medcom.id, Jakarta: Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Roichatul Aswidah belum memahami niat pemerintah membentuk Dewan Kerukunan Nasional (DKN). Padahal, penyelesaian konflik sosial sudah diatur dalam Undang-undang nomor 7 tahun 2012.
"Saya kira ini tertangkap dengan baik di Undang-undang tentang penyelesaian konflik sosial," kata Roi usai diskusi di Jalan Cikini Raya, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu 1 Maret 2017.
Roi menjelaskan, dalam Undang-undang itu diatur otoritas setempat harus mendeklarasikan kondisi konflik sosial. Jika konflik sosial terjadi di daerah, otoritas setempat harus membentuk satuan tugas.
Satuan tugas ini bersifat adhock, bukan permanen. Karena, penetapan status darurat terhadap konflik sosial harus memiliki batasan waktu yang jelas.
"Itu harus dideklarasi secara resmi sampai kapan, lalu pembatasan hak mana yang dibatasi, dari kapan sampai kapan, lalu otoritas pindah atau tidak," jelas Roi.
Setelah itu, aturan itu menentukan pembuatan satuan tugas nasional untuk menangani masalah ini. Roi tak bisa menjawab dengan pasti apakah DKN cocok untuk menyelesaikan konflik sosial yang terjadi saat ini.
"Kalau DKN itu dipersepsikan permanen dia menjawab konflik yang mana. Karena kalau di UU tentang PKS (penyelesaian konflik sosial) itu jelas, nasional ya nasional kalau daerah yang mana," kata Roi.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan, pembentukan DKN mempermudah penyelesaian konflik sosial yang terjadi di masyarakat. Wiranto ingin mengedepankan musyawarah mufakat yang dianut masyarakat Indonesia sejak dulu.
Namun, karena menganut Undang-undang yang diadopsi dari Eropa, berbagai kasus yang terjadi di masyarakat masuk ke meja hijau. Selain itu, Wiranto juga melihat Komnas HAM selalu masuk dalam dan menyelediki setiap kasus yang terjadi di masyarakat. Akibatnya, masalah itu dibawa ke pengadilan.
Selain itu, Wiranto juga menegaskan, DKN akan merupakan upaya pemerintah menggantikan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional yang pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi.
"Kita hidupkan satu falsafah bangsa kita sendiri menyelesaikan satu perkara dengan musyawarah mufakat," kata Wiranto usai rapat kabinet di Istana Bogor, Rabu 4 Januari.
medcom.id, Jakarta: Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Roichatul Aswidah belum memahami niat pemerintah membentuk Dewan Kerukunan Nasional (DKN). Padahal, penyelesaian konflik sosial sudah diatur dalam Undang-undang nomor 7 tahun 2012.
"Saya kira ini tertangkap dengan baik di Undang-undang tentang penyelesaian konflik sosial," kata Roi usai diskusi di Jalan Cikini Raya, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu 1 Maret 2017.
Roi menjelaskan, dalam Undang-undang itu diatur otoritas setempat harus mendeklarasikan kondisi konflik sosial. Jika konflik sosial terjadi di daerah, otoritas setempat harus membentuk satuan tugas.
Satuan tugas ini bersifat adhock, bukan permanen. Karena, penetapan status darurat terhadap konflik sosial harus memiliki batasan waktu yang jelas.
"Itu harus dideklarasi secara resmi sampai kapan, lalu pembatasan hak mana yang dibatasi, dari kapan sampai kapan, lalu otoritas pindah atau tidak," jelas Roi.
Setelah itu, aturan itu menentukan pembuatan satuan tugas nasional untuk menangani masalah ini. Roi tak bisa menjawab dengan pasti apakah DKN cocok untuk menyelesaikan konflik sosial yang terjadi saat ini.
"Kalau DKN itu dipersepsikan permanen dia menjawab konflik yang mana. Karena kalau di UU tentang PKS (penyelesaian konflik sosial) itu jelas, nasional ya nasional kalau daerah yang mana," kata Roi.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan, pembentukan DKN mempermudah penyelesaian konflik sosial yang terjadi di masyarakat. Wiranto ingin mengedepankan musyawarah mufakat yang dianut masyarakat Indonesia sejak dulu.
Namun, karena menganut Undang-undang yang diadopsi dari Eropa, berbagai kasus yang terjadi di masyarakat masuk ke meja hijau. Selain itu, Wiranto juga melihat Komnas HAM selalu masuk dalam dan menyelediki setiap kasus yang terjadi di masyarakat. Akibatnya, masalah itu dibawa ke pengadilan.
Selain itu, Wiranto juga menegaskan, DKN akan merupakan upaya pemerintah menggantikan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional yang pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi.
"Kita hidupkan satu falsafah bangsa kita sendiri menyelesaikan satu perkara dengan musyawarah mufakat," kata Wiranto usai rapat kabinet di Istana Bogor, Rabu 4 Januari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)