Jakarta: Indonesia Police Watch (IPW) menyoroti tindak kekerasan yang dilakukan anggota Polri terhadap masyarakat pada Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Bhayangkara. Pendekatan kekerasan itu dinilai terjadi karena belum adanya kemajuan besar dalam reformasi kultural.
Selain berbuat kekerasan, aparat Kepolisian juga disebut bertindak sewenang-wenang, arogan, menyakiti hati rakyat, dan mempertontonkan kemewahan kepada publik. Tindakan ini dianggap muncul usai mendapat perintah dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengawal Investasi.
"Membuat Polri bersikap berlebihan, represif dan berpotensi melakukan pelanggaran HAM," kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangan tertulis, Senin, 1 Juli 2024.
Dia berharap ke depannya ada aturan kepolisian yang berlandaskan polisi sipil yang demokratis dan menghormati Hak Asasi Manusia (HAM). Baik itu melalui Peraturan Polri (Perpol) atau Peraturan Kapolri (Perkap).
"Selama aturan pengawalan investasi itu belum ada, akibatnya akan terjadi bentrokan antara aparat kepolisian dengan masyarakat melalui cara-cara kekerasan. Hal ini seperti terjadi di Wadas, Rempang dan juga perusahaan-perusahaan pertambangan, perkebunan," ungkap Sugeng.
Menurutnya, dalam kasus Wadas, Komnas HAM menemukan fakta bahwa Polda Jawa Tengah (Jateng) menggunakan kekuatan berlebihan saat penangkapan warga. Akibatnya, puluhan warga terluka dan 67 orang dibawa ke Polres Purworejo.
"Begitu juga di Rempang, Komnas HAM disebut menemukan indikasi pelanggaran hak asasi manusia dalam peristiwa kericuhan di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau," ujar Sugeng
Sugeng melanjutkan pendekatan kekerasan oleh anggota Polri yang terbaru adalah kematian Afif Maulana, seorang pelajar SMP di Kota Padang, Sumatra Barat (Sumbar). Kasus ini mencuat setelah viral di media sosial (medsos) bahwa anggota polisi menganiaya pelajar.
Sebanyak 17 anggota Direktorat Samapta Bhayangkara (Sabhara) Polda Sumatra Barat dinyatakan melanggar standar operasional prosedur (SOP) dalam pengamanan 18 remaja hendak tawuran. Namun, kasus kematian Afif, salah satu remaja ditutup oleh Kapolda Sumbar Irjen Suharyono dengan alasan, Afif meninggal karena melompat ke sungai.
"Perilaku pendekatan kekerasan dan juga adanya tindakan sewenang-wenang, arogan, menyakiti hati rakyat tersebut sangat berakibat untuk menurunkan kepercayaan publik terhadap Polri," ucap Sugeng.
Menurutnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah memberikan arahan kepada Kapolda di seluruh Indonesia untuk melakukan pencegahan atas tindakan berlebihan kepada masyarakat. Arahan itu sesuai Surat Telegram Kapolri bernomor ST/2162/X/HUK.2.8./2021 tertanggal 18 Oktober 2021.
Sugeng mengatakan bentuk pencegahan itu menjadi sia-sia bila pengawasan melekat (waskat) yang dilakukan oleh atasan langsung tidak berjalan. Padahal, kata dia, waskat itu wajib dilakukan sesuai Pasal 2 Ayat 1 Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat di Lingkungan Polri.
"Komitmen dalam melaksanakan waskat ini semakin tidak berjalan apabila atasan melindungi anak buahnya yang salah dan tidak tersentuh oleh pelanggaran Kode Etik Profesi Polri dan terbebas dari sidang etik," ucapnya.
Meski sesuai Pasal 9 Perkap 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat di Lingkungan Polri menyatakan atasan yang tidak melaksanakan waskat sebagaimana diatur dalam peraturan Kapolri itu, dapat diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, Sugeng menyebut dalam melaksanakan arah dan strategi Polri ke depan atau Grand Strategi Polri 2025-2045, persoalan aspek kultural melalui sumber daya manusia yang profesional dan akuntabel sangat dibutuhkan.
Indonesia Police Watch (IPW) juga mencatat banyaknya keluhan masyarakat terkait wewenang penegakan hukum oleh satuan kerja (satker) reserse. Keluhan itu berupa kriminalisasi penyidik, keberpihakan penyidik, bersikap tidak adil.
"Ada juga masalah jangka waktu penyelidikan dan penyidikan yang tidak berkepastian, intervensi dalam proses hukum, unprofessional conduct, pendekatan kekerasan untuk mendapatkan pengakuan, dan yang lemah sulit mendapatkan keadilan dan kepastian," ujar Sugeng.
Untuk diketahui, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membukukan catatan di akhir penyelesaian Grand Strategi Polri 2005-2025. Kepercayaan publik terhadap Polri melalui hasil survei Litbang Kompas tercatat cukup tinggi dan meningkat tajam mencapai 73 persen menjelang HUT Ke-78 Polri.
"Keberhasilan ini harus dijadikan cermin oleh Pimpinan Polri ke depan, dimana adanya riak-riak kecil di internal yang membuat reformasi kultural belum menunjukkan kemajuan besar," ungkap Sugeng.
