Aiptu (Purn) Ismail Bolong saat membuat vedio kesaksian soal penambangan ilegal/Tangkapan layar
Aiptu (Purn) Ismail Bolong saat membuat vedio kesaksian soal penambangan ilegal/Tangkapan layar

Usut Perkara Ismail Bolong, Koordinasi Antarpihak Disebut Mendesak

Candra Yuri Nuralam • 16 Maret 2023 16:31
Jakarta: Seluruh penegak hukum diminta bergotong royong mengusut dugaan suap tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim) yang menjerat Ismail Bolong. Koordinasi antarpihak dinilai penting untuk membantu Polri bersih-bersih.
 
"Kami meminta bapak Presiden Joko Widodo menginstruksikan seluruh aparat penegak hukum mulai dari Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga kejaksaan untuk mengusut tuntas kasus suap yang dilakukan Ismail Bolong," ujar Ketua Perkumpulan Pemuda Keadilan Dendi Budiman melalui keterangan tertulis, Kamis, 16 Maret 2023.
 
Dendi mengatakan koordinasi antarpenegak hukum juga bisa membongkar kabar keterlibatan petinggi Polri dalam perkara itu. KPK diminta tidak diam dan merespons perkara tersebut.

"Meminta KPK untuk tidak tebang pilih dalam menindak koruptor," ucap Dendi.
 

Baca: Didesak Turun Tangan di Kasus Ismail Bolong, Komitmen KPK Dinilai Sedang Diuji


Dia juga meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberi perhatian khusus pada perkara ini. Termasuk, menindak petinggi Polri yang diduga terlibat.
 
Juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri meminta laporan langsung untuk mendalami keterlibatan petinggi Polri dalam perkara itu. Aduan diharap dibarengi dengan bukti yang lengkap.
 
"Silakan masyarakat bila menemukan dugaan korupsi laporkan ke KPK, kami pasti tindaklanjuti dengan verifikasi dan telaah proses administratifnya," ucap Ali melalui keterangan tertulis, Kamis, 2 Februari 2023.
 
Ali menjelaskan bukti awal yang dibawa pelapor penting untuk menindaklanjuti aduan. Jika tidak, KPK bakal kesulitan melakukan pendalaman.
 
"Ini kan kemudian bagi kami tidak optimal karena tindaklanjutnya ada kolaborasi dengan pelapornya," ujar Ali.
 
Kasus ini mencuat setelah Aiptu (Purn) Ismail Bolong membuat video testimoni yang menyebut Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menerima setoran uang Rp6 miliar dari seorang pengusaha untuk mengamankan tambang ilegal di Kaltim. Setelah itu, beredar surat laporan hasil penyelidikan (LHP) yang ditujukan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dari Kepala Divisi Propam Polri, saat itu Ferdy Sambo, Nomor: R/1253/WAS.2.4/2022/IV/DIVPROPAM, tanggal 7 April 2022, bersifat rahasia.
 
Dalam dokumen poin h, tertulis Aiptu Ismail Bolong memberikan uang koordinasi ke Bareskrim Polri diserahkan kepada Kombes BH selaku Kasubdit V Dittipidter sebanyak 3 kali. Yaitu bulan Oktober, November dan Desember 2021 sebesar Rp3 miliar setiap bulan untuk dibagikan di Dittipidter Bareskrim.
 
Selain itu, juga memberikan uang koordinasi kepada mantan Komjen Agus Andrianto selaku Kabareskrim Polri secara langsung di ruang kerja Kabareskrim dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat sebanyak 3 kali, yaitu Oktober, November dan Desember 2021, sebesar Rp2 miliar.
 
Kesimpulan laporan hasil penyelidikan ditemukan fakta-fakta bahwa di wilayah hukum Polda Kaltim terdapat beberapa penambangan batu bara ilegal yang tidak dilengkapi izin usaha penambangan (IUP). Namun, tidak dilakukan upaya tindakan hukum dari Polsek, Polres, Polda Kaltim dan Bareskrim karena adanya uang koordinasi dari para pengusaha tambang ilegal. Selain itu, ada kedekatan Tan Paulin dan Leny Tulus dengan pejabat Polda Kaltim.
 
Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini. Mereka ialah Ismail Bolong, RP, dan BP. Penetapan tersangka berbekal laporan polisi (LP) nomor: LP/A/0099/II/2022/SPKT.Dittipidter/Bareskrim Polri, tanggal 23 Februari 2022, terkait dugaan penambangan ilegal yang berlangsung sejak awal November 2021.
 
Penyidikan kasus Ismail Bolong, mantan Anggota Satuan Intelkam Polresta Samarinda ini hanya terkait izin tambang. Penyidik belum menggali soal dugaan suap.
 
Ketiga tersangka telah ditahan. Mereka dijerat Pasal 158 dan Pasal 161 Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Kemudian, Pasal 55 ayat 1 KUHP. Dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar. 
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan