Ilustrasi sidang di Pengadilan Tipikor. Medcom.id/Candra Yuri Nuralam.
Ilustrasi sidang di Pengadilan Tipikor. Medcom.id/Candra Yuri Nuralam.

Kuasa Hukum Sebut Tuntutan Mati Terhadap Heru Hidayat Abuse of Power

Juven Martua Sitompul • 06 Desember 2021 23:03
Jakarta: Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung menuntut terdakwa kasus korupsi ASABRI, Heru Hidayat, pidana hukuman mati. Tuntutan itu dinilai berlebihan dan menyalahi aturan.
 
Kuasa hukum Heru, Kresna Hutauruk, menilai hukuman mati diatur dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Sedangkan dalam dakwaan kliennya, JPU tidak menyertakan pasal tersebut. Heru justru didakwa dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor serta Pasal 3 dan 4 UU TPPU.
 
"Sehingga, bagaimana mungkin JPU menuntut Heru Hidayat di luar pasal yang ada di dakwaan. Tuntutan di luar dakwaan ini kan jelas tidak sesuai aturan, berlebihan, dan di luar wewenang JPU atau bisa dianggap abuse of power," kata Kresna kepada wartawan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 6 Desember 2021.

Selain itu, kata dia, pada Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor dan penjelasannya tentang keadaan tertentu dalam penerapan hukuman mati syaratnya adalah ketika negara dalam keadaan bencana alam, krisis moneter, dan pengulangan tindak pidana. Dalam perkara Heru Hidayat, syarat dan kondisi tersebut dinilai tidak ada.
 
"Dari awal Surat Dakwaan tentunya JPU sudah menyadari tidak mungkin menerapkan Pasal 2 ayat (2) ini kepada Heru Hidayat, makanya JPU tidak menyertakan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor ke dalam dakwaannya, kenapa sekarang tiba-tiba dalam tuntutannya malah menuntut mati," kata dia.
 
Kresna menilai alasan JPU bahwa ini merupakan pengulangan tindak pidana adalah tidak benar. Dia meminta hakim memahami pengertian dari pengulangan tindak pidana dalam KUHP.
 
Dia menyebut dalam KUHP disebutkan pengulangan tindak pidana dimaksudkan kepada orang yang pernah dihukum lalu kembali diadili karena mengulangi perbuatan yang sama. Sedangkan dalam perkara ini, Heru didakwa melakukan tindak pidana pada 2012-2019, sebelum kliennya dihukum kasus Jiwasraya.
 
Di sisi lain, Kresna mengeklaim kliennya selama persidangan tidak terbukti menerima aliran uang Rp12 triliun lebih seperti yang dituduhkan JPU. Heru bahkan diklaim tidak memberikan sesuatu apa pun kepada pejabat ASABRI.
 
"Selain itu menurut kami unsur kerugian negara juga tidak terbukti karena sampai saat ini ASABRI masih memiliki saham-saham dan unit penyertaan dalam reksadana serta BPK tidak pernah menghitung keuntungan yang pernah diperoleh ASABRI dalam penjualan saham periode 2012-2019, sehingga jelas tidak terbukti perbuatan yang didakwakan oleh JPU," ucapnya.
 
Baca: Respons Pengacara Terdakwa tentang Tuntutan Hukuman Mati di Kasus ASABRI
 
Dia meminta JPU menegakkan hukum sesuai prosedur. Tuntutan di luar dakwaan itu dinilai sudah mencederai rasa keadilan dalam perkara tersebut, khususnya untuk Heru.
 
"Kami sangat meyakini dan berharap Majelis Hakim Yang Mulia tidak akan bertindak seperti JPU dalam membuat putusan yang di luar dakwaaan. Tentunya nanti dalam pembelaan kami, semua kejanggalan dan keanehan dalam perkara ini akan kami ungkap," tegas dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan