Damayanti Wisnu Putranti. ANT/Wahyu Putro.
Damayanti Wisnu Putranti. ANT/Wahyu Putro.

Status JC Damayanti Wisnu Putranti Dipertanyakan

Renatha Swasty • 04 November 2016 07:14
medcom.id, Jakarta: Terdakwa suap terkait program aspirasi di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PU-PR) Budi Supriyanto mempertanyakan status justice collaborator (JC) atau saksi pelaku yang berkerja sama yang disandang koleganya Damayanti Wisnu Putranti. Status itu dinilai tidak layak.
 
Dalam tuntutan hakim PN Tipikor, Damayanti dan penyuapnya, Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir mendapat status JC. Lantaran itu, Damayanti dan Abdul mendapat tuntutan ringan.
 
"Jika menggunakan parameter yang perannya paling banyak berdasarkan kesaksian para saksi dan keterangan BAP maka yang paling banyak perannya adalah Damayanti dan Abdul Khoir maka tentu Damayanti dan Abdul Khoir tidak dapat dikatakan sebagai JC," kata Budi saat membacakan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (3/11/2016).

Dengan diberikannya status JC, Budi mengaku menjadi binggung. Sebab, tidak ada aktor intelektual dalam perkara itu.
 
Dia menjadi bertanya-tanya, yang salah adalah mengajukan program aspirasi atau mendapat fee dari program aspirasi.
 
"Faktanya JPU masih malu-malu untuk menunjuk apakah rapat setengah kamar beserta alokasi aspirasi masuk dalam koridor pelanggaran hukum sehingga menjadi sebuah tindak pidana ataukah pelanggaran hukumnnya hanya pada penerimaan hadiah atau janji?," kata Budi.
 
Untuk itu, Budi berharap keadilan pada majelis hakim supaya bisa memutus perkaranya dengan adil. Yakni dengan tidak mengenakan Pasal 12 huruf a seperti Damayanti dan Abdul.
 
Hal itu kata dia, lantaran ia tidak tahu apa-apa soal program aspirasi maupun fee yang diberikan pada anggota. Jika pun ia mengajukan JC seperti Damayanti dan Abdul, sudah pasti tidak diterima.
 
"Sehingga atas pertimbangan tersebut bagaimana saya bisa yakin akan dikabulkan permohonan saya jika saya memang tidak banyak tahu atau tidak tahu terlebih jika diharuskan membongkar perkara untuk mengungkap calon tersangka baru terhadap kasus yang saya alami," papar Budi.
 
Budi sangat berharap melalui pledoinya majelis hakim mau mempertimbangkan sejumlah hal agar dapat memberikan putusan ringan pada politikus Golkar itu.
 
"Majelis yang kami hormati, sekali lagi mohon maaf atas tutur kata yang mungkin tidak sopan dan saya menyesal atas perbuatan saya, barangkai di sisa-sisa hidup saya ini yang pertama maaih bisa mengabdi pada rumah tangga saya, orang tua saya, kedua mengabdi dengan organisasi yang saya geluti selama 20 tahun. Mudah-mudhan sisa hidup saya, jika tak terlalu berat menerima pidana maka saya masih ada gunanya, itu harapan kami majelis, mohon keadilan seadil-adilnya," pungkas Budi.
 
Budi dituntut 9 tahun penjara denda Rp300 juta subsider empat bulam kurungan. Budi dinilai bersalah menerima duit SGD404 ribu terkait pengajuan program aspirasi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan