Anak-anak penghuni Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) mengikuti keterampilan melukis di LPKA Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Kamis (10/12/2015). Foto: MI/Ramdani
Anak-anak penghuni Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) mengikuti keterampilan melukis di LPKA Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Kamis (10/12/2015). Foto: MI/Ramdani

Pengabaian Hak-hak Anak Berhadapan dengan Hukum Masih Tinggi

Sri Yanti Nainggolan • 24 September 2018 20:47
Jakarta: Program Peduli selaku prakarsa Pemerintah Indonesia yang berfokus pada inklusi sosial menyoroti terabaikannya hak-hak anak saat berhadapan dengan hukum.
 
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) mencatat, sejak Januari hingga Mei 2018 tahanan anak berjumlah 978 orang. Sementara narapidana anak sebanyak 2.623 orang.
 
Yudi Supriadi selaku Project Manager dari Program Peduli mengungkapkan, ada tiga hal yang tidak didapatkan anak berhadapan dengan hukum (ABH) saat berada dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).

Pertama, pendidikan. Setelah ABH divonis hukuman, umumnya sekolah yang bersangkutan langsung mengeluarkan anak tersebut.
 
"Inilah mengapa kebanyakan anak menjadi tak sekolah," ujar Yudi dalam workshop jurnalis, Jumat, 21 September 2018.
 
Kedua, terkait kesehatan. Beberapa LPKA tidak memiliki pelayanan kesehatan sehingga proses penyembuhan bagi anak yang sakit tersendat.
 
"Ada LPKA yang hanya menyediakan satu jenis obat saja. Jadi kalau pusing, diare, atau demam hanya diberi satu obat."
 
Terakhir, hubungan sosial yang terisolasi. Yudi mengungkapkan, tak sedikit ABH yang tidak dijenguk oleh sanak keluarga, dengan alasan jarak atau malu.
 
"Ketika anak terkena kasus hukum, keluarga membuangnya. Inilah mengapa anak menjadi betah di LKPA, karena tak ada lagi yang mengharapkan mereka," kata dia.
 
Program Peduli sendiri tengah berfokus memberikan perubahan pada lima LPKA di Indonesia, yaitu di Bengkulu (Bengkulu), Palembang (Sumatera Selatan), Jakarta (DKI Jakarta), Bandung (Jawa Barat), dan Blitar (Jawa Timur) sejak tahun 2014.
 
Beberapa dari LPKA menunjukkan perubahan yang signifikan. Salah satunya adalah LPKA Palembang yang mendapat pengharagaan LPKA terbaik pada peringatan Hari Pemasyarakatan Nasional 2017.
 
Yudi mengungkapkan bahwa keberhasilan tersebut tak lepas dari pelatihan para sipir dalam menghadapi para ABH.
 
"Dilakukan penguatan pada sipir, mereka dilatih tetapi juga diberi perspektif pada anak. Benda-benda besi dihilangkan, pentungan juga (supaya tak ada kekerasan)," jelas dia.
 
Hasilnya, LPKA kini mulai banjir kunjungan dari luar sebagai percontohan. Bahkan, berbagai bantuan seperti alat musik dan komputer mulai masuk. Kini ada sekolah di sana, di mana tak hanya penghuni saja yang belajar.
 
Sementara, di LPKA Blitar, perbaikan dilakukan dari segi fisik di mana ruangan dipercantik dengan pengecetan ulang dan menghilangan coretan negatif untuk memberi suasana hati yang lebih baik bagi 148 ABH di dalamnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan