Jakarta: Partai NasDem menilai Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) perlu segera disahkan.
Menurut Anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem Dapil Kalimantan Tengah Ari Egahni, urgensi itu akibat bertambahnya kasus kekerasan seksual selama tiga tahun penundaan pengesahan RUU PKS.
"Kekerasan seksual cenderung naik atau fluktuatif yakni sebanyak 17 ribu kasus kekerasan seksual selama tiga tahun penundaan (RUU PKS)," kata Ari di DPP Partai NasDem, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 8 Oktober 2019.
Ari mencontohkan salah satu kasus kekerasan seksual yakni adanya ayah kandung yang berlaku tak senonoh terhadap anaknya sendiri. Namun kasus tersebut tidak dapat dibawa ke ranah hukum akibat tak adanya payung hukum yang memadai.
"Saat aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH), saya hadir sebagai pendamping penegak keadilan. Namun kasus itu tidak bisa dibawa ke ranah hukum, karena keluarga dan istri melindungi ayah yang menyetubuhi anaknya sendiri," kata Ari.
Anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem Lisda Hendrajoni juga mengaku pernah mendapat pengaduan yang hampir sama. Menurutnya, kekerasan seksual kerap timbul pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan ekonomi rendah.
"Salah satu (penyebab kekerasan) karena kondisi rumah yang tidak layak. Tidak ada kamar, bahkan ada juga satu kamar yang diisi dengan delapan orang bersama-sama. Sampai ada laporan, satu orang anak diperkosa oleh tiga anak laki-laki," ucap Lisda.
Namun ketiga anak laki-laki tersebut, kata Lisda, hanya mengikuti gaya maupun gerakan. Mereka mencontohkan perilaku keluarganya saat tinggal satu kamar.
Sehingga, menurut Lisda pengesahan RUU PKS juga perlu dipercepat. Agar insiden kekerasan seksual di Indonesia ini dapat berkurang.
Jakarta: Partai NasDem menilai Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) perlu segera disahkan.
Menurut Anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem Dapil Kalimantan Tengah Ari Egahni, urgensi itu akibat bertambahnya kasus kekerasan seksual selama tiga tahun penundaan pengesahan RUU PKS.
"Kekerasan seksual cenderung naik atau fluktuatif yakni sebanyak 17 ribu kasus kekerasan seksual selama tiga tahun penundaan (RUU PKS)," kata Ari di DPP Partai NasDem, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 8 Oktober 2019.
Ari mencontohkan salah satu kasus kekerasan seksual yakni adanya ayah kandung yang berlaku tak senonoh terhadap anaknya sendiri. Namun kasus tersebut tidak dapat dibawa ke ranah hukum akibat tak adanya payung hukum yang memadai.
"Saat aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH), saya hadir sebagai pendamping penegak keadilan. Namun kasus itu tidak bisa dibawa ke ranah hukum, karena keluarga dan istri melindungi ayah yang menyetubuhi anaknya sendiri," kata Ari.
Anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem Lisda Hendrajoni juga mengaku pernah mendapat pengaduan yang hampir sama. Menurutnya, kekerasan seksual kerap timbul pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan ekonomi rendah.
"Salah satu (penyebab kekerasan) karena kondisi rumah yang tidak layak. Tidak ada kamar, bahkan ada juga satu kamar yang diisi dengan delapan orang bersama-sama. Sampai ada laporan, satu orang anak diperkosa oleh tiga anak laki-laki," ucap Lisda.
Namun ketiga anak laki-laki tersebut, kata Lisda, hanya mengikuti gaya maupun gerakan. Mereka mencontohkan perilaku keluarganya saat tinggal satu kamar.
Sehingga, menurut Lisda pengesahan RUU PKS juga perlu dipercepat. Agar insiden kekerasan seksual di Indonesia ini dapat berkurang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(BOW)