Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Medcom.id/Theofilus Ifan Sucipto
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Medcom.id/Theofilus Ifan Sucipto

Alat Bukti Eks Wamenkumham Dipermasalahkan, KPK: 20 Tahun Tak Bermasalah

Candra Yuri Nuralam • 31 Januari 2024 17:14
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bingung hakim praperadilan mempermasalahkan alat bukti kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy. Konsep serupa sudah dipakai selama 20 tahun, dan tidak ada yang mempersoalkan.
 
“KPK ini sudah 20 tahun, SOP (standar operasional prosedur) yang digunakan selama ini seperti itu dan tidak ada persoalan,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Dewas KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 31 Januari 2024.
 
Alex mengatakan konsep penggunaan alat bukti serupa tidak pernah meloloskan status tersangka dalam praperadilan yang sebelumnya pernah diambil pihak berperkara di KPK. Persidangan Eddy dinilai agak lain.

“Kenapa hakim praperadilan yang ini (mengabulkan), ya kita menghormati independensi hakim dalam membuat suatu putusan,” ujar Alex.
 
Pimpinan KPK akan memanggil tim biro hukum yang mengikuti persidangan. Kebebasan Eddy bakal dikaji untuk menentukan langkah hukum berikutnya.
 
“Kalau memang persoalannya terkait dengan alat bukti yang ditemukan pada saat penyelidikan dan mengabaikan Pasal 44 (Undang-Undang KPK) ya kita penuhi saja kan,” ucap Alex.
 
Baca Juga: Soal Putusan Praperadilan Eks Wamenkumham, KPK: Ini Masuk Akal Apa Masuk Angin?

Hakim Tunggal Estiono menilai status tersangka terhadap Eddy tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Status hukum itu dinilai tidak mengikat dan memiliki kekuatan hukum.
 
Hakim menolak semua eksepsi dari KPK. Lembaga Antirasuah dibebankan biaya perkara.
 
Eddy mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka terhadapnya. Salah satu protes eks wamenkumham itu yakni soal kesepakatan pemberian status hukum yang tidak dilakukan secara kolektif kolegial.
 
KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi di Kemenkumham. Yakni, Dirut PT CLM Helmut Hermawan, eks Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej, pengacara Yosi Andika Mulyadi, dan Asisten Pribadi Eddy, Yogi Arie Rukmana. Status tersangka untuk Eddy digugurkan melalui praperadilan.
 
Eddy diduga menerima Rp8 miliar dari Helmut. Dana itu untuk mengurus sengketa status kepemilikan PT CLM, penghentian perkara di Bareskrim, dan dana keperluan pribadi berupa pencalonan Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).
 
Total uang yang diterima itu belum final. KPK bakal mengembangkan dugaan adanya aliran dana lain yang masuk kepada Eddy. Saat ini, baru Helmut yang ditahan.
 
Helmut disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan