medcom.id, Jakarta: Pasca peledakan bom bunuh diri di Kampung Melayu, Jakarta Timur, Kejaksaan Agung mendesak agar Undang-Undang Anti Terorisme segera direvisi.
Jaksa Agung M Prasetyo mengatakan, serangan yang menewaskan tiga anggota kepolisian tersebut secara tidak langsung mendesak Undang-Undang Anti Terorisme untuk direvisi.
"Nah ini satu bukti sebenarnya sudah sangat mendesak sekali untuk dilakukan revisi UU anti terorisme. karena selama ini UU kita belum memadai, oleh karena itu orang bebas sekali melakukan berbagai macam tindak terorisme di negara kita," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat 26 Mei 2017.
Prasetyo menjelaskan, yang paling penting dalam revisi adalah berupa tindakan preventif. Pasalnya, saat ini, petugas baru bisa bertindak setelah ada akibat terlebih dahulu.
"Mestinya sebelum itu harus sudah kita melakukan tindakan," jelas Prasetyo.
Prasetyo mencontohkan, misal ditemukan adanya pelatihan militer yang diikuti sipil. Namun dalam undang-undang saat ini belum ada sanksi yang bisa menjerat perbuatan tersebut. Padahal, kegiatan militer tersebut bisa berujung pada kegiatan teror.
Tak hanya itu, saat ini, kata Prasetyo, banyak sekali ditemukan warga negara Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri atau ke negara konflik.
"Itu kita tidak bisa apa-apa dan ini yang harus kita lakukan pembenahan, revisi supaya kita bisa mengantisipasi dan menindak sekaligus," jelas Prasetyo.
medcom.id, Jakarta: Pasca peledakan bom bunuh diri di Kampung Melayu, Jakarta Timur, Kejaksaan Agung mendesak agar Undang-Undang Anti Terorisme segera direvisi.
Jaksa Agung M Prasetyo mengatakan, serangan yang menewaskan tiga anggota kepolisian tersebut secara tidak langsung mendesak Undang-Undang Anti Terorisme untuk direvisi.
"Nah ini satu bukti sebenarnya sudah sangat mendesak sekali untuk dilakukan revisi UU anti terorisme. karena selama ini UU kita belum memadai, oleh karena itu orang bebas sekali melakukan berbagai macam tindak terorisme di negara kita," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat 26 Mei 2017.
Prasetyo menjelaskan, yang paling penting dalam revisi adalah berupa tindakan preventif. Pasalnya, saat ini, petugas baru bisa bertindak setelah ada akibat terlebih dahulu.
"Mestinya sebelum itu harus sudah kita melakukan tindakan," jelas Prasetyo.
Prasetyo mencontohkan, misal ditemukan adanya pelatihan militer yang diikuti sipil. Namun dalam undang-undang saat ini belum ada sanksi yang bisa menjerat perbuatan tersebut. Padahal, kegiatan militer tersebut bisa berujung pada kegiatan teror.
Tak hanya itu, saat ini, kata Prasetyo, banyak sekali ditemukan warga negara Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri atau ke negara konflik.
"Itu kita tidak bisa apa-apa dan ini yang harus kita lakukan pembenahan, revisi supaya kita bisa mengantisipasi dan menindak sekaligus," jelas Prasetyo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)