Jakarta: Indonesia Police Watch (IPW) menyoroti tindak kekerasan yang dilakukan anggota
Polri terhadap masyarakat pada Hari Ulang Tahun
(HUT) ke-78 Bhayangkara. Pendekatan kekerasan itu dinilai terjadi karena belum adanya kemajuan besar dalam reformasi kultural.
Selain berbuat kekerasan, aparat Kepolisian juga disebut bertindak sewenang-wenang, arogan, menyakiti hati rakyat, dan mempertontonkan kemewahan kepada publik. Tindakan ini dianggap muncul usai mendapat perintah dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengawal Investasi.
"Membuat Polri bersikap berlebihan, represif dan berpotensi melakukan pelanggaran HAM," kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangan tertulis, Senin, 1 Juli 2024.
Dia berharap ke depannya ada aturan kepolisian yang berlandaskan polisi sipil yang demokratis dan menghormati Hak Asasi Manusia (HAM). Baik itu melalui Peraturan Polri (Perpol) atau Peraturan Kapolri (Perkap).
"Selama aturan pengawalan investasi itu belum ada, akibatnya akan terjadi bentrokan antara aparat kepolisian dengan masyarakat melalui cara-cara kekerasan. Hal ini seperti terjadi di Wadas, Rempang dan juga perusahaan-perusahaan pertambangan, perkebunan," ungkap Sugeng.
Menurutnya, dalam kasus Wadas, Komnas HAM menemukan fakta bahwa Polda Jawa Tengah (Jateng) menggunakan kekuatan berlebihan saat penangkapan warga. Akibatnya, puluhan warga terluka dan 67 orang dibawa ke Polres Purworejo.
"Begitu juga di Rempang, Komnas HAM disebut menemukan indikasi pelanggaran hak asasi manusia dalam peristiwa kericuhan di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau," ujar Sugeng
Sugeng melanjutkan pendekatan kekerasan oleh anggota Polri yang terbaru adalah kematian Afif Maulana, seorang pelajar SMP di Kota Padang, Sumatra Barat (Sumbar). Kasus ini mencuat setelah viral di media sosial (medsos) bahwa anggota polisi menganiaya pelajar.
Sebanyak 17 anggota Direktorat Samapta Bhayangkara (Sabhara) Polda Sumatra Barat dinyatakan melanggar standar operasional prosedur (SOP) dalam pengamanan 18 remaja hendak tawuran. Namun, kasus kematian Afif, salah satu remaja ditutup oleh Kapolda Sumbar Irjen Suharyono dengan alasan, Afif meninggal karena melompat ke sungai.
"Perilaku pendekatan kekerasan dan juga adanya tindakan sewenang-wenang, arogan, menyakiti hati rakyat tersebut sangat berakibat untuk menurunkan kepercayaan publik terhadap Polri," ucap Sugeng.
Menurutnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah memberikan arahan kepada Kapolda di seluruh Indonesia untuk melakukan pencegahan atas tindakan berlebihan kepada masyarakat. Arahan itu sesuai Surat Telegram Kapolri bernomor ST/2162/X/HUK.2.8./2021 tertanggal 18 Oktober 2021.
Sugeng mengatakan bentuk pencegahan itu menjadi sia-sia bila pengawasan melekat (waskat) yang dilakukan oleh atasan langsung tidak berjalan. Padahal, kata dia, waskat itu wajib dilakukan sesuai Pasal 2 Ayat 1 Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat di Lingkungan Polri.
"Komitmen dalam melaksanakan waskat ini semakin tidak berjalan apabila atasan melindungi anak buahnya yang salah dan tidak tersentuh oleh pelanggaran Kode Etik Profesi Polri dan terbebas dari sidang etik," ucapnya.
Meski sesuai Pasal 9 Perkap 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat di Lingkungan Polri menyatakan atasan yang tidak melaksanakan waskat sebagaimana diatur dalam peraturan Kapolri itu, dapat diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, Sugeng menyebut dalam melaksanakan arah dan strategi Polri ke depan atau Grand Strategi Polri 2025-2045, persoalan aspek kultural melalui sumber daya manusia yang profesional dan akuntabel sangat dibutuhkan.
Indonesia Police Watch (IPW) juga mencatat banyaknya keluhan masyarakat terkait wewenang penegakan hukum oleh satuan kerja (satker) reserse. Keluhan itu berupa kriminalisasi penyidik, keberpihakan penyidik, bersikap tidak adil.
"Ada juga masalah jangka waktu penyelidikan dan penyidikan yang tidak berkepastian, intervensi dalam proses hukum, unprofessional conduct, pendekatan kekerasan untuk mendapatkan pengakuan, dan yang lemah sulit mendapatkan keadilan dan kepastian," ujar Sugeng.
Untuk diketahui, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membukukan catatan di akhir penyelesaian Grand Strategi Polri 2005-2025. Kepercayaan publik terhadap Polri melalui hasil survei Litbang Kompas tercatat cukup tinggi dan meningkat tajam mencapai 73 persen menjelang HUT Ke-78 Polri.
"Keberhasilan ini harus dijadikan cermin oleh Pimpinan Polri ke depan, dimana adanya riak-riak kecil di internal yang membuat reformasi kultural belum menunjukkan kemajuan besar," ungkap Sugeng.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)