medcom.id, Jakarta: Polisi dinilai terlalu memaksakan kasus Buni Yani buat dibawa ke pengadilan. Sebab, Kejaksaan selalu mengembalikan berkas yang dilimpahkan polisi.
Kuasa Hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian, mempertanyakan pemberkasan kasus kliennya yang tak kunjung rampung.
Polisi sudah melimpahkan berkas Buni Yani ke Kejaksaan pada pertengahan Desember 2016. Namun berkas tersebut belum juga dinyatakan lengkap (P21).
"Seharusnya dari 19 Desember (2016) itu ada waktu 14 hari untuk berkas dikembalikan," kata Aldwin, Kamis 23 Februari 2017.
Menurut Aldwin, berkas Buni Yani yang semula dilimpahkan Polda Metro Jaya ke Kejaksaan Tinggi DKI, kini dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
"Tanggal 19 Desember itu. Hampir tiga bulan berkasnya itu enggak dibolik-balik lagi. Nah, terakhir saya dengar masuknya ke Kejati Jabar. Jadi sebetulnya dari awal terlalu dipaksakan," ujar Aldwin.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI, Waluyo, mengatakan, pihaknya sempat menerima pelimpahan berkas perkara Buni Yani, namun dikembalikan ke penyidik karena dianggap salah alamat.
"Dulu kan dikirim ke sini, tapi dibalikin lagi, kemudian dilimpahkan ke (Kejati) Jabar," ujar Waluyo.
Menurut Waluyo, locus delicti atau tempat terjadinya tindak pidana yang dilakukan Buni Yani berada di Depok, Jawa Barat. Sehingga jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejati DKI tak berwenang menangani berkas tersebut.
"Locus-nya pada saat itu di Jabar. Meng-upload dan semuanya itu di sana (Depok). Memang awalnya ke kita, tapi setelah diteliti JPU, locus delicti-nya ada di Jabar," jelas Waluyo.
Buni Yani merupakan pengunggah potongan video pidato Gubernur DKI Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama ketika memberikan sambutan yang mengutip surat Al-Maidah 51 di Kepulauan Seribu, September lalu. Buni juga mentranskrip omongan Ahok melalui video berdurasi setengah menit.
Dalam transkripan, ada kata yang dihilangkan Buni. Hal itu diduga menyebabkan pro kontra di kalangan netizen.
Buni lalu dilaporkan Komunitas Muda Ahok Djarot (Kotak Adja) ke Polda Metro Jaya. Ketua Kotak Adja, Muannas Alaidid, berpendapat Buni memprovokasi masyarakat melalui unggahan ulang video pidato Ahok.
Buni ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ia diancam hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/0KvmqP4k" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Polisi dinilai terlalu memaksakan kasus Buni Yani buat dibawa ke pengadilan. Sebab, Kejaksaan selalu mengembalikan berkas yang dilimpahkan polisi.
Kuasa Hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian, mempertanyakan pemberkasan kasus kliennya yang tak kunjung rampung.
Polisi sudah melimpahkan berkas Buni Yani ke Kejaksaan pada pertengahan Desember 2016. Namun berkas tersebut belum juga dinyatakan lengkap (P21).
"Seharusnya dari 19 Desember (2016) itu ada waktu 14 hari untuk berkas dikembalikan," kata Aldwin, Kamis 23 Februari 2017.
Menurut Aldwin, berkas Buni Yani yang semula dilimpahkan Polda Metro Jaya ke Kejaksaan Tinggi DKI, kini dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
"Tanggal 19 Desember itu. Hampir tiga bulan berkasnya itu enggak dibolik-balik lagi. Nah, terakhir saya dengar masuknya ke Kejati Jabar. Jadi sebetulnya dari awal terlalu dipaksakan," ujar Aldwin.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI, Waluyo, mengatakan, pihaknya sempat menerima pelimpahan berkas perkara Buni Yani, namun dikembalikan ke penyidik karena dianggap salah alamat.
"Dulu kan dikirim ke sini, tapi dibalikin lagi, kemudian dilimpahkan ke (Kejati) Jabar," ujar Waluyo.
Menurut Waluyo, locus delicti atau tempat terjadinya tindak pidana yang dilakukan Buni Yani berada di Depok, Jawa Barat. Sehingga jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejati DKI tak berwenang menangani berkas tersebut.
"Locus-nya pada saat itu di Jabar. Meng-upload dan semuanya itu di sana (Depok). Memang awalnya ke kita, tapi setelah diteliti JPU, locus delicti-nya ada di Jabar," jelas Waluyo.
Buni Yani merupakan pengunggah potongan video pidato Gubernur DKI Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama ketika memberikan sambutan yang mengutip surat Al-Maidah 51 di Kepulauan Seribu, September lalu. Buni juga mentranskrip omongan Ahok melalui video berdurasi setengah menit.
Dalam transkripan, ada kata yang dihilangkan Buni. Hal itu diduga menyebabkan pro kontra di kalangan netizen.
Buni lalu dilaporkan Komunitas Muda Ahok Djarot (Kotak Adja) ke Polda Metro Jaya. Ketua Kotak Adja, Muannas Alaidid, berpendapat Buni memprovokasi masyarakat melalui unggahan ulang video pidato Ahok.
Buni ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ia diancam hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)