Jakarta: Wiraswasta Lai Bui Min didakwa menyuap Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi sebesar Rp3,5 miliar. Uang itu terkait kongkalikong pembelian lahan untuk proyek Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.
"Telah melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa. Sehingga, harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu," bunyi salinan surat dakwaan yang dikutip Sabtu, 26 Maret 2022.
Kasus itu bermula ketika Rahmat Effendi dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Kadis Perkimtan) Kota Bekasi, Jumhana Luthfi Amin, berencana melakukan pengadaan lahan untuk pembangunan polder. Proyek itu berfungsi sebagai penampungan air untuk mencegah banjir di Kelurahan Sepanjang Jaya, Kota Bekasi.
Jumhana berkomunikasi dengan Lai Bui Min agar dia membeli lahan seluas 14.339 meter persegi yang dijual Rp2,5 juta per meter persegi. Nantinya, Pemkot Bekasi akan kembali membeli tanah itu melalui Lai Bui Min sebesar Rp6 juta per meter persegi.
"Jumhana Luthfi Amin meminta kepada terdakwa fee sebesar 10 persen dari harga yang dibayarkan Pemerintah Kota Bekasi untuk pembebasan lahan tersebut," tulis surat dakwaan.
Tanah tersebut berhasil dibeli Lai Bui Min sebesar Rp31,5 miliar dengan harga per meter perseginya Rp2,2 juta. Tanah itu diatasnamakan Tan Kristin Chandra selaku tunangan Lai Bui Min.
Baca: KPK Dalami Aliran Dana yang Diterima Rahmat Effendi Terkait Pengurusan Polder
Jumhana mengatakan Pemkot Bekasi akan membeli tanah tersebut total Rp90 miliar. Namun, Jumhana minta fee sebesar Rp4 miliar untuk dirinya sendiri dan Rp5 miliar untuk Rahmat Effendi.
Lalu, Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Rachmat MP dan Rekan menerbitkan laporan penilaian tanah untuk kepentingan umum dalam rangka pembangunan polder. Hasilnya, nilai tanah yang dibeli Lai Bui Min itu ternyata sejumlah Rp62 miliar.
Pemkot Bekasi baru membeli sebagian tanah seluas 5.503 meter persegi dengan total pembayaran Rp25,8 miliar. Sisanya sebesar Rp36,2 miliar akan dibayarkan Pemkot Bekasi menyesuaikan keuangan daerah.
Berdasarkan salinan dakwaan tersebut, Rahmat Effendi beberapa kali menerima uang dari Lai Bui Min pada periode Maret hingga Desember 2021. Jumhana juga kecipratan sebesar Rp400 juta.
Ketua DPRD Kota Bekasi Chairoman J Putro juga disebut menerima Rp200 juta. Uang itu diserahkan oleh Jumhana pada Desember 2021.
Lai Bui Min didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana.
Jakarta: Wiraswasta Lai Bui Min didakwa menyuap Wali Kota nonaktif Bekasi
Rahmat Effendi sebesar Rp3,5 miliar. Uang itu terkait kongkalikong pembelian lahan untuk proyek Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.
"Telah melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa. Sehingga, harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, memberi atau
menjanjikan sesuatu," bunyi salinan surat dakwaan yang dikutip Sabtu, 26 Maret 2022.
Kasus itu bermula ketika
Rahmat Effendi dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Kadis Perkimtan) Kota Bekasi, Jumhana Luthfi Amin, berencana melakukan pengadaan lahan untuk pembangunan polder. Proyek itu berfungsi sebagai penampungan air untuk mencegah banjir di Kelurahan Sepanjang Jaya, Kota Bekasi.
Jumhana berkomunikasi dengan Lai Bui Min agar dia membeli lahan seluas 14.339 meter persegi yang dijual Rp2,5 juta per meter persegi. Nantinya, Pemkot Bekasi akan kembali membeli tanah itu melalui Lai Bui Min sebesar Rp6 juta per meter persegi.
"Jumhana Luthfi Amin meminta kepada terdakwa
fee sebesar 10 persen dari harga yang dibayarkan Pemerintah Kota Bekasi untuk pembebasan lahan tersebut," tulis surat dakwaan.
Tanah tersebut berhasil dibeli Lai Bui Min sebesar Rp31,5 miliar dengan harga per meter perseginya Rp2,2 juta. Tanah itu diatasnamakan Tan Kristin Chandra selaku tunangan Lai Bui Min.
Baca:
KPK Dalami Aliran Dana yang Diterima Rahmat Effendi Terkait Pengurusan Polder
Jumhana mengatakan Pemkot Bekasi akan membeli tanah tersebut total Rp90 miliar. Namun, Jumhana minta
fee sebesar Rp4 miliar untuk dirinya sendiri dan Rp5 miliar untuk Rahmat Effendi.
Lalu, Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Rachmat MP dan Rekan menerbitkan laporan penilaian tanah untuk kepentingan umum dalam rangka pembangunan polder. Hasilnya, nilai tanah yang dibeli Lai Bui Min itu ternyata sejumlah Rp62 miliar.
Pemkot Bekasi baru membeli sebagian tanah seluas 5.503 meter persegi dengan total pembayaran Rp25,8 miliar. Sisanya sebesar Rp36,2 miliar akan dibayarkan Pemkot Bekasi menyesuaikan keuangan daerah.
Berdasarkan salinan dakwaan tersebut, Rahmat Effendi beberapa kali menerima uang dari Lai Bui Min pada periode Maret hingga Desember 2021. Jumhana juga kecipratan sebesar Rp400 juta.
Ketua DPRD Kota Bekasi Chairoman J Putro juga disebut menerima Rp200 juta. Uang itu diserahkan oleh Jumhana pada Desember 2021.
Lai Bui Min didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)