Ilustrasi proyek reklamasi di Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten. Dok Istimewa
Ilustrasi proyek reklamasi di Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten. Dok Istimewa

Reklamasi di Serang Masih Berjalan, Nelayan Bisa Tempuh Jalur Hukum

Achmad Zulfikar Fazli • 07 Desember 2021 18:00
Jakarta: Para nelayan dinilai bisa menempuh jalur hukum atas kegiatan reklamasi yang masih berjalan di Bojonegara, Serang, Banten. Kegiatan itu diduga menimbulkan perbuatan melawan hukum, kerugian, serta kerusakan lingkungan hidup.
 
"Nah pertanyaan tentang upaya hukum apa yang akan ditempuh itu akan berkaitan dengan pilihan strategi, bisa class action, citizen law suits, atau bahkan bisa pelaporan pidana apabila memang ditemukan sebuah tindak pidana," kata Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional WALHI, Parid Ridwanuddin, dalam keterangan tertulis, Selasa, 7 Desember 2021.
 
Parid mengatakan WALHI siap membantu nelayan dan warga yang dirugikan untuk menempuh jalur hukum. WALHI juga siap berdiskusi dengan nelayan soal nasibnya di tengah kegiatan proyek reklamasi tersebut.

"Apabila rakyat siap melakukannya, Walhi dapat bersama-sama masyarakat melakukan advokasi. Dalam hal ini, Walhi akan berdiskusi dengan masyarakat untuk setiap langkah advokasi yang dilakukan," jelas dia.
 
Pada 23 Juli 2021, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas I Banten telah menerbitkan surat Nomor UM.003/29/20/KSOP. Bln-2021, yang memerintahkan PT Gandasari Energi menghentikan kerja reklamasi. Namun, perusahaan tidak menggubris surat tersebut.
 
Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas I Banten, kembali menerbitkan surat bernomor UM.006/3/9/KSOP. Bln-2021, yang memerintahkan penghentian reklamasi. Surat itu juga tidak dihiraukan pihak pengusaha. Reklamasi masih terus berjalan meski nasib nelayan kian tergerus.
 
Baca: WALHI: Reklamasi Jangan Merenggut Hak Nelayan
 
Parid menilai keberadaan surat dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas I Banten, sebagai bagian dari upaya pemerintah hadir dan memberikan penegakan hukum. Seharusnya, lanjut dia, sejak diketahui ada pelanggaran hukum, perusahaan langsung menghentikan aktivitasnya.
 
"Pemerintah melalui aparatur penegak hukumnya bekerja untuk menegakkan hukum. Kedua surat tersebut adalah peringatan untuk perusahaan. Apabila tidak sama sekali diindahkan, pemerintah dapat melakukan penegakan hukum lanjutan. Seperti melakukan penyegelan, penyitaan alat, dan sebagainya," ujar dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan