Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut baik terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi. Lembaga Antikorupsi optimistis terbitnya perpres dan pembentukan timnas itu efektif mencegah korupsi.
Dalam perpres tersebut, Tim Nasional (Timnas) Pencegahan Korupsi terdiri dari Kepala Kantor Staf Presiden, Ketua KPK, Kepala Bappenas, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Terdapat tiga fokus utama pencegahan korupsi, yakni perizinan dan tata niaga, keuangan negara, penegakan hukum, serta reformasi birokrasi.
"Kami melihat perpres itu positif untuk pencegahan tindak pidana korupsi. Kalau kita bandingkan dengan perpres yang ada sebelumnya, ada beberapa strategi baru yang ingin dilakukan di sana. Yang paling ditekankan adalah aspek kolaborasi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis, 26 Juli 2018.
Perpres ini diharapkan bisa membuat koloborasi antara KPK dengan pemerintah bisa efektif dalam mencegah korupsi. Febri menilai kolaborasi itu penting karena selama ini KPK mengalami kendala dalam membangun sistem pencegahan korupsi.
Sebab, tak sedikit rekomendasi dari hasil kajian yang dilakukan KPK dianggap angin lalu oleh kementerian maupun lembaga terkait. Bahkan, KPK beberapa kali mengirim surat kepada Presiden lantaran rekomendasinya tidak ditindaklanjuti oleh kementerian dan lembaga.
Salah satu contohnya survei dan kajian KPK mengenai integritas di lingkungan lembaga pemasyarakatan pada 2007-2008, termasuk juga rekomendasi dari observasi yang dilakukan KPK di sejumlah Lapas. Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham) dalam hal ini Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) mengabaikan delapan rekomendasi KPK untuk membenahi tata kelola dan membangun sistem pencegahan korupsi di lingkungan lapas.
Hingga akhirnya jual beli sel mewah kembali terungkap melalui operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Kalapas Sukamiskin Wahid Husen dan narapidana korupsi Fahmi Darmawansyah beberapa waktu lalu.
"Kita tahu ada banyak yang tidak berhasil karena memang belum terwujud aspek kolaborasi yang lebih kuat," ucap Febri.
Febri berharap, melalui perpres ini, kementerian dan lembaga tak lagi mengabaikan rekomendasi KPK. Agara terbangun sistem pencegahan korupsi yang efektif. Dengan adanya perpres ini, lanjut dia, kementerian dan lembaga yang masih abai dalam memperbaiki sistem pencegahan korupsi sama saja dengan melanggar peraturan yang dibuat presiden.
"Jadi kalau ada pejabat di bawah presiden yang tidak melakukan itu, berarti itu melanggar atau berseberangan dengan konsep dan strategi yang dibuat oleh presiden," ujarnya.
Febri meminta seluruh masyarakat mengawal implementasi Perpres Pencegahan Korupsi. Dia tidak ingin peraturan ini menyimpang dari tujuan pembentukannya.
"Jadi perlu keterlibatan berbagai pihak termasuk juga masyarakat sipil dan teman-teman jurnalis. Ini untuk memastikan perpres tersebut memang terimplementasi dan pencegahan berhasil," kata dia.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut baik terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi. Lembaga Antikorupsi optimistis terbitnya perpres dan pembentukan timnas itu efektif mencegah korupsi.
Dalam perpres tersebut, Tim Nasional (Timnas) Pencegahan Korupsi terdiri dari Kepala Kantor Staf Presiden, Ketua KPK, Kepala Bappenas, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Terdapat tiga fokus utama pencegahan korupsi, yakni perizinan dan tata niaga, keuangan negara, penegakan hukum, serta reformasi birokrasi.
"Kami melihat perpres itu positif untuk pencegahan tindak pidana korupsi. Kalau kita bandingkan dengan perpres yang ada sebelumnya, ada beberapa strategi baru yang ingin dilakukan di sana. Yang paling ditekankan adalah aspek kolaborasi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis, 26 Juli 2018.
Perpres ini diharapkan bisa membuat koloborasi antara KPK dengan pemerintah bisa efektif dalam mencegah korupsi. Febri menilai kolaborasi itu penting karena selama ini KPK mengalami kendala dalam membangun sistem pencegahan korupsi.
Sebab, tak sedikit rekomendasi dari hasil kajian yang dilakukan KPK dianggap angin lalu oleh kementerian maupun lembaga terkait. Bahkan, KPK beberapa kali mengirim surat kepada Presiden lantaran rekomendasinya tidak ditindaklanjuti oleh kementerian dan lembaga.
Salah satu contohnya survei dan kajian KPK mengenai integritas di lingkungan lembaga pemasyarakatan pada 2007-2008, termasuk juga rekomendasi dari observasi yang dilakukan KPK di sejumlah Lapas. Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham) dalam hal ini Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) mengabaikan delapan rekomendasi KPK untuk membenahi tata kelola dan membangun sistem pencegahan korupsi di lingkungan lapas.
Hingga akhirnya jual beli sel mewah kembali terungkap melalui operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Kalapas Sukamiskin Wahid Husen dan narapidana korupsi Fahmi Darmawansyah beberapa waktu lalu.
"Kita tahu ada banyak yang tidak berhasil karena memang belum terwujud aspek kolaborasi yang lebih kuat," ucap Febri.
Febri berharap, melalui perpres ini, kementerian dan lembaga tak lagi mengabaikan rekomendasi KPK. Agara terbangun sistem pencegahan korupsi yang efektif. Dengan adanya perpres ini, lanjut dia, kementerian dan lembaga yang masih abai dalam memperbaiki sistem pencegahan korupsi sama saja dengan melanggar peraturan yang dibuat presiden.
"Jadi kalau ada pejabat di bawah presiden yang tidak melakukan itu, berarti itu melanggar atau berseberangan dengan konsep dan strategi yang dibuat oleh presiden," ujarnya.
Febri meminta seluruh masyarakat mengawal implementasi Perpres Pencegahan Korupsi. Dia tidak ingin peraturan ini menyimpang dari tujuan pembentukannya.
"Jadi perlu keterlibatan berbagai pihak termasuk juga masyarakat sipil dan teman-teman jurnalis. Ini untuk memastikan perpres tersebut memang terimplementasi dan pencegahan berhasil," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)