Jakarta: Sejumlah pejabat dan mantan pejabat Garuda Indonesia dipanggil penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengadaan pesawat Airbus dan mesin pesawat Rolls-Royce yang menjerat eks Dirut Garuda Emirsyah Satar.
"Mereka dihadirkan sebagai saksi untuk tersangka ESA (Emirsyah Satar)," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin, 9 September 2019.
Para saksi tersebut yakni eks VP Aircraft Maintenance Management PT Garuda Indonesia, Batara Silaban, VP Treasury Management PT Garuda Indonesia 2005-2012, Albert Burhan, dan VP Corporate Planning Garuda Indonesia, Setijo Awibowo.
Empat pegawai Garuda Indonesia ikut digarap KPK, yakni Widianto Wiriatmoko, Rudyat Kuntarjo, Victor Agung Prabowo, dan Rajendra Kartawiria.
KPK menetapkan Emirsyah, pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) sekaligus beneficial owner Connaught International Pte Ltd; Soetikno Soedrajat, dan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada tahun 2007-2012 Garuda Indonesia; dan, Hadinoto Soedigno sebagai tersangka.
Emirsyah diduga menerima suap dalam bentuk transfer uang dan aset senilai US$4 juta atau setara Rp52 miliar dari perusahaan asal Inggris, Rolls-Royce. Pemberian suap melalui Soetikno dalam kapasitasnya sebagai Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd.
Suap diduga terjadi selama Emirsyah menjabat sebagai Dirut PT Garuda Indonesia pada 2005-2014. Emirsyah juga disinyalir menerima suap terkait pembelian pesawat dari Airbus.
Emirsyah Satar sebagai penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b dan atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1991 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan Soetikno selaku pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1991 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Dari hasil pengembangan, KPK menetapkan Emirsyah dan Soetikno sebagai tersangka kasus TPPU. Emirsyah diduga membeli rumah di Pondok Indah senilai Rp5,79 miliar. Emirsyah juga diduga mengirimkan uang ke rekening perusahaannya di Singapura senilai USD680 ribu dan EUR1,02 juta. Termasuk, melunasi apartemen di Singapura senilai 1,2 juta dolar Singapura.
Emirsyah dan Soetikno diduga melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Jakarta: Sejumlah pejabat dan mantan pejabat Garuda Indonesia dipanggil penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengadaan pesawat Airbus dan mesin pesawat Rolls-Royce yang menjerat eks Dirut Garuda Emirsyah Satar.
"Mereka dihadirkan sebagai saksi untuk tersangka ESA (Emirsyah Satar)," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin, 9 September 2019.
Para saksi tersebut yakni eks VP Aircraft Maintenance Management PT Garuda Indonesia, Batara Silaban, VP Treasury Management PT Garuda Indonesia 2005-2012, Albert Burhan, dan VP Corporate Planning Garuda Indonesia, Setijo Awibowo.
Empat pegawai Garuda Indonesia ikut digarap KPK, yakni Widianto Wiriatmoko, Rudyat Kuntarjo, Victor Agung Prabowo, dan Rajendra Kartawiria.
KPK menetapkan Emirsyah, pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) sekaligus
beneficial owner Connaught International Pte Ltd; Soetikno Soedrajat, dan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada tahun 2007-2012 Garuda Indonesia; dan, Hadinoto Soedigno sebagai tersangka.
Emirsyah diduga menerima suap dalam bentuk transfer uang dan aset senilai US$4 juta atau setara Rp52 miliar dari perusahaan asal Inggris, Rolls-Royce. Pemberian suap melalui Soetikno dalam kapasitasnya sebagai
Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd.
Suap diduga terjadi selama Emirsyah menjabat sebagai Dirut PT Garuda Indonesia pada 2005-2014. Emirsyah juga disinyalir menerima suap terkait pembelian pesawat dari Airbus.
Emirsyah Satar sebagai penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b dan atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1991 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan Soetikno selaku pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1991 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Dari hasil pengembangan, KPK menetapkan Emirsyah dan Soetikno sebagai tersangka kasus TPPU. Emirsyah diduga membeli rumah di Pondok Indah senilai Rp5,79 miliar. Emirsyah juga diduga mengirimkan uang ke rekening perusahaannya di Singapura senilai USD680 ribu dan EUR1,02 juta. Termasuk, melunasi apartemen di Singapura senilai 1,2 juta dolar Singapura.
Emirsyah dan Soetikno diduga melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)