medcom.id, Jakarta: Dokter dan suster diduga kuat terlibat bisnis vaksin palsu. Orangtua anak yang divaksin curiga saat membayar vaksin tidak ke kasir rumah sakit, tetapi ke tangan suster.
Kamis 14 Juli, Menteri Kesehatan Nila Djuwita F. Moeloek merilis 14 rumah sakit, enam bidan, dan dua klinik, yang berdasarkan hasil uji laboratorium terbukti menggunakan vaksin palsu. Salah satu di antaranya adalah Rumah Sakit Harapan Bunda di Jakarta Timur.
Pagi ini, puluhan orangtua yang anaknya sempat divaksin di Rumah Sakit Harapan Bunda mendatangi rumah sakit tersebut. Mereka mencari dokter dan suster yang memvaksin anaknya.
Ikhsan, salah seorang warga, menceritakan, pada 18 Juni anaknya vaksin di Rumah Sakit Harapan Bunda. Ia sepakat anaknya diberi vaksin yang tidak meningkatkan suhu tubuh. Harga vaksin lebih mahal dibandingkan vaksin yang menurut dokter bisa meningkatkan suhu tubuh anak.
"Tetapi, setelah imunisasi badan anak saya hangat," kata Ikhsan di Rumah Sakit Harapan Bunda, Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (15/7/2016).
Kuitansi pembayaran vaksin di Rumah Sakit Harapan Bunda. Foto: MTVN/Whisnu Mardiansyah
Sebelum itu, Ikhsan sudah curiga ada yang tidak beres di Rumah Sakit Harapan Bunda. Setelah vaksin, suster menyerahkan kuitansi yang tertera nama dokter spesialis anak inisial BSD.
Saat itu, ia membayar Rp800 ribu untuk vaksin paket combo terdiri dari vaksin DPT, HIB, dan Polio. Biaya itu belum termasuk ongkos dokter.
"Yang combo lewat suster bayarnya. Kuitansi bukan dari rumah sakit," ujar Ikhsan.
Mulyadi, orangtua lainnya, juga memvaksin anaknya di Rumah Sakit Harapan Bunda. Sekali vaksin, ia membayar Rp500 ribu kepada suster. "Itu belum termasuk biaya dokter dan biaya suntik," jelas Mulyadi.
Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri mengungkap bisnis vaksin palsu setelah menggeledah kantor CV Azka Medika, pada 16 Juni. CV Azka Medika diduga tidak memiliki izin menjual vaksin.
Di kantor CV Azka Medika, polisi menemukan vaksin palsu. Tersangka mengaku mendapat pasokan vaksin palsu dari berbagai pihak.
(Klik: Bareskrim Tetapkan 20 Tersangka Dalam Kasus Vaksin Palsu)
Kepala Bareskrim Komjen Ari Dono menyampaikan, hingga saat ini, penyidik sudah menetapkan 20 orang, dua di antaranya di bawah umur, sebagai tersangka kasus vaksin palsu. Sebagian besar tersangka berlatar belakang farmasi.
Mereka dijerat Pasal 196 juncto Pasal 98 dan atau Pasal 197 juncto Pasal 106 dan atau Pasal 198 juncto Pasal 108 Undang-Undang Nomor 36/2009 tentang Kesehatan serta Pasal 62 juncto Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Alur vaksin palsu sampai ke konsumen. Sumber: Kemenkes
Ari menerangkan pelaku mengemas vaksin palsu dengan limbah botol vaksin. Botol vaksin bekas dicuci, lalu diisi cairan vaksin dengan cara disuntik. Kemudian, botol ditutup kembali dengan karet.
Kebanyakan vaksin yang dipalsukan oleh tersangka yang nilai jualnya tinggi dan impor. Penyidik Bareskrim sedang menyelidiki keterlibatan dokter dan suster dalam bisnis vaksin palsu.
Penyidik Bareskrim Polri memeriksa dua dokter spesialis anak yang salah seorangnya bekerja di rumah sakit yang menggunakan vaksin palsu, Kamis 14 Juli. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya mengatakan, keduanya diduga berperan menyebarkan vaksin palsu.
(Klik: Polisi Dalami Dugaan Keterlibatan Pihak Rumah Sakit dalam Kasus Vaksin Palsu)
Grafis: Kemenkes
Kementerian Kesehatan menyiapkan pola penanganan anak yang mendapatkan produk vaksin palsu. Menteri Kesehatan menuturkan, pihaknya akan terlebih dahulu mengaudit rumah sakit yang menggunakan vaksin palsu.
"Setelah mendapatkan data rumah sakit, kami akan mengikuti dan melihat medical record. Kemudian, kami akan menyisir siapa yang mendapatkan vaksin palsu ini. Kami akan kerja sama dengan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia)," ucap Menteri Kesehatan, hari ini.
medcom.id, Jakarta: Dokter dan suster diduga kuat terlibat bisnis vaksin palsu. Orangtua anak yang divaksin curiga saat membayar vaksin tidak ke kasir rumah sakit, tetapi ke tangan suster.
