Ponpes Al Zaytun, foto: Medcom/Rofahan
Ponpes Al Zaytun, foto: Medcom/Rofahan

Polisi Buka Peluang Dalami Dugaan Keterkaitan Ponpes Al Zaytun dengan NII

Siti Yona Hukmana • 06 Juli 2023 14:33
Jakarta: Bareskrim Polri buka peluang mendalami dugaan keterkaitan Pondok Pesantren Al Zaytun dengan Negara Islam Indonesia (NII). Penyelidikan dilakukan bila ditemukan bukti.
 
"Kalau perkara nanti penyidikan kita dapatkan itu (bukti), akan kita tindak lanjuti," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis, 6 Juli 2023.
 
Djuhandhani mengatakan penyidik saat ini fokus menyidik kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Panji Gumilang. Dia meminta jangan dikaitkan ke hal lain terlebih dahulu. 

Polisi masih fokus mencari bukti terkait Pasal 156 A KUHP tentang Penistaan Agama. "Kami sampaikan kami menyidik tentang 156, tentang personel, tentang oknum, jangan dikait-kaitkan dulu di situ," ungkap Djuhandhani.
 
Djuhandhani mengatakan Panji masih berstatus saksi. Panji diperiksa sebagai saksi terlapor pada Senin, 3 Juli 2023. 
 
Djuhandhani belum mau berspekulasi terkait pemanggilan ulang Panji. "Kita lihat nanti," ujar dia.
 
Baca juga: PPATK Benarkan 289 Rekening Panji Gumilang dan Ponpes Al Zaytun Mencurigakan

Selain Pasal 156 A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penistaan Agama, polisi menemukan pidana lain yang dilakukan Panji. Polisi menggelar perkara tambahan pada Rabu siang, 5 Juli 2023 dan menemukan unsur pidana ujaran kebencian mengandung suku, agama, ras dan antara golongan (SARA) serta berita bohong.
 
"Ditemukan oleh penyidik pidana lain dengan persangkaan tambahan yaitu Pasal 45a ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan/atau Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana," beber Djuhandhani.
 
Pasal 45A ayat (2) UU ITE berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
 
Sedangkan, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 mengatur terkait berita bohong. Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABK)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan