medcom.id, Jakarta: Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar berstatus terlapor di Badan Reserse Kriminal. Ia diduga melanggar Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pasal 27 ayat (3) berbunyi “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
Ayat 1 pasal tersebut berbunyi “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar".
Polri, TNI, dan BNN melaporkan Haris ke Bareskrim terkait pernyataan Haris berdasarkan keterangan terpidana mati kasus narkotika Freddy Budiman bahwa ada oknum di ketiga lembaga itu menerima uang dari Freddy. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, atas pernyataan itu Haris diduga mencemarkan nama baik melalui media sosial.
"Yakni dengan penyebarluasan dan transaksi elektronik berupa dokumen atau informasi elektronik," kata Boy di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (3/8/2016).
(Klik: Haris Azhar Ungkap Freddy Budiman Beri Upeti BNN Rp450 Miliar)
Pelapor adalah pejabat Divisi Hukum Polri, TNI, dan BNN. Divisi hukum ketiga lembaga itu berkoordinasi pada Selasa 2 Agustus, menindaklanjuti keterangan Haris di media.
Menurut Boy, saat ini penyidik masih mengumpulkan keterangan dari para pelapor. "Siapa yang jadi tersangka penyebarluasan dokumen, berdasarkan fakta belum didapatkan sampai saat ini," ujar Boy.
Pertimbangan ketiga lembaga melaporkan Haris ke Bareskrim agar masalah ini diselesaikan melalui jalur hukum. Laporan BNN bernomor 765, laporan TNI bernomor 766, dan laporan Polri bernomor 767.
"Kami ingin ajak semua pihak menghormati hukum. Kami tidak berprasangka buruk kepada Pak Haris," kata Boy.
Prita Mulyasari pernah merasakan jerat Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang tentang ITE. Berawal dari rasa kecewa Prita atas pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional di Serpong, Tangerang. Prita lantas menulis di email dan disebarkan melalui mailing list hingga dibaca pihak Omni.
Ada juga kasus pengacara Farhat Abbas ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya karena isi tweet-nya yang dianggap menghina musisi Ahmad Dhani.
Pada 2009, Mahfud MD yang saat itu menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi mewanti-wanti hakim, jaksa, dan polisi dalam menerapkan Undang-Undang ITE. "Agar tidak memakan korban orang yang tidak bersalah atau tidak punya motif."
Kepala Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Aloysius Wisnubroto mengatakan Pasal 27 ayat (3) sangat berpotensi digunakan orang yang memiliki kekuatan untuk menjerat yang lemah. Aloy berharap, penegak hukum menerapkannya secara ketat.
<blockquote class="twitter-video" data-lang="id"><p lang="in" dir="ltr">Haris Azhar: Saya Siap Tanggung Jawab atas Pengakuan Freddy <a href="https://t.co/96dt7yE2dp">https://t.co/96dt7yE2dp</a> <a href="https://t.co/WlUzeFLHH2">pic.twitter.com/WlUzeFLHH2</a></p>— METRO TV (@Metro_TV) <a href="https://twitter.com/Metro_TV/status/759975919997947905">1 Agustus 2016</a></blockquote>
<script async src="//platform.twitter.com/widgets.js" charset="utf-8"></script>
Video lengkap klik di sini
<blockquote class="twitter-tweet" data-lang="id"><p lang="in" dir="ltr"><a href="https://twitter.com/haris_azhar">@haris_azhar</a> jangan takut!!! Lanjutkan!</p>— hck (@H4000CK) <a href="https://twitter.com/H4000CK/status/759240373357146112">30 Juli 2016</a></blockquote>
<script async src="//platform.twitter.com/widgets.js" charset="utf-8"></script>
<blockquote class="twitter-tweet" data-lang="id"><p lang="in" dir="ltr">selamat siang, terima kasih buat semua majelis twitter yg sdh mdukung, kritisi sampai mencaci atas kesaksian saya bertemu Freddy Budiman.</p>— Haris Azhar (@haris_azhar) <a href="https://twitter.com/haris_azhar/status/759239546206842881">30 Juli 2016</a></blockquote>
<script async src="//platform.twitter.com/widgets.js" charset="utf-8"></script>
<blockquote class="twitter-tweet" data-lang="id"><p lang="in" dir="ltr">Saya sangat menyayangkan TNI, POLRI dan BNN melaporkan <a href="https://twitter.com/haris_azhar">@haris_azhar</a> terkait informasi yg didapat dr alm Freddy Budiman. Tdk tepat responnya.</p>— Taufik Basari (@taufikbasari) <a href="https://twitter.com/taufikbasari/status/760701166519017473">3 Agustus 2016</a></blockquote>
<script async src="//platform.twitter.com/widgets.js" charset="utf-8"></script>
medcom.id, Jakarta: Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar berstatus terlapor di Badan Reserse Kriminal. Ia diduga melanggar Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pasal 27 ayat (3) berbunyi “
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
Ayat 1 pasal tersebut berbunyi “
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar".
Polri, TNI, dan BNN melaporkan Haris ke Bareskrim terkait pernyataan Haris berdasarkan keterangan terpidana mati kasus narkotika Freddy Budiman bahwa ada oknum di ketiga lembaga itu menerima uang dari Freddy. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, atas pernyataan itu Haris diduga mencemarkan nama baik melalui media sosial.
"Yakni dengan penyebarluasan dan transaksi elektronik berupa dokumen atau informasi elektronik," kata Boy di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (3/8/2016).
(
Klik: Haris Azhar Ungkap Freddy Budiman Beri Upeti BNN Rp450 Miliar)
Pelapor adalah pejabat Divisi Hukum Polri, TNI, dan BNN. Divisi hukum ketiga lembaga itu berkoordinasi pada Selasa 2 Agustus, menindaklanjuti keterangan Haris di media.
Menurut Boy, saat ini penyidik masih mengumpulkan keterangan dari para pelapor. "Siapa yang jadi tersangka penyebarluasan dokumen, berdasarkan fakta belum didapatkan sampai saat ini," ujar Boy.
Pertimbangan ketiga lembaga melaporkan Haris ke Bareskrim agar masalah ini diselesaikan melalui jalur hukum. Laporan BNN bernomor 765, laporan TNI bernomor 766, dan laporan Polri bernomor 767.
"Kami ingin ajak semua pihak menghormati hukum. Kami tidak berprasangka buruk kepada Pak Haris," kata Boy.
Prita Mulyasari pernah merasakan jerat Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang tentang ITE. Berawal dari rasa kecewa Prita atas pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional di Serpong, Tangerang. Prita lantas menulis di email dan disebarkan melalui mailing list hingga dibaca pihak Omni.
Ada juga kasus pengacara Farhat Abbas ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya karena isi tweet-nya yang dianggap menghina musisi Ahmad Dhani.
Pada 2009, Mahfud MD yang saat itu menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi mewanti-wanti hakim, jaksa, dan polisi dalam menerapkan Undang-Undang ITE. "Agar tidak memakan korban orang yang tidak bersalah atau tidak punya motif."
Kepala Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Aloysius Wisnubroto mengatakan Pasal 27 ayat (3) sangat berpotensi digunakan orang yang memiliki kekuatan untuk menjerat yang lemah. Aloy berharap, penegak hukum menerapkannya secara ketat.
Video lengkap klik di
sini
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)