Jakarta: Mabes Polri membantah telah menyadap sejumlah aktivis yang bersuara lantang terhadap demokrasi dan pemerintahan. Polisi tidak berhak membungkam masyarakat dalam berekspresi.
"Sebenarnya tidak ada ya (penyadapan aktivis), kami terbuka dalam demokrasi ini. Siapa pun boleh menyampaikan pendapat, yang penting sesuai dengan aturan yang kita punya," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 1 Juli 2020.
Argo menegaskan Polri tak coba mengekang kebebasan masyarakat dalam menyampaikan pendapat. Polisi baru menindak tegas bila penyampaian aspirasi itu tidak sesuai dengan aturan hukum.
"Tidak ada pengekangan, semuanya itu bebas, tapi ada aturan yang mengatur. Silahkan saja misalnya ada yang tidak diterima kan bisa menyampaikan pendapatnya di muka umum," ucap Argo.
Korps Bhayangkara akan mengawal demonstrasi atau penyampaian pendapat masyarakat agar tidak terjadi kericuhan. Apalagi kalau demonstrasi tersebut digelar saat situasi pandemi covid-19.
Baca: Polisi Periksa Pihak WhatsApp dan Facebook Terkait Kasus Ravio
Pegiat advokasi legislasi Ravio Patra sebelumnya mengaku dikiriminalisasi oleh kepolisian. Dia pun melayangkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu, 3 Juni 2020.
Gugatan itu didaftarkan oleh sejumlah organisasi masyarakat yang tergabung dalam koalisi tolak kriminalisasi dan rekayasa kasus. Gugatan itu untuk menguji pelanggaran hukum atas penangkapan Ravio.
Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menangkap Ravio di Jalan Blora, Menteng, Jakarta Pusat pada Rabu, 22 April 2020, pukul 22.00 WIB. Ravio digiring ke kantor polisi karena diduga menyebarkan provokasi lewat pesan WhatsApp.
Namun, peneliti kebijakan publik itu menegaskan tidak pernah menyebarkan provokasi. Dia menyebut akun WhatsApp-nya diretas oleh orang tak bertanggung jawab. Ravio melaporkan kejadian itu ke Polda Metro Jaya pada Senin, 27 April 2020.
Jakarta: Mabes Polri membantah telah menyadap sejumlah aktivis yang bersuara lantang terhadap demokrasi dan pemerintahan. Polisi tidak berhak membungkam masyarakat dalam berekspresi.
"Sebenarnya tidak ada ya (penyadapan aktivis), kami terbuka dalam demokrasi ini. Siapa pun boleh menyampaikan pendapat, yang penting sesuai dengan aturan yang kita punya," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 1 Juli 2020.
Argo menegaskan Polri tak coba mengekang kebebasan masyarakat dalam menyampaikan pendapat. Polisi baru menindak tegas bila penyampaian aspirasi itu tidak sesuai dengan aturan hukum.
"Tidak ada pengekangan, semuanya itu bebas, tapi ada aturan yang mengatur. Silahkan saja misalnya ada yang tidak diterima kan bisa menyampaikan pendapatnya di muka umum," ucap Argo.
Korps Bhayangkara akan mengawal demonstrasi atau penyampaian pendapat masyarakat agar tidak terjadi kericuhan. Apalagi kalau demonstrasi tersebut digelar saat situasi pandemi covid-19.
Baca: Polisi Periksa Pihak WhatsApp dan Facebook Terkait Kasus Ravio
Pegiat advokasi legislasi Ravio Patra sebelumnya mengaku dikiriminalisasi oleh kepolisian. Dia pun melayangkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu, 3 Juni 2020.
Gugatan itu didaftarkan oleh sejumlah organisasi masyarakat yang tergabung dalam koalisi tolak kriminalisasi dan rekayasa kasus. Gugatan itu untuk menguji pelanggaran hukum atas penangkapan Ravio.
Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menangkap Ravio di Jalan Blora, Menteng, Jakarta Pusat pada Rabu, 22 April 2020, pukul 22.00 WIB. Ravio digiring ke kantor polisi karena diduga menyebarkan provokasi lewat pesan
WhatsApp.
Namun, peneliti kebijakan publik itu menegaskan tidak pernah menyebarkan provokasi. Dia menyebut akun
WhatsApp-nya diretas oleh orang tak bertanggung jawab. Ravio melaporkan kejadian itu ke Polda Metro Jaya pada Senin, 27 April 2020.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)