Jakarta: Polisi disebut kerap menyiksa pelaku kriminal saat proses penangkapan ataupun pemeriksaan. Penyiksaan terjadi akibat kurangnya analisis dan ketidaksiapan polisi.
"Anggota di lapangan berhadapan dengan pelaku secara mendadak. Karena itu kedua faktor (kurangnya analisis dan ketidaksiapan polisi) penyiksaan terjadi," kata Komisioner Komnas HAM Amiruddin dalam diskusi secara daring, Kamis, 25 Februari 2021.
Dia mengatakan penyiksaan juga terjadi saat kepolisian ingin mendapat pengakuan dari pelaku. Sebab, pengakuan memudahkan polisi menahan pelaku.
"Saat pemeriksaan yang berlanjut dengan penahanan, ketika polisi mengejar pengakuan timbul lah penyiksaan," kata Amiruddin.
Amirrudin menegaskan kepolisian harus berpegang pada Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian. Polisi tak seharusnya melakukan tindak kekerasan saat bertugas.
Baca: Upaya Perlindungan HAM oleh TNI Diakui
Dia juga meminta Kapolri Jenderal Pol Sigit Listyo Prabowo untuk memperjelas sanksi yang diberikan pada jajarannya yang melakukan penyiksaan. Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 harus diperbarui.
"Kalau dilihat pasal per pasal sanksi pada anggota polri yang diduga atau terbukti melakukan pelanggaran tidak terlalu jelas. Perkap ini hanya mengatakan adanya pemeriksaan etik. Pemeriksaan etik ini konsekuensinya apa?" tanya Amirrudin.
Sebelumnya, salah satu kasus penyiksaan yang dilakukan anggota kepolisian terjadi di Polresta Balikpapan pada 3 Desember 2020. Penyiksaan terhadap tahanan Herman hingga meninggal dilakukan enam aparat kepolisian. Keenam oknum dijatuhi sanksi hukum dan etik profesi.
"Anggota kepolisian yang melakukan penganiayaan mengakibatkan meninggal tersangka (Herman) kami kenakan (sanksi) pidana dan kode etik," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 9 Februari 2021.
Jakarta:
Polisi disebut kerap menyiksa pelaku kriminal saat proses penangkapan ataupun pemeriksaan. Penyiksaan terjadi akibat kurangnya analisis dan ketidaksiapan polisi.
"Anggota di lapangan berhadapan dengan pelaku secara mendadak. Karena itu kedua faktor (kurangnya analisis dan ketidaksiapan polisi) penyiksaan terjadi," kata Komisioner
Komnas HAM Amiruddin dalam diskusi secara daring, Kamis, 25 Februari 2021.
Dia mengatakan penyiksaan juga terjadi saat kepolisian ingin mendapat pengakuan dari pelaku. Sebab, pengakuan memudahkan polisi menahan pelaku.
"Saat pemeriksaan yang berlanjut dengan penahanan, ketika polisi mengejar pengakuan timbul lah penyiksaan," kata Amiruddin.
Amirrudin menegaskan kepolisian harus berpegang pada Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar
Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian. Polisi tak seharusnya melakukan tindak kekerasan saat bertugas.
Baca:
Upaya Perlindungan HAM oleh TNI Diakui
Dia juga meminta Kapolri Jenderal Pol Sigit Listyo Prabowo untuk memperjelas sanksi yang diberikan pada jajarannya yang melakukan penyiksaan. Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 harus diperbarui.
"Kalau dilihat pasal per pasal sanksi pada anggota polri yang diduga atau terbukti melakukan pelanggaran tidak terlalu jelas. Perkap ini hanya mengatakan adanya pemeriksaan etik. Pemeriksaan etik ini konsekuensinya apa?" tanya Amirrudin.
Sebelumnya, salah satu kasus
penyiksaan yang dilakukan anggota kepolisian terjadi di Polresta Balikpapan pada 3 Desember 2020. Penyiksaan terhadap tahanan Herman hingga meninggal dilakukan enam aparat kepolisian. Keenam oknum dijatuhi sanksi hukum dan etik profesi.
"Anggota kepolisian yang melakukan penganiayaan mengakibatkan meninggal tersangka (Herman) kami kenakan (sanksi) pidana dan kode etik," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 9 Februari 2021.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)