medcom.id, Jakarta: Penebar kebencian bisa menimpa siapa saja, mulai dari warga biasa hingga presiden. Latar belakangnya bermacam-macam. Ada yang hanya iseng, dendam, finansial, sampai motif politik.
Kanit 3 Subdit IT dan Cybercrime Mabes Polri AKBP Idam Wasiadi mengatakan, ujaran kebencian melalui media sosial juga menimpa Presiden Joko Widodo dua bulan lalu. Ia bahkan menyelidiki pemilik akun media sosial hingga ke Hongkong.
"Akun tersebut untuk melawan Presiden," kata Idam dalam Forum Group Discussion 'Pemanfaatan TIK dalam Deteksi Dini Konflik Horizontal di Media Sosial', Bogor, Jawa Barat, Kamis (24/11/2016)
Idam menuturkan, pemilik akun melakukan registrasi di Hongkong. Pelaku menggunakan nomor telepon dari negara tersebut.
"Agendanya dari Hongkong. Lalu kami panggil pelaku ke Indonesia. Dia sudah angkat tangan," imbuhnya.
Ia menyampaikan, ujaran kebencian di dunia maya bisa besar bila dimasuki isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Idam mengaku, memiliki hambatan untuk menangani akun-akun provokasi itu.
"Banyak akun yang tiba-tiba dihapus. Makanya kami harus bekerjasama dengan sejumlah pihak. Seperti Interpol, kementerian terkait, provider telepon, dan lainnya," kata Idam.
medcom.id, Jakarta: Penebar kebencian bisa menimpa siapa saja, mulai dari warga biasa hingga presiden. Latar belakangnya bermacam-macam. Ada yang hanya iseng, dendam, finansial, sampai motif politik.
Kanit 3 Subdit IT dan Cybercrime Mabes Polri AKBP Idam Wasiadi mengatakan, ujaran kebencian melalui media sosial juga menimpa Presiden Joko Widodo dua bulan lalu. Ia bahkan menyelidiki pemilik akun media sosial hingga ke Hongkong.
"Akun tersebut untuk melawan Presiden," kata Idam dalam Forum Group Discussion 'Pemanfaatan TIK dalam Deteksi Dini Konflik Horizontal di Media Sosial', Bogor, Jawa Barat, Kamis (24/11/2016)
Idam menuturkan, pemilik akun melakukan registrasi di Hongkong. Pelaku menggunakan nomor telepon dari negara tersebut.
"Agendanya dari Hongkong. Lalu kami panggil pelaku ke Indonesia. Dia sudah angkat tangan," imbuhnya.
Ia menyampaikan, ujaran kebencian di dunia maya bisa besar bila dimasuki isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Idam mengaku, memiliki hambatan untuk menangani akun-akun provokasi itu.
"Banyak akun yang tiba-tiba dihapus. Makanya kami harus bekerjasama dengan sejumlah pihak. Seperti Interpol, kementerian terkait, provider telepon, dan lainnya," kata Idam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)