medcom.id, Jakarta: Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya Arie Soedewo diduga berperan dalam kasus korupsi monitoring satelit. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan terus berkoordinasi dengan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI untuk menggali indikasi keterlibatan pejabat dari angkatan bersenjata.
"Kita juga akan koordinasi dengan pom TNI, karena tidak semua pihak yang diduga terlibat berada di wilayah kewenangan KPK," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa 14 Maret 2017.
KPK akan membuktikan isi dakwaan yang mereka bacakan. Termasuk indikasi keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. Lembaga antikorupsi akan mendalami dan mengembangkan fakta persidangan yang terungkap.
Saat ini, KPK belum dapat bicara banyak soal keterlibatan pejabat militer. Namun, Febri memastikan kasus ini akan semakin terang benderang karena Eko Hadi Susilo, pejabat Bakamla yang telah menjadi tersangka di KPK, mengajukan diri menjadi justice collaborator.
"Ini membawa sinyal positif bagi proses hukum kasus tersebut," kata Febri.
Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Arie Soedewo meminta jatah 7,5 persen dari pengadaan monitoring satellite. Permintaan dilayangkan pada pemenang lelang, PT Melati Technofo Indonesia.
Hal ini terungkap dalam surat dakwaan Hardy Stefanus, anak buah Fahmi Darmawansyah. Fahmi adalah pemilik PT Technofo Indonesia.
Arie Soedewo menyampaikan dari jatah 15 persen dari nilai pengadaan, Bakamla mendapat jatah 7,5 persen. Dan akan diberikan lebih dulu 2 persen.
Dalam dakwaan disebutkan, Arie Soedewo meminta Eko Susilo Hadi menghubungi terdakwa dan Muhammad Adami Okta (anak buah Fahmi) untuk menyampaikan jika pemberian sebesar 2 persen diberikan kepada Eko Susilo Hadi.
Saat datang ke kantor Bakamla pada 9 November 2016, Adami mendapat permintaan mengenai bagian 7,5 persen itu dari Eko. Adami pun berjanji akan memberikan 2 persen lebih dulu.
Eko juga meminta bantuan operasional sebesar 10 ribu dolar AS dan 10 ribu euro. Fahmi kemudian memerintahkan untuk disiapkan dulu 2 persen dari Rp222,438 miliar yaitu Rp4,44 miliar dikurangi uang operasional untuk Eko sehingga menjadi Rp278,6 miliar sehingga sisa untuk Bakamla adalah sebesar Rp4,161 miliar.
medcom.id, Jakarta: Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya Arie Soedewo diduga berperan dalam kasus korupsi monitoring satelit. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan terus berkoordinasi dengan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI untuk menggali indikasi keterlibatan pejabat dari angkatan bersenjata.
"Kita juga akan koordinasi dengan pom TNI, karena tidak semua pihak yang diduga terlibat berada di wilayah kewenangan KPK," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa 14 Maret 2017.
KPK akan membuktikan isi dakwaan yang mereka bacakan. Termasuk indikasi keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. Lembaga antikorupsi akan mendalami dan mengembangkan fakta persidangan yang terungkap.
Saat ini, KPK belum dapat bicara banyak soal keterlibatan pejabat militer. Namun, Febri memastikan kasus ini akan semakin terang benderang karena Eko Hadi Susilo, pejabat Bakamla yang telah menjadi tersangka di KPK, mengajukan diri menjadi justice collaborator.
"Ini membawa sinyal positif bagi proses hukum kasus tersebut," kata Febri.
Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Arie Soedewo meminta jatah 7,5 persen dari pengadaan monitoring satellite. Permintaan dilayangkan pada pemenang lelang, PT Melati Technofo Indonesia.
Hal ini terungkap dalam surat dakwaan Hardy Stefanus, anak buah Fahmi Darmawansyah. Fahmi adalah pemilik PT Technofo Indonesia.
Arie Soedewo menyampaikan dari jatah 15 persen dari nilai pengadaan, Bakamla mendapat jatah 7,5 persen. Dan akan diberikan lebih dulu 2 persen.
Dalam dakwaan disebutkan, Arie Soedewo meminta Eko Susilo Hadi menghubungi terdakwa dan Muhammad Adami Okta (anak buah Fahmi) untuk menyampaikan jika pemberian sebesar 2 persen diberikan kepada Eko Susilo Hadi.
Saat datang ke kantor Bakamla pada 9 November 2016, Adami mendapat permintaan mengenai bagian 7,5 persen itu dari Eko. Adami pun berjanji akan memberikan 2 persen lebih dulu.
Eko juga meminta bantuan operasional sebesar 10 ribu dolar AS dan 10 ribu euro. Fahmi kemudian memerintahkan untuk disiapkan dulu 2 persen dari Rp222,438 miliar yaitu Rp4,44 miliar dikurangi uang operasional untuk Eko sehingga menjadi Rp278,6 miliar sehingga sisa untuk Bakamla adalah sebesar Rp4,161 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(DRI)