Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang, Bengkulu, Janner Purba tiba di Gedung KPK. Foto: MI/Rommy Pujianto
Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang, Bengkulu, Janner Purba tiba di Gedung KPK. Foto: MI/Rommy Pujianto

KPK Incar Hakim Lain di Kasus Suap RSUD Bengkulu

Yogi Bayu Aji • 07 Juni 2016 20:32
medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengincar hakim lain yang diduga menerima suap dalam kasus korupsi penyalahgunaan honor Dewan Pembina RSUD M. Yunus Bengkulu tahun anggaran 2011 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bengkulu.
 
Hari ini, KPK memanggil hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu Siti Inshiroh sebagai saksi. Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati menjelaskan, hal ini dilakukan demi menggali proses persidangan perkara RSUD M. Yunus di Pengadilan Tipikor.
 
"(Siti) dikonfirmasi karena dia salah satu majelis hakim, dikonfirmasi perjalanan kasus selama di (Pengadilan) Tipikor dan bagaimana peran masing-masing majelis hakim karena dia kan tahu," kata Yuyuk di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (7/6/2016).
 
Selain Siti, mantan Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah juga dipanggil KPK. Pria yang sudah jadi tersangka Bareskrim dalam kasus dugaan korupsi di RSUD M. Yunus dicecar soal surat keputusan pemberian honor Dewan Pembina RSUD.
 
"Dia dimintai keterangan seputar pengetahuannya tentang SK pemberian honor karena dia yang tanda tangan SK," ujarnya.
 
KPK membongkar kasus dugaan suap terkait penanganan perkara korupsi penyalahgunaan honor Dewan Pembina RSUD M. Yunus Bengkulu di Pengadilan Tipikor Bengkulu pada Senin 23 Mei lalu. Kasus itu terungkap dari hasil operasi tangkap tangan.
 
Dari pihak pengadil, KPK menangkap Kepala PN Kepahiang Janner Purba, Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Bengkulu Toton, dan Panitera Pengganti PN Bengkulu Badarudin Bacshin. Sementara dari terdakwa, Lembaga Antikorupsi mencokok mantan Kabag Keuangan RS M. Yunus Safri Safei, dan mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RS M. Yunus Edi Santoni.
 
Janner Purba yang jadi salah satu hakim diduga menerima fulus Rp650 juta. Rp150 juta diterima dari Safri saat OTT sedangkan Rp500 juta dari Edi diserahkan pada 17 Mei dan disimpan di lemari di ruang kerja Kepala PN Kepahiang.
 
Suap diduga bertujuan agar pengadilan mau menjatuhkan vonis bebas Safri dan Edi yang duduk di kursi pesakitan. Sidang pembacaan putusan pun sejatinya digelar 24 Mei namun mereka keburu diciduk Lembaga Antikorupsi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan