foto: Renatha
foto: Renatha

​Tidak Ada Dasar Hukum, Korupsi Politik Tidak Bisa Diadili

Renatha Swasty • 20 September 2014 15:34
medcom.id, Jakarta. Jaksa penuntut umum pada KPK dalam tuntutan kasus dugaan gratifikasi menyebut Anas Urbaningrum anggota DPR yang melakukan korupsi guna mengumpulkan dana untuk menjadi Presiden. Tuntutan ini, dinilai tidak bisa diadili, sebab tidak memiliki dasar hukum.
 
"Munculnya istilah tentang korupsi politik ini diterapkan dalam vonis LHI (Luthfi Hasan Ishaaq). Penerapan ini tidak tepat, karena setelah kami pelajari, yang dijadikan dasar memutus vonis itu adalah disertasi Artidjo Alkostar dia di Undip," kata Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia Fadli Nasution, dalam diskusi Polekmik Sindo FM di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (20/9/2014).
 
Dengan ketus Fadli menyebut, putusan yang dibuat pada LHI tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Sebab, berdasarkan pada disertasi bukan landasan hukum yang berlaku.

Bila kemudian putusan diberlakukan ke orang lain, ditakutkan akan mencederai hukum. Karena itu perlu lebih dulu dilakukan pengubahan pada undang-undang yang berlaku saat ini.
 
"Hukum pidana tidak berlaku surut, tidak mengenal analogi, silahkan gunakan korupsi politik karena jabatan publiknya, tapi revisi UU, masukan ke UU Tipikor, baru bisa diterapkan," tandas dia
 
Sementara itu, pemeliti ICW Tama Satya Langkun, menyebut, korupsi politik bisa diadili. Menurut dia dalam beberapa persidangan telah terbukti banyak anggota politik menggunakan kekuasaannya untuk melakukan korupsi.
 
"Dalam hal ini, korupsi politik fenomena yg dijelaskan. Terbukti ada uang-uang buat pendanaan politik dipakai dari hasil korupsi," kata Tama.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LHE)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan