Jakarta: Riset Setara Institute bersama International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) menyimpulkan pemerintah abai dalam mengusut kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu. Setara menyebut ada dari 12 pelanggaran HAM berat masa lalu yang diakui Presiden Joko Widodo tidak ada satu pun yang telah diproses hukum
"Alih-alih memutus impunitas, nama-nama yang lekat dengan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu justru masuk menjadi bagian dari tim PPHAM," terang Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, di Jakarta, Minggu, 10 Desember 2023.
Bahkan, kata Halili, terduga pelaku pelanggaran HAM berat telah melanggeng pada kontestasi pemilihan presiden (pilpres) mendatang. Halili juga membeberkan pada indicator hak memperoleh keadilan di Indonesia pada 2023 berada di angka 3,5 atau membukukan regresi sebesar 0,1 ketimbang 2022.
Halili menyebut terjadi peningkatan jumlah peristiwa penyiksaan. Sebanyak 54 peristiwa penyiksaan pada rentang Juni 2022-Mei 2023, naik kdibanding tahun 2022 dengan 50 kasus.
Instrument HAM internasional yang promotive pada pemajuan hak atas keadilan juga tidak kunjung disahkan. Seperti ratifikasi OPCAT dan Konvensi Anti Penghilangan Paksa. Alih-alih memberikan keadilan, para pejuang keadilan justru dibungkam dengan masifnya represi terhadap para pembela HAM.
"Contohnya kasus Fatia-Haris hingga penangkapan Budi Pego menjadi potret lemahnya political will negara dalam pemajuan ha katas keadilan," tegasnya.
Jakarta: Riset Setara Institute bersama International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) menyimpulkan pemerintah abai dalam mengusut kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu. Setara menyebut ada dari 12
pelanggaran HAM berat masa lalu yang diakui Presiden Joko Widodo tidak ada satu pun yang telah diproses hukum
"Alih-alih memutus impunitas, nama-nama yang lekat dengan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu justru masuk menjadi bagian dari tim PPHAM," terang Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, di Jakarta, Minggu, 10 Desember 2023.
Bahkan, kata Halili, terduga pelaku
pelanggaran HAM berat telah melanggeng pada kontestasi pemilihan presiden (pilpres) mendatang. Halili juga membeberkan pada indicator hak memperoleh keadilan di Indonesia pada 2023 berada di angka 3,5 atau membukukan regresi sebesar 0,1 ketimbang 2022.
Halili menyebut terjadi peningkatan jumlah peristiwa penyiksaan. Sebanyak 54 peristiwa penyiksaan pada rentang Juni 2022-Mei 2023, naik kdibanding tahun 2022 dengan 50 kasus.
Instrument HAM internasional yang promotive pada pemajuan hak atas keadilan juga tidak kunjung disahkan. Seperti ratifikasi OPCAT dan Konvensi Anti Penghilangan Paksa. Alih-alih memberikan keadilan, para pejuang keadilan justru dibungkam dengan masifnya represi terhadap para pembela HAM.
"Contohnya kasus Fatia-Haris hingga penangkapan Budi Pego menjadi potret lemahnya political will negara dalam pemajuan ha katas keadilan," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)