Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana memulangkan Deputi Penindakan Irjen Firli ke Polri. Pemulangan Firli ke institusi asal bahkan tengah dibahas di internal KPK.
"Jadi kalau itu udah ada rapim (rapat pimpinan)," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta, Selasa, 30 April 2019.
Menurut Agus, hingga kini usulan pengembalian Firli tengah dipelajari Deputi Pengawas Internal KPK dan memiliki waktu 10 hari untuk memutuskan pemulangan Firli tersebut.
Agus menolak menjelaskan persoalan yang tengah bergejolak di internal KPK. Dia hanya menyebut petisi yang disampaikan pegawai dari bidang penyidik dan penyelidik memang perlu ditindaklanjuti. "Petisi itu harus diperiksa," ujarnya.
Penyidik dan penyeilidik KPK melayangkan petisi untuk kelima pimpinannya. Petisi ini berkaitan dengan keluhan dari pegawai KPK atas hambatan-hambatan pengusutan sebuah perkara.
Dalam petisi itu, ada lima poin yang menjadi tuntutan para pegawai KPK di bagian penindakan agar ditanggapi secara serius oleh kelima pimpinan. Poin pertama petisi bertajuk 'Hentikan Segala Bentuk Upaya Menghambat Penanganan Kasus' itu yakni terhambatnya penanganan perkara pada ekspose tingkat Deputi dengan alasan yang tidak jelas.
Poin kedua yakni tingginya tingkat kebocoran dalam pelaksanaan penyelidikan tertutup. Hal ini terindikasi dari beberapa kali dugaan bocornya informasi operasi tangkap tangan (OTT). Ketiga, Tidak disetujuinya pemanggilan dan perlakuan khusus terhadap saksi. Pengajuan saksi-saksi pada level jabatan tertentu, ataupun golongan tertentu menjadi sangat sulit. Hal ini mengakibatkan hambatan karena tidak dapat bekerja secara optimal dalam mengumpulkan alat bukti.
Kemudian, tidak disetujuinya penggeledahan pada lokasi tertentu dan pencekalan tanpa alasan objektif. Menurut petisi tersebut, seringkali pengajuan lokasi penggeledahan pada kasus-kasus tertentu tidak diizinkan. Dengan begitu, penyidik dan penyelidik KPK merasa kesempatan untuk mencari dan mengumpulkan alat bukti semakin sempit, bahkan hampir tidak ada.
Terakhir, diduga adanya pembiaran atas dugaan pelanggaran berat. Beberapa pelanggaran berat yang dilakukan oleh oknum di bidang penindakan tidak ditindaklanjuti secara gamblang dan transparan penanganannya oleh pihak pengawas internal.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana memulangkan Deputi Penindakan Irjen Firli ke Polri. Pemulangan Firli ke institusi asal bahkan tengah dibahas di internal KPK.
"Jadi kalau itu udah ada rapim (rapat pimpinan)," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta, Selasa, 30 April 2019.
Menurut Agus, hingga kini usulan pengembalian Firli tengah dipelajari Deputi Pengawas Internal KPK dan memiliki waktu 10 hari untuk memutuskan pemulangan Firli tersebut.
Agus menolak menjelaskan persoalan yang tengah bergejolak di internal KPK. Dia hanya menyebut petisi yang disampaikan pegawai dari bidang penyidik dan penyelidik memang perlu ditindaklanjuti. "Petisi itu harus diperiksa," ujarnya.
Penyidik dan penyeilidik KPK melayangkan petisi untuk kelima pimpinannya. Petisi ini berkaitan dengan keluhan dari pegawai KPK atas hambatan-hambatan pengusutan sebuah perkara.
Dalam petisi itu, ada lima poin yang menjadi tuntutan para pegawai KPK di bagian penindakan agar ditanggapi secara serius oleh kelima pimpinan. Poin pertama petisi bertajuk 'Hentikan Segala Bentuk Upaya Menghambat Penanganan Kasus' itu yakni terhambatnya penanganan perkara pada ekspose tingkat Deputi dengan alasan yang tidak jelas.
Poin kedua yakni tingginya tingkat kebocoran dalam pelaksanaan penyelidikan tertutup. Hal ini terindikasi dari beberapa kali dugaan bocornya informasi operasi tangkap tangan (OTT). Ketiga, Tidak disetujuinya pemanggilan dan perlakuan khusus terhadap saksi. Pengajuan saksi-saksi pada level jabatan tertentu, ataupun golongan tertentu menjadi sangat sulit. Hal ini mengakibatkan hambatan karena tidak dapat bekerja secara optimal dalam mengumpulkan alat bukti.
Kemudian, tidak disetujuinya penggeledahan pada lokasi tertentu dan pencekalan tanpa alasan objektif. Menurut petisi tersebut, seringkali pengajuan lokasi penggeledahan pada kasus-kasus tertentu tidak diizinkan. Dengan begitu, penyidik dan penyelidik KPK merasa kesempatan untuk mencari dan mengumpulkan alat bukti semakin sempit, bahkan hampir tidak ada.
Terakhir, diduga adanya pembiaran atas dugaan pelanggaran berat. Beberapa pelanggaran berat yang dilakukan oleh oknum di bidang penindakan tidak ditindaklanjuti secara gamblang dan transparan penanganannya oleh pihak pengawas internal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)