Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (ketiga kiri) berjabat tangan dengan para calon Hakim Agung dalam Sidang Paripurna di Komplek Parlemen, Jakarta, Jumat (3/7/2015). Foto: Humas DPR/M Andri Nurdiansyah
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (ketiga kiri) berjabat tangan dengan para calon Hakim Agung dalam Sidang Paripurna di Komplek Parlemen, Jakarta, Jumat (3/7/2015). Foto: Humas DPR/M Andri Nurdiansyah

KY Harus Ketat Awasi Bisnis Hakim

Wandi Yusuf • 05 Juli 2015 20:38
medcom.id, Jakarta: Komisi Yudisial didesak mengawasi lebih ketat terhadap praktik bisnis hakim yang bermotif kepentingan pihak tertentu.
 
Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menekankan selama menjadi pejabat publik atau penyelenggara negara, hakim tidak boleh berbisnis. "Apalagi kalau ada hakim agung yang berbisnis dengan pengacara atau pengusaha," ucap Fickar, di Jakarta, Minggu (5/7/2015).
 
Menurut Fickar, KY harus bertindak tegas atas hakim yang nekat melakukan bisnis. Diakuinya, untuk menelusuri apakah harta kekayaan hakim berasal dari bisnis memang memiliki kendala tersendiri.

"Sanksi harus keras. KY harus bergerak lagi," kata Fickar merujuk pada UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
 
Sebelumnya, KY mengaku siap melanjutkan pengusutan dugaan kasus pelanggaran etika seorang hakim agung yang melibatkan keluarganya dengan seorang pengacara Safitri Hariyani Saptogino.
 
Komisioner KY, Imam Anshori, mengatakan KY pernah mengusut kasus tersebut. Saat itu KY mendapatkan laporan dari masyarakat soal dugaan pelanggaran yang dilakukan seorang hakim agung dan keluarganya.
 
Dugaan pelanggaran itu terkait dengan bisnis rumah sakit mereka yang dikhawatirkan membuat konflik kepentingan dalam penegakan hukum. "Tetapi dulu kita tak melanjutkan lagi karena belum menemukan bukti kongkret," kata Imam.
 
Ia menyebutkan, contoh kurangnya bukti lengkap tersebut adalah belum ditemukan aliran dana dari pihak lain ke hakim agung bersangkutan. Kemudian, apakah dari aliran dana tersebut betul-betul digunakan untuk membangun rumah sakit yang dimaksud.
 
"Karena itulah, jika ada yang memiliki bukti kuat soal dugaan pelanggaran etik itu, laporkan ke KY maka kita bisa melanjutkan pengusutannya kembali," kata Imam.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan