Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan tersangka suap sekaligus pemegang saham PT Adimulia Agrolestari Frank Wijaya. Penyuap Kepala Kanwil BPN Riau M Syahrir itu bakal mendekam lagi di balik jeruji selama 40 hari.
"Terhitung kemarin 16 November 2022 sampai dengan 25 Desember 2022," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis, 17 November 2022.
Frank bakal mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Polres Jakarta Selatan. Lembaga Antikorupsi segera melengkapi berkas perkara Frank.
"Tim penyidik saat ini masih mengumpulkan alat bukti diantaranya dengan terus menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi yang dapat menerangkan dugaan adanya pemberian dan penerimaan untuk tersangka MS (M Syahrir) dan kawan-kawan," ujar Ali.
Kasus ini bermula ketika Frank meminta General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso untuk mengurus perpanjangan HGU perusahaannya yang akan berakhir pada 2024. Sudarso langsung menghubungi Syahrir untuk mempercepat proses pengurusan.
Syahrir meminta Rp3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura untuk mempercepat pengurusan HGU. Permintaan itu berlangsung di rumah dinas Syahrir.
Sudarso langsung melaporkan permintaan itu kepada Frank dan langsung disetujui. Frank langsung menyiapkan SGD120 ribu untuk menyanggupi mahar yang diminta Syahrir.
Penyerahan uang terjadi di rumah dinas Syahrir sekitar September 2021. Syahrir melarang Sudarso membawa alat komunikasi saat penyerahan duit suap berlangsung.
Setelah perpanjangan didapat, Frank meminta Sudarso mengajukan surat permohonan kemitraan di Kampar kepada Andi Putra. Perusahaan Frank langsung diminta menyiapkan Rp2 miliar untuk pengajuan tersebut.
KPK menduga ada kesepakatan antara Sudarso dan Andi dalam pengajuan kemitraan itu. Buktinya, Andi diberikan Rp500 juta oleh Sudarso pada September 2021.
Dalam kasus ini, Frank bersama Sudarso diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara M. Syahrir selaku penerima diduga melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
memperpanjang masa penahanan tersangka suap sekaligus pemegang saham PT Adimulia Agrolestari Frank Wijaya. Penyuap Kepala Kanwil BPN Riau M Syahrir itu bakal mendekam lagi di balik jeruji selama 40 hari.
"Terhitung kemarin 16 November 2022 sampai dengan 25 Desember 2022," kata juru bicara bidang penindakan
KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis, 17 November 2022.
Frank bakal mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Polres Jakarta Selatan. Lembaga
Antikorupsi segera melengkapi berkas perkara Frank.
"Tim penyidik saat ini masih mengumpulkan alat bukti diantaranya dengan terus menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi yang dapat menerangkan dugaan adanya pemberian dan penerimaan untuk tersangka MS (M Syahrir) dan kawan-kawan," ujar Ali.
Kasus ini bermula ketika Frank meminta General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso untuk mengurus perpanjangan HGU perusahaannya yang akan berakhir pada 2024. Sudarso langsung menghubungi Syahrir untuk mempercepat proses pengurusan.
Syahrir meminta Rp3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura untuk mempercepat pengurusan HGU. Permintaan itu berlangsung di rumah dinas Syahrir.
Sudarso langsung melaporkan permintaan itu kepada Frank dan langsung disetujui. Frank langsung menyiapkan SGD120 ribu untuk menyanggupi mahar yang diminta Syahrir.
Penyerahan uang terjadi di rumah dinas Syahrir sekitar September 2021. Syahrir melarang Sudarso membawa alat komunikasi saat penyerahan duit suap berlangsung.
Setelah perpanjangan didapat, Frank meminta Sudarso mengajukan surat permohonan kemitraan di Kampar kepada Andi Putra. Perusahaan Frank langsung diminta menyiapkan Rp2 miliar untuk pengajuan tersebut.
KPK menduga ada kesepakatan antara Sudarso dan Andi dalam pengajuan kemitraan itu. Buktinya, Andi diberikan Rp500 juta oleh Sudarso pada September 2021.
Dalam kasus ini, Frank bersama Sudarso diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara M. Syahrir selaku penerima diduga melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)