medcom.id, Jakarta: Pemerintah mengaku hukum baru tentang kebiri sudah dilandaskan dan mempertimbangkan Hak Asasi Manusia (HAM). Sanksi itu juga tidak diterapkan kepada seluruh kejahatan kekerasan seksual. Namun ada pertimbangan-pertimbangan yang akan diputuskan oleh pengadilan.
"Bagaimanapun kita (sanksi kebiri) juga sudah cukup mendalam soal itu (HAM). Dia kan hukuman alternatif bukan satu-satunya, tentu nanti hakim akan melihat fakta-fakta," terang Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly, di sela mnghadiri peluncuran buku karya Muladi berjudul Kompleksitas Perkembangan Tindak Pidana dan Kebijakn Kriminal, di Gedung Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), Jakarta, Sabtu (28/5/2016).
Dia mengatakan, pemerintah tidak menekankan hanya kebiri memberi sanksi kepada penjahat seksual yang itu tertuang dalam Peraturan Pengganti Undang-undang nomor 1 tahun 2016. Kebiri pun diperuntukan bagi penjahat seksual yang melakuan kejahatan ini berulang serta dipandang banyak merugikan seperti menyebabkan trauma dan lainnya.
"Kalau dia lakukan paedofil berulang kali hukumannya maksimal bisa sampai 20 tahun. Kalau dia menyebabkan luka trauma bahkan bisa seumur hidup dan akan diumumkan kepada publik hukuman kebiri tambahan deteksi itu berdasarkan fakta hukumnya nanti di pengadilan," kata dia.
Ia mengatakan, putusan hukuman kebiri hakim tidak dijatuhkan sembarangan kepada semua orang yang melakukan kejahatan seksual.
"Pasti adalah sesuatu pemberatan seberat-beratnya sehingga itu akan diterapkan dan tentu hakim juga akan menyampaikan bagaimana nanti alasan yuridisnya mengapa orang yang bersangkutan dikebiri," kata dia.
Nantinya Perppu yang menyuratkan sanksi kebiri akan diatur lagi. Menurutnya itu akan diatur dalam Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden.
"Aturannya nanti akan bahas bagaimana teknisnya dilakukan (kebiri). Jadi Perppu ini enggak langsung lakukan kebiri kok," kata dia.
Hal lain, lanjut Yasonna, soal tenaga medis yang menolak kebiri bukan merupakan hambatan. Sebab kebiri nantinya tertuang dan didasarkan pada putusan pengadilan sehingga eksekusi bersifat wajib dilakukan. Sebab kebiri sudah banyak diterapkan di negara lain termasuk di negara daratan benua Eropa.
"Kalau dokter yang menolak kan nanti ada dokter polisi, kalau karena dia dilindungi UU. Namun hukuman ini tidak asal dilakukan sebab ini adalah hukuman tambahan yang kalau dilihat bagaimana sifat kejahatan yang telah terjadi," kata dia.
medcom.id, Jakarta: Pemerintah mengaku hukum baru tentang kebiri sudah dilandaskan dan mempertimbangkan Hak Asasi Manusia (HAM). Sanksi itu juga tidak diterapkan kepada seluruh kejahatan kekerasan seksual. Namun ada pertimbangan-pertimbangan yang akan diputuskan oleh pengadilan.
"Bagaimanapun kita (sanksi kebiri) juga sudah cukup mendalam soal itu (HAM). Dia kan hukuman alternatif bukan satu-satunya, tentu nanti hakim akan melihat fakta-fakta," terang Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly, di sela mnghadiri peluncuran buku karya Muladi berjudul Kompleksitas Perkembangan Tindak Pidana dan Kebijakn Kriminal, di Gedung Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), Jakarta, Sabtu (28/5/2016).
Dia mengatakan, pemerintah tidak menekankan hanya kebiri memberi sanksi kepada penjahat seksual yang itu tertuang dalam Peraturan Pengganti Undang-undang nomor 1 tahun 2016. Kebiri pun diperuntukan bagi penjahat seksual yang melakuan kejahatan ini berulang serta dipandang banyak merugikan seperti menyebabkan trauma dan lainnya.
"Kalau dia lakukan paedofil berulang kali hukumannya maksimal bisa sampai 20 tahun. Kalau dia menyebabkan luka trauma bahkan bisa seumur hidup dan akan diumumkan kepada publik hukuman kebiri tambahan deteksi itu berdasarkan fakta hukumnya nanti di pengadilan," kata dia.
Ia mengatakan, putusan hukuman kebiri hakim tidak dijatuhkan sembarangan kepada semua orang yang melakukan kejahatan seksual.
"Pasti adalah sesuatu pemberatan seberat-beratnya sehingga itu akan diterapkan dan tentu hakim juga akan menyampaikan bagaimana nanti alasan yuridisnya mengapa orang yang bersangkutan dikebiri," kata dia.
Nantinya Perppu yang menyuratkan sanksi kebiri akan diatur lagi. Menurutnya itu akan diatur dalam Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden.
"Aturannya nanti akan bahas bagaimana teknisnya dilakukan (kebiri). Jadi Perppu ini enggak langsung lakukan kebiri kok," kata dia.
Hal lain, lanjut Yasonna, soal tenaga medis yang menolak kebiri bukan merupakan hambatan. Sebab kebiri nantinya tertuang dan didasarkan pada putusan pengadilan sehingga eksekusi bersifat wajib dilakukan. Sebab kebiri sudah banyak diterapkan di negara lain termasuk di negara daratan benua Eropa.
"Kalau dokter yang menolak kan nanti ada dokter polisi, kalau karena dia dilindungi UU. Namun hukuman ini tidak asal dilakukan sebab ini adalah hukuman tambahan yang kalau dilihat bagaimana sifat kejahatan yang telah terjadi," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)