Jakarta: Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk polisi dunia maya atau virtual police dalam program prioritas 100 hari kerja. Tercatat ratusan konten ditegur akibat mengandung ujaran kebencian.
"Selama kurun waktu 23 Februari sampai dengan 10 Mei itu ada sekitar 472 konten yang diberikan peringatan," ujar Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono, di Gedung Humas Polri, Jakarta Selatan, Senin, 17 Mei 2021.
Konten yang paling banyak ditegur di platform Facebook mencapai 228 konten. Selanjutnya, Twitter 224 konten.
"Dari 476 ini, ada 332 konten yang mengandung SARA. Kemudian 100 konten tidak memenuhi ujaran kebencian tidak kita kirimkan peringatan," beber Argo.
(Baca: Virtual Police Dipastikan Bukan Alat Represi Baru)
Argo membantah virtual police sebagai upaya kriminalisasi suara masyarakat di media sosial. Ia menyebut virtual police sebagai sarana edukasi kepada masyarakat dalam bermedia sosial.
"Apa yang mereka tulis di suatu media sosial, kalau ada indikasi melanggar pidana kan kita edukasi dulu, kita kasih tahu karena seperti ini tulisannya itu adalah tidak boleh melanggar hukum," tutur dia.
Argo mengatakan edukasi tersebut merupakan langkah preventif pihak kepolisian sebelum tindakan represif. Hal ini diyakini dapat menyadarkan warganet bijak menggunakan media sosial.
Jakarta:
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk polisi dunia maya atau
virtual police dalam program prioritas 100 hari kerja. Tercatat ratusan konten ditegur akibat mengandung
ujaran kebencian.
"Selama kurun waktu 23 Februari sampai dengan 10 Mei itu ada sekitar 472 konten yang diberikan peringatan," ujar Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono, di Gedung Humas Polri, Jakarta Selatan, Senin, 17 Mei 2021.
Konten yang paling banyak ditegur di platform Facebook mencapai 228 konten. Selanjutnya, Twitter 224 konten.
"Dari 476 ini, ada 332 konten yang mengandung SARA. Kemudian 100 konten tidak memenuhi ujaran kebencian tidak kita kirimkan peringatan," beber Argo.
(Baca:
Virtual Police Dipastikan Bukan Alat Represi Baru)
Argo membantah virtual police sebagai upaya kriminalisasi suara masyarakat di media sosial. Ia menyebut virtual police sebagai sarana edukasi kepada masyarakat dalam bermedia sosial.
"Apa yang mereka tulis di suatu media sosial, kalau ada indikasi melanggar pidana kan kita edukasi dulu, kita kasih tahu karena seperti ini tulisannya itu adalah tidak boleh melanggar hukum," tutur dia.
Argo mengatakan edukasi tersebut merupakan langkah preventif pihak kepolisian sebelum tindakan represif. Hal ini diyakini dapat menyadarkan warganet bijak menggunakan media sosial.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)