medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung usul yang disampaikan Jaksa Agung HM Prasetyo agar Eko Susilo Hadi sebaiknya menjadi justice collaborator (JC). Kendati demikian, KPK akan menilai terlebih dahulu jika memang permohonan JC tersebut nantinya diajukan.
"Saran tersebut baik. Menjadi JC akan lebih menguntungkan bagi tersangka, tetapi juga baik bagi pengembangan perkara. Namun, tentu KPK akan menilai terlebih dahulu jika ada permohonan," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah saat dihubungi Media Indonesia, kemarin.
Ada beberapa pertimbangan KPK jika permohonan JC tersebut diajukan. Pertimbangan utama ialah tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya lalu kemudian yang lebih penting ialah kesediaan membuka informasi dan keterangan seluas-luasnya untuk mengungkap pelaku utama.
Sebelumnya diberitakan Jaksa Agung Prasetyo menyarankan agar tersangka Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi yang ditangkap KPK pada Rabu (14/12) lalu mengajukan diri sebagai JC. Saran tersebut merujuk bahwa ada informasi yang menyebutkan praktik lancung tersebut terkait dengan tender peralatan satellite monitoring system senilai Rp402,7 miliar yang diduga tidak hanya melibatkan Eko.
Penyidik KPK menangkap Eko setelah diduga menerima suap dari PT Melati Technofo Indonesia (MTI) sebesar Rp2 miliar. Bersama Eko, KPK juga menangkap tiga pegawai PT MTI, yakni Muhammad Adami Okta, Hardy Stefanus, dan Danang Sri Radityo.
Terkait dengan keberadaan Direktur PT MTI Fahmi Darmawansyah yang juga berstatus tersangka, dikatakan Febri, ia masih berada di luar negeri. Fahmi disebut pergi keluar negeri sebelum terjadi operasi tangkap tangan (OTT) pada 14 Desember lalu.
Febri belum bisa mengungkapkan di negara mana Fahmi saat ini. "FD (Fahmi Darmawansyah) kami harap segera menyerahkan diri ke KPK. Informasi keberadaan telah kami dapatkan," katanya.
Febri juga mengaku KPK sudah berkoordinasi dengan Ditjen Imigrasi dan instansi pemerintah lain terkait dengan pemulangan Fahmi, tapi belum mengirim surat permintaan red notice kepada Interpol.
"Kami belum sampai pada kesimpulan apa perlu dibuat seperti red notice atau kerja sama dengan interpol atau upaya-upaya paksa lain, yang pasti penyidik sedang fokus di beberapa kegiatan memperdalam perkara ini. Kalau yang bersangkutan bisa pulang sendiri dengan jadwal yang sudah dibuat dengan sendirinya, tentu akan lebih efektif dan efisien," ungkap Febri. Mulai Senin (19/12), kata Febri, KPK akan mulai memanggil para saksi yang berkaitan dalam kasus ini. "Saat ini (pemeriksaan) saksi-saksi terlebih dahulu," ujarnya.
medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung usul yang disampaikan Jaksa Agung HM Prasetyo agar Eko Susilo Hadi sebaiknya menjadi justice collaborator (JC). Kendati demikian, KPK akan menilai terlebih dahulu jika memang permohonan JC tersebut nantinya diajukan.
"Saran tersebut baik. Menjadi JC akan lebih menguntungkan bagi tersangka, tetapi juga baik bagi pengembangan perkara. Namun, tentu KPK akan menilai terlebih dahulu jika ada permohonan," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah saat dihubungi Media Indonesia, kemarin.
Ada beberapa pertimbangan KPK jika permohonan JC tersebut diajukan. Pertimbangan utama ialah tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya lalu kemudian yang lebih penting ialah kesediaan membuka informasi dan keterangan seluas-luasnya untuk mengungkap pelaku utama.
Sebelumnya diberitakan Jaksa Agung Prasetyo menyarankan agar tersangka Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi yang ditangkap KPK pada Rabu (14/12) lalu mengajukan diri sebagai JC. Saran tersebut merujuk bahwa ada informasi yang menyebutkan praktik lancung tersebut terkait dengan tender peralatan satellite monitoring system senilai Rp402,7 miliar yang diduga tidak hanya melibatkan Eko.
Penyidik KPK menangkap Eko setelah diduga menerima suap dari PT Melati Technofo Indonesia (MTI) sebesar Rp2 miliar. Bersama Eko, KPK juga menangkap tiga pegawai PT MTI, yakni Muhammad Adami Okta, Hardy Stefanus, dan Danang Sri Radityo.
Terkait dengan keberadaan Direktur PT MTI Fahmi Darmawansyah yang juga berstatus tersangka, dikatakan Febri, ia masih berada di luar negeri. Fahmi disebut pergi keluar negeri sebelum terjadi operasi tangkap tangan (OTT) pada 14 Desember lalu.
Febri belum bisa mengungkapkan di negara mana Fahmi saat ini. "FD (Fahmi Darmawansyah) kami harap segera menyerahkan diri ke KPK. Informasi keberadaan telah kami dapatkan," katanya.
Febri juga mengaku KPK sudah berkoordinasi dengan Ditjen Imigrasi dan instansi pemerintah lain terkait dengan pemulangan Fahmi, tapi belum mengirim surat permintaan red notice kepada Interpol.
"Kami belum sampai pada kesimpulan apa perlu dibuat seperti red notice atau kerja sama dengan interpol atau upaya-upaya paksa lain, yang pasti penyidik sedang fokus di beberapa kegiatan memperdalam perkara ini. Kalau yang bersangkutan bisa pulang sendiri dengan jadwal yang sudah dibuat dengan sendirinya, tentu akan lebih efektif dan efisien," ungkap Febri. Mulai Senin (19/12), kata Febri, KPK akan mulai memanggil para saksi yang berkaitan dalam kasus ini. "Saat ini (pemeriksaan) saksi-saksi terlebih dahulu," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)