KPK Tahan Penyuap Kepala Kanwil BPN Riau
Candra Yuri Nuralam • 27 Oktober 2022 20:19
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan tiga tersangka dalam kasus dugaan suap dalam pengurusan dan perpanjangan hak guna usaha (HGU) di Kanwil BPN Provinsi Riau. Satu pihak langsung ditahan.
"Dengan telah dikumpulkannya berbagai informasi maupun data termasuk fakta persidangan dalam perkara terdakwa Andi Putra selaku Bupati (nonaktif) Kuantan Singingi yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup," kata Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 27 Oktober 2022.
Tiga tersangka itu yakni Kepala Kanwil BPN Riau M Syahrir, pemegang saham PT Adimulia Agrolestari Frank Wijaya dan General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso. Frank merupakan tersangka yang ditahan.
"Ditahan untuk 20 hari pertama, terhitung dari tanggal 27 Oktober 2022 sampai dengan 15 November 2022 di Rumah Tahanan (Rutan) Polres Jakarta Selatan," ujar Firli.
Syahrir mangkir saat dipanggil KPK hari ini. Firli mengultimatum Syahrir untuk memenuhi panggilan berikutnya. Jika tidak, bakal dijemput paksa.
"Sedangkan SDR (Sudarso) saat ini sedang menjalani masa pemidanaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung," ucap Firli.
Kasus ini bermula ketika Frank meminta Sudarso untuk mengurus perpanjangan HGU perusahaannya yang akan berakhir pada 2024. Sudarso langsung menghubungi Syahrir untuk mempercepat proses pengurusan.
Syahrir meminta Rp3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura untuk mempercepat pengurusan HGU. Permintaan itu berlangsung di rumah dinas Syahrir.
"Dengan pembagian 40 persen sampai dengan 60 persen sebagai uang muka," ujar Firli.
Sudarso langsung melaporkan permintaan itu kepada Frank dan langsung disetujui. Frank langsung menyiapkan SGD120 ribu untuk menyanggupi mahar yang diminta Syahrir.
Penyerahan uang terjadi di rumah dinas Syahrir sekitar September 2021. Syahrir melarang Sudarso membawa alat komunikasi saat penyerahan duit suap berlangsung.
"Setelah menerima uang tersebut, MS (M Syahrir) kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT AA (Adimulia Agrolestari) dan menyatakan usulan perpanjangan dimaksud bisa ditindaklanjuti," kata Firli.
Setelah perpanjangan didapat, Frank meminta Sudarso untuk mengajukan surat permohonan kemitraan di Kampar kepada Andi Putra. Perusahaan Frank langsung diminta menyiapkan Rp2 miliar untuk pengajuan tersebut.
KPK menduga ada kesepakatan antara Sudarso dan Andi dalam pengajuan kemitraan itu. Buktinya, Andi diberikan Rp500 juta oleh Sudarso pada September 2021.
"Berikutnya pada 18 Oktober 2021, SDR diduga kembali menyerahkan kesanggupannya tersebut kepada AP (Andi Putra) dengan menyerahkan uang sekitar Rp200 juta," Firli.
Dalam kasus ini, Frank bersama Sudarso diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara M. Syahrir selaku penerima diduga melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan tiga tersangka dalam kasus dugaan suap dalam pengurusan dan perpanjangan hak guna usaha (HGU) di Kanwil BPN Provinsi Riau. Satu pihak langsung ditahan.
"Dengan telah dikumpulkannya berbagai informasi maupun data termasuk fakta persidangan dalam perkara terdakwa Andi Putra selaku Bupati (nonaktif) Kuantan Singingi yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup," kata Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 27 Oktober 2022.
Tiga tersangka itu yakni Kepala Kanwil BPN Riau M Syahrir, pemegang saham PT Adimulia Agrolestari Frank Wijaya dan General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso. Frank merupakan tersangka yang ditahan.
"Ditahan untuk 20 hari pertama, terhitung dari tanggal 27 Oktober 2022 sampai dengan 15 November 2022 di Rumah Tahanan (Rutan) Polres Jakarta Selatan," ujar Firli.
Syahrir mangkir saat dipanggil KPK hari ini. Firli mengultimatum Syahrir untuk memenuhi panggilan berikutnya. Jika tidak, bakal dijemput paksa.
"Sedangkan SDR (Sudarso) saat ini sedang menjalani masa pemidanaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung," ucap Firli.
Kasus ini bermula ketika Frank meminta Sudarso untuk mengurus perpanjangan HGU perusahaannya yang akan berakhir pada 2024. Sudarso langsung menghubungi Syahrir untuk mempercepat proses pengurusan.
Syahrir meminta Rp3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura untuk mempercepat pengurusan HGU. Permintaan itu berlangsung di rumah dinas Syahrir.
"Dengan pembagian 40 persen sampai dengan 60 persen sebagai uang muka," ujar Firli.
Sudarso langsung melaporkan permintaan itu kepada Frank dan langsung disetujui. Frank langsung menyiapkan SGD120 ribu untuk menyanggupi mahar yang diminta Syahrir.
Penyerahan uang terjadi di rumah dinas Syahrir sekitar September 2021. Syahrir melarang Sudarso membawa alat komunikasi saat penyerahan duit suap berlangsung.
"Setelah menerima uang tersebut, MS (M Syahrir) kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT AA (Adimulia Agrolestari) dan menyatakan usulan perpanjangan dimaksud bisa ditindaklanjuti," kata Firli.
Setelah perpanjangan didapat, Frank meminta Sudarso untuk mengajukan surat permohonan kemitraan di Kampar kepada Andi Putra. Perusahaan Frank langsung diminta menyiapkan Rp2 miliar untuk pengajuan tersebut.
KPK menduga ada kesepakatan antara Sudarso dan Andi dalam pengajuan kemitraan itu. Buktinya, Andi diberikan Rp500 juta oleh Sudarso pada September 2021.
"Berikutnya pada 18 Oktober 2021, SDR diduga kembali menyerahkan kesanggupannya tersebut kepada AP (Andi Putra) dengan menyerahkan uang sekitar Rp200 juta," Firli.
Dalam kasus ini, Frank bersama Sudarso diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara M. Syahrir selaku penerima diduga melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)