Kamis 14 Juli, Menteri Kesehatan Nila Djuwita F. Moeloek merilis 14 rumah sakit, enam bidan, dan dua klinik, yang berdasarkan hasil uji laboratorium terbukti menggunakan vaksin palsu. Salah satu di antaranya adalah Rumah Sakit Harapan Bunda di Jakarta Timur.
Pagi ini, puluhan orangtua yang anaknya sempat divaksin di Rumah Sakit Harapan Bunda mendatangi rumah sakit tersebut. Mereka mencari dokter dan suster yang memvaksin anaknya.
Ikhsan, salah seorang warga, menceritakan, pada 18 Juni anaknya vaksin di Rumah Sakit Harapan Bunda. Ia sepakat anaknya diberi vaksin yang tidak meningkatkan suhu tubuh. Harga vaksin lebih mahal dibandingkan vaksin yang menurut dokter bisa meningkatkan suhu tubuh anak.
"Tetapi, setelah imunisasi badan anak saya hangat," kata Ikhsan di Rumah Sakit Harapan Bunda, Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (15/7/2016).
Kuitansi pembayaran vaksin di Rumah Sakit Harapan Bunda. Foto: MTVN/Whisnu Mardiansyah
Sebelum itu, Ikhsan sudah curiga ada yang tidak beres di Rumah Sakit Harapan Bunda. Setelah vaksin, suster menyerahkan kuitansi yang tertera nama dokter spesialis anak inisial BSD.
Saat itu, ia membayar Rp800 ribu untuk vaksin paket combo terdiri dari vaksin DPT, HIB, dan Polio. Biaya itu belum termasuk ongkos dokter.
"Yang combo lewat suster bayarnya. Kuitansi bukan dari rumah sakit," ujar Ikhsan.
Mulyadi, orangtua lainnya, juga memvaksin anaknya di Rumah Sakit Harapan Bunda. Sekali vaksin, ia membayar Rp500 ribu kepada suster. "Itu belum termasuk biaya dokter dan biaya suntik," jelas Mulyadi.
Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri mengungkap bisnis vaksin palsu setelah menggeledah kantor CV Azka Medika, pada 16 Juni. CV Azka Medika diduga tidak memiliki izin menjual vaksin.
Di kantor CV Azka Medika, polisi menemukan vaksin palsu. Tersangka mengaku mendapat pasokan vaksin palsu dari berbagai pihak.
(
Klik: Bareskrim Tetapkan 20 Tersangka Dalam Kasus Vaksin Palsu)
Kepala Bareskrim Komjen Ari Dono menyampaikan, hingga saat ini, penyidik sudah menetapkan 20 orang, dua di antaranya di bawah umur, sebagai tersangka kasus vaksin palsu. Sebagian besar tersangka berlatar belakang farmasi.
Mereka dijerat Pasal 196 juncto Pasal 98 dan atau Pasal 197 juncto Pasal 106 dan atau Pasal 198 juncto Pasal 108 Undang-Undang Nomor 36/2009 tentang Kesehatan serta Pasal 62 juncto Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Alur vaksin palsu sampai ke konsumen. Sumber: Kemenkes
Ari menerangkan pelaku mengemas vaksin palsu dengan limbah botol vaksin. Botol vaksin bekas dicuci, lalu diisi cairan vaksin dengan cara disuntik. Kemudian, botol ditutup kembali dengan karet.
Kebanyakan vaksin yang dipalsukan oleh tersangka yang nilai jualnya tinggi dan impor. Penyidik Bareskrim sedang menyelidiki keterlibatan dokter dan suster dalam bisnis vaksin palsu.
Penyidik Bareskrim Polri memeriksa dua dokter spesialis anak yang salah seorangnya bekerja di rumah sakit yang menggunakan vaksin palsu, Kamis 14 Juli. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya mengatakan, keduanya diduga berperan menyebarkan vaksin palsu.
(
Klik: Polisi Dalami Dugaan Keterlibatan Pihak Rumah Sakit dalam Kasus Vaksin Palsu)
Grafis: Kemenkes
Kementerian Kesehatan menyiapkan pola penanganan anak yang mendapatkan produk vaksin palsu. Menteri Kesehatan menuturkan, pihaknya akan terlebih dahulu mengaudit rumah sakit yang menggunakan vaksin palsu.
"Setelah mendapatkan data rumah sakit, kami akan mengikuti dan melihat medical record. Kemudian, kami akan menyisir siapa yang mendapatkan vaksin palsu ini. Kami akan kerja sama dengan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia)," ucap Menteri Kesehatan, hari ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)