medcom.id, Jakarta: Penegakan hukum dalam tata kelola pemerintahan yang bersih, dan baik harus terbebas dari intervensi pihak luar. Hal tersebut termasuk di dalamnya adalah elit politik yang kemungkinan terganggu dan terdampak oleh langkah Kabareskrim Komjen Pol Budi Waseso.
"Polri melalui Bareskrim telah menjalankan salah satu fungsinya sebagaimana diatur dalam UU Polri serta berperan aktif dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)," kata Ketua Pusat Studi Politik & Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran, Bandung, Muradi, Kamis (3/9/2015).
Betapapun hal itu tidak pas dengan mekanisme penindakan yang dilakukan, namun relatif efektif dalam menyasar sejumlah kasus yang tidak terjangkau oleh KPK maupun kejaksaan.
Karena itu, kata dia, desakan agar Buwas diganti lantaran membuat gaduh dengan cara-cara yang dilakukan dalam membongkar sejumlah kasus penyimpangan di kementerian maupun BUMN adalah bagian dari skema besar menumpulkan penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Dalam skala lebih kecil, kata dia, upaya tersebut juga membuat Polri sebagai salah satu institusi penegakan hukum di Indonesia berada dalam posisi yang dilematis. Padahal, di tengah kritik publik atas kinerja dari Polri yang dinilai buruk, apa yang dilakukan oleh Buwas menjadi bagian dari penguatan atas kinerja positif dari Polri.
"Menjadi aneh dan sulit dipahami kegaduhan yang dijadikan alasan atas langkah Bareskrim tersebut menjadi pintu untuk menggusur Buwas dari jabatannya," tukasnya.
Muradi mengatakan, perlu dipahami bahwa proses pergantian dan mutasi yang terjadi di Polri adalah hal yang biasa dan terjadi secara reguler. Namun pergeseran dan pergantian tersebut harus tetap berbasis pada kinerja.
Menurut dia, sebagai bagian mekanisme mutasi dan pergeseran di internal, Presiden dan juga elit politik seyogyanya memperhatikan aturan yang ada dalam UU No 2/2002 tentang Polri, di mana mekanisme mutasi dan pergeseran di internal polri sepenuhnya menjadi kewenangan Kapolri dan Wanjakti.
"Sehingga di luar mekanisme itu, elit politik yang mendesakkan pergantian Buwas secara terbuka telah mengintervensi internal Polri dan penegakan hukum yang tengah dijalankan oleh Bareskrim dan jajarannya," jelasnya.
Patut diduga, pihak-pihak yang menginginkan pencopotan Buwas sebagaimana disampaikan elite politik dan elite kekuasaan karena terganggu atas langkah pemberantasan korupsi.
"Yang terganggu dengan langkah pemberantasan korupsi dan penyimpangan yang diduga melibatkan oknum elit politik di sejumlah kementerian dan BUMN tidak hanya membahayakan langkah penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi, tapi juga mengancam tata kelola pemerintahan yang bersih dan baik," terangnya.
medcom.id, Jakarta: Penegakan hukum dalam tata kelola pemerintahan yang bersih, dan baik harus terbebas dari intervensi pihak luar. Hal tersebut termasuk di dalamnya adalah elit politik yang kemungkinan terganggu dan terdampak oleh langkah Kabareskrim Komjen Pol Budi Waseso.
"Polri melalui Bareskrim telah menjalankan salah satu fungsinya sebagaimana diatur dalam UU Polri serta berperan aktif dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)," kata Ketua Pusat Studi Politik & Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran, Bandung, Muradi, Kamis (3/9/2015).
Betapapun hal itu tidak pas dengan mekanisme penindakan yang dilakukan, namun relatif efektif dalam menyasar sejumlah kasus yang tidak terjangkau oleh KPK maupun kejaksaan.
Karena itu, kata dia, desakan agar Buwas diganti lantaran membuat gaduh dengan cara-cara yang dilakukan dalam membongkar sejumlah kasus penyimpangan di kementerian maupun BUMN adalah bagian dari skema besar menumpulkan penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Dalam skala lebih kecil, kata dia, upaya tersebut juga membuat Polri sebagai salah satu institusi penegakan hukum di Indonesia berada dalam posisi yang dilematis. Padahal, di tengah kritik publik atas kinerja dari Polri yang dinilai buruk, apa yang dilakukan oleh Buwas menjadi bagian dari penguatan atas kinerja positif dari Polri.
"Menjadi aneh dan sulit dipahami kegaduhan yang dijadikan alasan atas langkah Bareskrim tersebut menjadi pintu untuk menggusur Buwas dari jabatannya," tukasnya.
Muradi mengatakan, perlu dipahami bahwa proses pergantian dan mutasi yang terjadi di Polri adalah hal yang biasa dan terjadi secara reguler. Namun pergeseran dan pergantian tersebut harus tetap berbasis pada kinerja.
Menurut dia, sebagai bagian mekanisme mutasi dan pergeseran di internal, Presiden dan juga elit politik seyogyanya memperhatikan aturan yang ada dalam UU No 2/2002 tentang Polri, di mana mekanisme mutasi dan pergeseran di internal polri sepenuhnya menjadi kewenangan Kapolri dan Wanjakti.
"Sehingga di luar mekanisme itu, elit politik yang mendesakkan pergantian Buwas secara terbuka telah mengintervensi internal Polri dan penegakan hukum yang tengah dijalankan oleh Bareskrim dan jajarannya," jelasnya.
Patut diduga, pihak-pihak yang menginginkan pencopotan Buwas sebagaimana disampaikan elite politik dan elite kekuasaan karena terganggu atas langkah pemberantasan korupsi.
"Yang terganggu dengan langkah pemberantasan korupsi dan penyimpangan yang diduga melibatkan oknum elit politik di sejumlah kementerian dan BUMN tidak hanya membahayakan langkah penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi, tapi juga mengancam tata kelola pemerintahan yang bersih dan baik," terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)