medcom.id, Jakarta: Kasus nenek Asyani, 63, warga Desa Jatibanteng, Situbondo, Jawa Timur, yang dituduh mencuri kayu membetot perhatian masyarakat sejak beberapa hari belakangan ini.
Dalam penyelesaian perkara ini, Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad, meminta penegakan hukum harus didasarkan kepada nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan. Farouk menilai, dalam penanganan kasus nenek Asyani memperlihatkan penegakan hukum seperti berjalan di ruang hampa, tanpa melihat motif atau latar belakang yang menjadi dasar sebuah tindakan pelanggaran dilakukan.
“Bercermin dari kasus-kasus seperti ini, ke depan kita perlu memikirkan kembali upaya-upaya penanganan kasus-kasus pidana yang dilakukan oleh warga miskin yang sifatnya mediasi dan preventif. Agar hak memperoleh keadilan sebagaimana dijaminkan oleh konstitusi bisa tercapai,” ungkap Farouk dalam rilis yang diterima Metrotvnews.com, Kamis (19/3/2015).
"Apalagi terdakwa tidak merasa mencuri. Mengklaim mengambil kayu dilahannya sendiri. Tentu saja menimbulkan pertanyaan publik secara luas," lanjut Farouk.
Seperti diketahui, nenek Asyani didakwa telah mencuri tujuh batang kayu jati milik Perhutani. Perkara ini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Situbondo, Jawa Timur.
Farouk menilai, sorotan dan kritik dari masyarakat tentunya terarah kepada para penegak hukum, baik Polisi, Jaksa maupun Hakim sebagai pengadil. Namun secara faktual, mereka selalu beralasan penahanan terhadap para tersangka sudah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
"Seolah-olah penegak hukum berjalan linier dan seakan hendak meyakinkan publik bahwa adanya konsistensi dalam menegakkan hukum. Semua pelanggaran hukum harus diproses secara hukum, tidak ada pengecualian apakah itu menyangkut orang kaya ataupun miskin, perkara berat atau pun ringan," bebernya.
medcom.id, Jakarta: Kasus nenek Asyani, 63, warga Desa Jatibanteng, Situbondo, Jawa Timur, yang dituduh mencuri kayu membetot perhatian masyarakat sejak beberapa hari belakangan ini.
Dalam penyelesaian perkara ini, Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad, meminta penegakan hukum harus didasarkan kepada nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan. Farouk menilai, dalam penanganan kasus nenek Asyani memperlihatkan penegakan hukum seperti berjalan di ruang hampa, tanpa melihat motif atau latar belakang yang menjadi dasar sebuah tindakan pelanggaran dilakukan.
“Bercermin dari kasus-kasus seperti ini, ke depan kita perlu memikirkan kembali upaya-upaya penanganan kasus-kasus pidana yang dilakukan oleh warga miskin yang sifatnya mediasi dan preventif. Agar hak memperoleh keadilan sebagaimana dijaminkan oleh konstitusi bisa tercapai,” ungkap Farouk dalam rilis yang diterima Metrotvnews.com, Kamis (19/3/2015).
"Apalagi terdakwa tidak merasa mencuri. Mengklaim mengambil kayu dilahannya sendiri. Tentu saja menimbulkan pertanyaan publik secara luas," lanjut Farouk.
Seperti diketahui, nenek Asyani didakwa telah mencuri tujuh batang kayu jati milik Perhutani. Perkara ini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Situbondo, Jawa Timur.
Farouk menilai, sorotan dan kritik dari masyarakat tentunya terarah kepada para penegak hukum, baik Polisi, Jaksa maupun Hakim sebagai pengadil. Namun secara faktual, mereka selalu beralasan penahanan terhadap para tersangka sudah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
"Seolah-olah penegak hukum berjalan linier dan seakan hendak meyakinkan publik bahwa adanya konsistensi dalam menegakkan hukum. Semua pelanggaran hukum harus diproses secara hukum, tidak ada pengecualian apakah itu menyangkut orang kaya ataupun miskin, perkara berat atau pun ringan," bebernya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)