Jakarta: Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra berharap pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) bisa cepat rampung. Ia menilai KUHP warisan Belanda yang diapakai saat ini sudah patut diperbaharui.
"Makin cepat KUHP nasional ini disahkan, makin baik. KUHP warisan Belanda, kacaunya justru lebih banyak. Sebagian malah tidak sejalan dengan kesadaran hukum masyarakat kita," kata Yusril saat dihubungi Medcom.id, Sabtu, 21 September 2019.
Menurut Yusril, sejumlah aturan dalam RKUHP sudah cukup baik. Kontroversi jadi keniscayaan lantaran norma hukum buatan manusia sudah barang tentu tidak sempurna.
"Hukum akan berkembang dalam praktik, bagaimana dia ditafsirkan dan bagaimana dia diterapkan dalam praktik," sambung Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu.
Eks Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu mengatakan pasal yang dianggap multitafsir akan lebih terang jika sudah diterapkan. Ia meyakini hakim bisa memahami RKUHP yang ada dan bijak dalam penerapannya.
"Mereka yang tidak puas dengan norma hukum positif, juga dapat mengajukan judicial review ke MK (Mahkamah Konstitusi)," ujar Yusril.
Bagi Yusril, rumusan RKUHP bukan barang baru. Ia menyebut tim perumus sudah lebih dari 30 tahun menggodok produk perundang-undangan tersebut. Ia menegaskan KUHP sudah amat patut direvisi. "KUHP warisan kolonial sudah saatnya diganti dengan KUHP nasional buatan bangsa kita sendiri," tutupnya.
DPR sedianya berencana mengesahkan RKUHP dalam rapat paripurna pemungkas periode 2014-2019, Selasa, 24 September 2019. Aturan baru itu pun bakal menggantikan KUHP peninggalan pemerintahan Hindia Belanda.
Namun dalam prosesnya, RKUHP menimbulkan pro kontra. Sebabnya, sejumlah pasal dinilai sebagai pasal karet. Presiden Joko Widodo pun memutuskan menunda pengesahan RKUHP.
Jokowi mengaku mendengarkan masukan berbagai kalangan yang berkeberatan dengan sejumlah substansi RKUHP. Dia memerintahkan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly untuk menyampaikan sikap pemerintah kepada DPR.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/JKRV9PxK" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra berharap pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) bisa cepat rampung. Ia menilai KUHP warisan Belanda yang diapakai saat ini sudah patut diperbaharui.
"Makin cepat KUHP nasional ini disahkan, makin baik. KUHP warisan Belanda, kacaunya justru lebih banyak. Sebagian malah tidak sejalan dengan kesadaran hukum masyarakat kita," kata Yusril saat dihubungi
Medcom.id, Sabtu, 21 September 2019.
Menurut Yusril, sejumlah aturan dalam RKUHP sudah cukup baik. Kontroversi jadi keniscayaan lantaran norma hukum buatan manusia sudah barang tentu tidak sempurna.
"Hukum akan berkembang dalam praktik, bagaimana dia ditafsirkan dan bagaimana dia diterapkan dalam praktik," sambung Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu.
Eks Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu mengatakan pasal yang dianggap multitafsir akan lebih terang jika sudah diterapkan. Ia meyakini hakim bisa memahami RKUHP yang ada dan bijak dalam penerapannya.
"Mereka yang tidak puas dengan norma hukum positif, juga dapat mengajukan
judicial review ke MK (Mahkamah Konstitusi)," ujar Yusril.
Bagi Yusril, rumusan RKUHP bukan barang baru. Ia menyebut tim perumus sudah lebih dari 30 tahun menggodok produk perundang-undangan tersebut. Ia menegaskan KUHP sudah amat patut direvisi. "KUHP warisan kolonial sudah saatnya diganti dengan KUHP nasional buatan bangsa kita sendiri," tutupnya.
DPR sedianya berencana mengesahkan RKUHP dalam rapat paripurna pemungkas periode 2014-2019, Selasa, 24 September 2019. Aturan baru itu pun bakal menggantikan KUHP peninggalan pemerintahan Hindia Belanda.
Namun dalam prosesnya, RKUHP menimbulkan pro kontra. Sebabnya, sejumlah pasal dinilai sebagai pasal karet. Presiden Joko Widodo pun memutuskan menunda
pengesahan RKUHP.
Jokowi mengaku mendengarkan masukan berbagai kalangan yang berkeberatan dengan sejumlah substansi RKUHP. Dia memerintahkan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly untuk menyampaikan sikap pemerintah kepada DPR.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)