medcom.id, Jakarta: Koodinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar berstatus terlapor. Ia dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Polri, TNI dan Badan Narkotika Nasional karena dugaan pencemaran. Hal itu terkait penyebaran 'nyanyian' gembong narkoba Freddy Budiman.
Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar menilai Polri dan institusi lain reaktif dalam menghadapi 'nyanyian' Freddy yang ditulis dan disebarkan Haris di media sosial.
"Kita sangat berharap para pejabat penegak hukum, termasuk Kapolri, bersikap demokratis, berpandang luas, tidak subyektif dan reaktif menerima kritik. Tidak masanya lagi para pejabat (penegak hukum) unjuk kekuasaan," kata Bambang, Jumat (5/8/2016).
Haris dilaporkan ke Bareskrim Polri karena dianggap menyebarluaskan informasi melalui media sosial yang tidak bisa dikonformasi kebenarannya. Informasi itu dinilai berisi fitnah.
Langkah itu, kata Bambang, tentunya akan berdampak pada masyarakat yang takut melaporkan adanya oknum pejabat penegak hukum yang bermain dengan gembong narkoba. "Nanti bisa dituntut pencemaran nama baik. Ini yang disayangkan," ujarnya.
Kabag Penum Divhumas Polri Kombes Martinus Sitompul--Metrotvnews.com/Ilham Wibowo.
Kabag Penum Divhumas Polri Kombes Martinus Sitompul mengatakan Haris Azhar masih berstatus terlapor. Penyidik Bareskrim belum meminta keterangan apa-ada dari dia terkait testimoni Freddy.
"Terkait dengan pelaporan (terhadap Haris), akan kita tindaklanjuti dengan menunjuk penyidiknya. Kemudian membuat rencana penyelidikan," kata Martinus di Komplek Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis 4 Agustus.
Menurut Martinus, penyidik belum melakukan pendalaman apa pun terkait pelaporan terhadap Haris. Rencana penyelidikan masih dalam tahap penyusunan untuk menentukan saksi, barang bukti yang perlu dikumpulkan, dan pemanggilan saksi serta terlapor.
Baca: Status Haris Azhar Masih Terlapor
Sementara Haris menyarankan Presiden Joko Widodo membentuk tim independen untuk mengungkap kebenaran cerita Freddy Budiman.
Haris mengatakan, tim independen dapat mengusut kebenaran dugaan adanya keterlibatan oknum aparat penegak hukum dalam kasus narkoba. Haris menilai, keterlibatan oknum penegak hukum dalam kasus narkoba merupakan persoalan besar.
"Presiden bikin tim independenlah, karena ini persoalannya (besar)," kata Haris kepada Metrotvnews.com, Kamis 4 Agustus.
Koodinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar--Metrotvnews.com/Githa.
Haris Azhar mengaku mendapatkan kesaksian dari Freddy ketika bertemu di penjara Nusakambangan pada 2014. Dalam tulisan itu Haris mengungkap tuduhan suap ratusan miliar rupiah yang dilakukan terpidana mati narkoba itu kepada BNN dan pejabat Polri.
Baca: Presiden Disarankan Bentuk Tim Independen Usut `Nyanyian` Freddy
Haris juga mengungkapkan ada asupan dana untuk melancarkan peredaran narkoba milik Freddy Budiman sebesar Rp450 miliar untuk BNN serta Rp90 miliar untuk pejabat tertentu di Mabes Polri. Hal itu diungkapkan Haris melalui postingan di media sosial Facebook.
medcom.id, Jakarta: Koodinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar berstatus terlapor. Ia dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Polri, TNI dan Badan Narkotika Nasional karena dugaan pencemaran. Hal itu terkait penyebaran 'nyanyian' gembong narkoba Freddy Budiman.
Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar menilai Polri dan institusi lain reaktif dalam menghadapi 'nyanyian' Freddy yang ditulis dan disebarkan Haris di media sosial.
"Kita sangat berharap para pejabat penegak hukum, termasuk Kapolri, bersikap demokratis, berpandang luas, tidak subyektif dan reaktif menerima kritik. Tidak masanya lagi para pejabat (penegak hukum) unjuk kekuasaan," kata Bambang, Jumat (5/8/2016).
Haris dilaporkan ke Bareskrim Polri karena dianggap menyebarluaskan informasi melalui media sosial yang tidak bisa dikonformasi kebenarannya. Informasi itu dinilai berisi fitnah.
Langkah itu, kata Bambang, tentunya akan berdampak pada masyarakat yang takut melaporkan adanya oknum pejabat penegak hukum yang bermain dengan gembong narkoba. "Nanti bisa dituntut pencemaran nama baik. Ini yang disayangkan," ujarnya.
Kabag Penum Divhumas Polri Kombes Martinus Sitompul--Metrotvnews.com/Ilham Wibowo.
Kabag Penum Divhumas Polri Kombes Martinus Sitompul mengatakan Haris Azhar masih berstatus terlapor. Penyidik Bareskrim belum meminta keterangan apa-ada dari dia terkait testimoni Freddy.
"Terkait dengan pelaporan (terhadap Haris), akan kita tindaklanjuti dengan menunjuk penyidiknya. Kemudian membuat rencana penyelidikan," kata Martinus di Komplek Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis 4 Agustus.
Menurut Martinus, penyidik belum melakukan pendalaman apa pun terkait pelaporan terhadap Haris. Rencana penyelidikan masih dalam tahap penyusunan untuk menentukan saksi, barang bukti yang perlu dikumpulkan, dan pemanggilan saksi serta terlapor.
Baca: Status Haris Azhar Masih Terlapor
Sementara Haris menyarankan Presiden Joko Widodo membentuk tim independen untuk mengungkap kebenaran cerita Freddy Budiman.
Haris mengatakan, tim independen dapat mengusut kebenaran dugaan adanya keterlibatan oknum aparat penegak hukum dalam kasus narkoba. Haris menilai, keterlibatan oknum penegak hukum dalam kasus narkoba merupakan persoalan besar.
"Presiden bikin tim independenlah, karena ini persoalannya (besar)," kata Haris kepada
Metrotvnews.com, Kamis 4 Agustus.
Koodinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar--Metrotvnews.com/Githa.
Haris Azhar mengaku mendapatkan kesaksian dari Freddy ketika bertemu di penjara Nusakambangan pada 2014. Dalam tulisan itu Haris mengungkap tuduhan suap ratusan miliar rupiah yang dilakukan terpidana mati narkoba itu kepada BNN dan pejabat Polri.
Baca: Presiden Disarankan Bentuk Tim Independen Usut `Nyanyian` Freddy
Haris juga mengungkapkan ada asupan dana untuk melancarkan peredaran narkoba milik Freddy Budiman sebesar Rp450 miliar untuk BNN serta Rp90 miliar untuk pejabat tertentu di Mabes Polri. Hal itu diungkapkan Haris melalui postingan di media sosial Facebook.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)