medcom.id, Jakarta: Mantan Direktur Utama Bank Century, Maryono mengungkapkan, Bank Century memiliki reputasi buruk akibat kesalahan manajemen. Demikian ia menyampaikan ketika bersaksi untuk terdakwa Budi Mulya dalam kasus dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) Bank Century di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (28/4/2014).
Ketika ditunjuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai Direktur Utama Bank Century, Maryono mengaku kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut sangat rendah. Bank Century juga tidak memiliki surat-surat berharga (SSB) karena tengah dalam kondisi krisis.
"Ada banyak biaya fiktif dan tunggakan pajak. Ini yang mengakibatkan biaya operasinya besar dan mengakibatkan kerugian Bank Century," cetusnya.
Maryono ditunjuk LPS menjadi Dirut Bank Century pada 28 November 2008. Saat itu, ia mengaku tidak mengetahui permasalahan Century. Bahkan, ia tak diberi kesempatan untuk mempertimbangkan tawaran tersebut.
"Saya hanya diberikan kesempatan berpikir lima menit dan awalnya tidak diberitahu nama bank-nya," ujarnya.
Selain manajemen amburadul, para petinggi Bank Century seperi Robert Tantular, Ravat Ali Rizvi, dan Hesham Al Warraq, disebut-sebut menggarong bank miliknya sendiri. Tudingan dilontarkan Direktur Kepatuhan Bank Mutiara, Erwin Prasetio, yang juga bersaksi untuk Budi Mulya. Akibat ulah ketiganya, jelas Erwin, Bank Century mengalami kesulitan likuiditas yang akhirnya diberi FPJP dan belakangan diambil alih LPS.
Ia merinci kerugian yang disebabkan ketiganya, misalnya Robert kerap mengeluarkan kredit yang berujung macet kepada orang-orang dekatnya senilai Rp1,28 triliun, pemberian fasilitas letter of credit Rp1,7 triliun, penggelapan bank notes Rp196 miliar, dan biaya pengeluaran fiktif Rp227 miliar. Tunggakan pajak dan lainnya pun mencapai Rp306 miliar. "Akibat ulah ketiganya, Bank Century merugi Rp6,8 triliun," kata Erwin.
Erwin juga bersaksi bahwa Bank Mutiara pernah disuntikkan Penyertaan Modal Sementara (PMS) sebesar Rp1,25 triliun.
Erwin menjelaskan, awalnya, dalam pemeriksaan 2012, manajemen Bank Mutiara melihat gelagat debitur yang kesulitan melunasi kewajibannya. Dari pembahasan direksi, kemudian dilaporkan ke BI dan LPS. Kemudian, pada Juli 2013 BI melakukan pengawasan khusus terhadap debitur yang tidak membayar kewajiban.
"Kemudian BI memutuskan bekerja sama dengan LPS lakukan assetmen kemudian ada penambahan modal sebesar Rp1,25 triliun," ujarnya. Erwin menambahkan, sebagian besar debitur bermasalah tersebut merupakan warisan manajemen Century. (Rudy Polycarpus)
medcom.id, Jakarta: Mantan Direktur Utama Bank Century, Maryono mengungkapkan, Bank Century memiliki reputasi buruk akibat kesalahan manajemen. Demikian ia menyampaikan ketika bersaksi untuk terdakwa Budi Mulya dalam kasus dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) Bank Century di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (28/4/2014).
Ketika ditunjuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai Direktur Utama Bank Century, Maryono mengaku kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut sangat rendah. Bank Century juga tidak memiliki surat-surat berharga (SSB) karena tengah dalam kondisi krisis.
"Ada banyak biaya fiktif dan tunggakan pajak. Ini yang mengakibatkan biaya operasinya besar dan mengakibatkan kerugian Bank Century," cetusnya.
Maryono ditunjuk LPS menjadi Dirut Bank Century pada 28 November 2008. Saat itu, ia mengaku tidak mengetahui permasalahan Century. Bahkan, ia tak diberi kesempatan untuk mempertimbangkan tawaran tersebut.
"Saya hanya diberikan kesempatan berpikir lima menit dan awalnya tidak diberitahu nama bank-nya," ujarnya.
Selain manajemen amburadul, para petinggi Bank Century seperi Robert Tantular, Ravat Ali Rizvi, dan Hesham Al Warraq, disebut-sebut menggarong bank miliknya sendiri. Tudingan dilontarkan Direktur Kepatuhan Bank Mutiara, Erwin Prasetio, yang juga bersaksi untuk Budi Mulya. Akibat ulah ketiganya, jelas Erwin, Bank Century mengalami kesulitan likuiditas yang akhirnya diberi FPJP dan belakangan diambil alih LPS.
Ia merinci kerugian yang disebabkan ketiganya, misalnya Robert kerap mengeluarkan kredit yang berujung macet kepada orang-orang dekatnya senilai Rp1,28 triliun, pemberian fasilitas
letter of credit Rp1,7 triliun, penggelapan
bank notes Rp196 miliar, dan biaya pengeluaran fiktif Rp227 miliar. Tunggakan pajak dan lainnya pun mencapai Rp306 miliar. "Akibat ulah ketiganya, Bank Century merugi Rp6,8 triliun," kata Erwin.
Erwin juga bersaksi bahwa Bank Mutiara pernah disuntikkan Penyertaan Modal Sementara (PMS) sebesar Rp1,25 triliun.
Erwin menjelaskan, awalnya, dalam pemeriksaan 2012, manajemen Bank Mutiara melihat gelagat debitur yang kesulitan melunasi kewajibannya. Dari pembahasan direksi, kemudian dilaporkan ke BI dan LPS. Kemudian, pada Juli 2013 BI melakukan pengawasan khusus terhadap debitur yang tidak membayar kewajiban.
"Kemudian BI memutuskan bekerja sama dengan LPS lakukan
assetmen kemudian ada penambahan modal sebesar Rp1,25 triliun," ujarnya. Erwin menambahkan, sebagian besar debitur bermasalah tersebut merupakan warisan manajemen Century. (Rudy Polycarpus)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JCO)