Jakarta: Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menegaskan pihaknya belum gagal membuktikan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana. Dugaan TPPU ini dimentahkan pengadilan.
"Belum bisa dikatakan KPK gagal," kata Nawawi di Gedung KPK Jakarta, Selasa, 18 Agustus 2020.
Pada 16 Juli 2020, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Wawan karena terbukti korupsi pengadaan alat kesehatan di Banten dan Tangerang Selatan. Dia juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp58,025 miliar.
Namun, majelis hakim menyatakan Wawan tidak terbukti mencuci uang sekitar Rp1,9 triliun pada periode 2005-2012. Hal ini menjadi dakwaan kedua dan ketiga terhadap Wawan. KPK sudah menyatakan banding terhadap putusan tingkat pertama tersebut.
"Kami sudah meminta tim jaksa penuntut umum (JPU) dalam perkara itu memaparkan kepada kami bagaimana kasus tersebut, tapi sampai hari ini masih terkendala karena kami belum bisa memperoleh salinan putusan dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat," kata Nawawi.
Mantan Ketua Pengadilan Jakarta Timur sekaligus hakim tipikor itu mengaku sudah menghubungi Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Damis. Dia menanyakan kenapa salinan putusan begitu lama dikeluarkan.
"Padahal untuk membuat memori banding, kami perlu menelaah putusan dan butuh salinannya," kata Nawawi.
Ia yakin pasal TPPU tetap dapat diterapkan pada kasus korupsi lain yang ditangani KPK. KPK belum menyerah dalam menggunakan pasal TPPU untuk mengembalikan aset negara.
Dalam perkara Wawan, untuk dakwaan kedua, JPU menyatakan Wawan mencuci uang sejak 22 Oktober 2010 hingga September 2019. Dana yang 'dibersihkan' mencapai Rp479.045.244.180 dalam mata uang rupiah dan mata uang asing.
Di dakwaan ketiga, Wawan dalam kurun waktu 10 Oktober 2005 hingga 21 Oktober 2010 disebut mencuci uang Rp100.731.456.119. Fulus itu digunakan Wawan untuk membeli kendaraan hingga membiayai pemilihan kepada daerah.
Total dalam kurun waktu 2005-2012, Wawan diduga mendapat keuntungan hingga Rp1.724.477.455.541. Fulus itu dikumpulkan melalui perusahaan yang dimilikinya dan perusahaan lain yang terafiliasi.
Baca: KPK Pelajari Vonis Tubagus Chaeri Wardhana
Majelis hakim yang terdiri dari Ni Made Sudani, Rustiyono, Arifin, Sigit Herman Binaji, dan Idris menyatakan JPU hanya mendalilkan keuntungan tidak sah dari proyek-proyek yang didapat dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Provinsi Banten dari 2005-2012. Namun, pengadilan tidak menguraikan kerugian negara akibat perbuatan Wawan dalam proyek-proyek tersebut.
JPU KPK dinilai tidak membuktikan tindak pidana asal secara memadai berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). JPU dianggap harus membedah prosedur apa yang dilanggar dan penghitungan kerugian negara dari kontrak-kontrak yang didapat Wawan.
Jakarta: Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menegaskan pihaknya belum gagal membuktikan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana. Dugaan TPPU ini dimentahkan pengadilan.
"Belum bisa dikatakan KPK gagal," kata Nawawi di Gedung KPK Jakarta, Selasa, 18 Agustus 2020.
Pada 16 Juli 2020, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan kepada
Wawan karena terbukti korupsi pengadaan alat kesehatan di Banten dan Tangerang Selatan. Dia juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp58,025 miliar.
Namun, majelis hakim menyatakan Wawan tidak terbukti mencuci uang sekitar Rp1,9 triliun pada periode 2005-2012. Hal ini menjadi dakwaan kedua dan ketiga terhadap Wawan. KPK sudah menyatakan banding terhadap putusan tingkat pertama tersebut.
"Kami sudah meminta tim jaksa penuntut umum (JPU) dalam perkara itu memaparkan kepada kami bagaimana kasus tersebut, tapi sampai hari ini masih terkendala karena kami belum bisa memperoleh salinan putusan dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat," kata Nawawi.
Mantan Ketua Pengadilan Jakarta Timur sekaligus hakim tipikor itu mengaku sudah menghubungi Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Damis. Dia menanyakan kenapa salinan putusan begitu lama dikeluarkan.
"Padahal untuk membuat memori banding, kami perlu menelaah putusan dan butuh salinannya," kata Nawawi.
Ia yakin pasal TPPU tetap dapat diterapkan pada kasus korupsi lain yang ditangani KPK. KPK belum menyerah dalam menggunakan pasal TPPU untuk mengembalikan aset negara.
Dalam perkara Wawan, untuk dakwaan kedua, JPU menyatakan Wawan
mencuci uang sejak 22 Oktober 2010 hingga September 2019. Dana yang 'dibersihkan' mencapai Rp479.045.244.180 dalam mata uang rupiah dan mata uang asing.
Di dakwaan ketiga, Wawan dalam kurun waktu 10 Oktober 2005 hingga 21 Oktober 2010 disebut mencuci uang Rp100.731.456.119. Fulus itu digunakan Wawan untuk membeli kendaraan hingga membiayai pemilihan kepada daerah.
Total dalam kurun waktu 2005-2012, Wawan diduga mendapat keuntungan hingga Rp1.724.477.455.541. Fulus itu dikumpulkan melalui perusahaan yang dimilikinya dan perusahaan lain yang terafiliasi.
Baca:
KPK Pelajari Vonis Tubagus Chaeri Wardhana
Majelis hakim yang terdiri dari Ni Made Sudani, Rustiyono, Arifin, Sigit Herman Binaji, dan Idris menyatakan JPU hanya mendalilkan keuntungan tidak sah dari proyek-proyek yang didapat dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Provinsi Banten dari 2005-2012. Namun, pengadilan tidak menguraikan kerugian negara akibat perbuatan Wawan dalam proyek-proyek tersebut.
JPU KPK dinilai tidak membuktikan tindak pidana asal secara memadai berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). JPU dianggap harus membedah prosedur apa yang dilanggar dan penghitungan kerugian negara dari kontrak-kontrak yang didapat Wawan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OGI)