Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) salah kaprah soal laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). LHKPN wajib dilaporkan sebelum seseorang menjabat.
"Temuan kita dari puluhan pendaftar dari kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman, seluruh pendaftar tidak patuh LHKPN," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana di Gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jakarta Pusat, Minggu, 28 Juli 2019.
Kurnia mengatakan seharusnya penegak hukum yang tidak taat LHKPN langsung digugurkan Pansel. Pasalnya, hal tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Dalam UU tersebut, kata Kurnia, mewajibkan penegak hukum melaporkan kekayaan dan diperbarui berkala. Hal tersebut dikuatkan dengan peraturan internal masing-masing institusi.
Dalam kepolisian, LHKPN diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 18 Tahun 2017 tentang LHKPN. Dari kejaksaan, masalah ini diatur dalam Instruksi Jaksa Agung yang dirilis pada Jumat, 29 Maret 2019. Untuk institusi Mahkamah Agung, hal ini dicantumkan dalam Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Nomor 147 Tahun 2017 tentang Kewajiban Penyampaian LHKPN di Lingkungan MA dan Badan Peradilan di Bawahnya.
"Kalau tidak patuh LHKPN dan membangkangi peraturan internal lembaga sendiri, bagaimana kita bisa percaya integritas mereka?" tutur Kurnia.
Dia menilai pernyataan Pansel bila LHKPN bisa dilaporkan setelah capim terpilih adalah logika yang keliru. Pasalnya, ketaatan melaporkan LHKPN adalah salah satu indikator integritas.
"(Pansel) gagal paham untuk mengukur integritas. Apakah pansel mengerti definisi integritas?" imbuh Kurnia.
Baca: Capim KPK Diuji Kejiwaan dan Kepribadian
Dia berharap pansel KPK mengadakan uji integritas. Psikotes yang dilakukan pansel KPK dinilai tidak cukup.
Proses seleksi, jelas dia, harus dilihat lebih dalam, yaitu bagaimana komitmen capim soal pemberantasan korupsi dan kinerjanya. Apalagi, pansel adalah representasi Presiden Joko Widodo karena pembentukan pansel ditandatangani Jokowi.
"Presiden memercayakan nasib KPK ke sembilan (anggota Pansel) ini. Kalau tetap diloloskan (padahal melanggar), kita perlu tanyakan," pungkas Kurnia.
Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) salah kaprah soal laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). LHKPN wajib dilaporkan sebelum seseorang menjabat.
"Temuan kita dari puluhan pendaftar dari kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman, seluruh pendaftar tidak patuh LHKPN," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana di Gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jakarta Pusat, Minggu, 28 Juli 2019.
Kurnia mengatakan seharusnya penegak hukum yang tidak taat LHKPN langsung digugurkan Pansel. Pasalnya, hal tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Dalam UU tersebut, kata Kurnia, mewajibkan penegak hukum melaporkan kekayaan dan diperbarui berkala. Hal tersebut dikuatkan dengan peraturan internal masing-masing institusi.
Dalam kepolisian, LHKPN diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 18 Tahun 2017 tentang LHKPN. Dari kejaksaan, masalah ini diatur dalam Instruksi Jaksa Agung yang dirilis pada Jumat, 29 Maret 2019. Untuk institusi Mahkamah Agung, hal ini dicantumkan dalam Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Nomor 147 Tahun 2017 tentang Kewajiban Penyampaian LHKPN di Lingkungan MA dan Badan Peradilan di Bawahnya.
"Kalau tidak patuh LHKPN dan membangkangi peraturan internal lembaga sendiri, bagaimana kita bisa percaya integritas mereka?" tutur Kurnia.
Dia menilai pernyataan Pansel bila LHKPN bisa dilaporkan setelah capim terpilih adalah logika yang keliru. Pasalnya, ketaatan melaporkan LHKPN adalah salah satu indikator integritas.
"(Pansel) gagal paham untuk mengukur integritas. Apakah pansel mengerti definisi integritas?" imbuh Kurnia.
Baca: Capim KPK Diuji Kejiwaan dan Kepribadian
Dia berharap pansel KPK mengadakan uji integritas. Psikotes yang dilakukan pansel KPK dinilai tidak cukup.
Proses seleksi, jelas dia, harus dilihat lebih dalam, yaitu bagaimana komitmen capim soal pemberantasan korupsi dan kinerjanya. Apalagi, pansel adalah representasi Presiden Joko Widodo karena pembentukan pansel ditandatangani Jokowi.
"Presiden memercayakan nasib KPK ke sembilan (anggota Pansel) ini. Kalau tetap diloloskan (padahal melanggar), kita perlu tanyakan," pungkas Kurnia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)