke-15 tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) jucnto Pasal 18 UU No31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Dahlan dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No20 Tahun 2001.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)