medcom.id, Jakarta: Indonesia Corruption Watch menyatakan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) harus memiliki standar moral dan kode etik yang tinggi. Jangan sampai ada lagi hakim macam Patrialis Akbar yang sekarang berurusan daengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Anggota Divisi Hukum dan Monitoring ICW Aradila Caesar mengatakan, jika seorang hakim tersandung kasus etik dan korupsi, kredibilitas lembaga peradilan harus dipertanyakan. Ia menegaskan Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) perhatian terhadap masalah ini.
"Hakim yang harusnya punya standar moral yang tinggi, etika yang tinggi. Seharusnya tidak tersandung kasus etik, apalagi korupsi. Jadi melihat persoalan ini harus ada evaluasi dari pemerintah dari DPR untuk melihat lembaga peradilan kita," kata Ardila di Jakarta, Minggu, 12 Februari 2017.
Menurut dia, bukan cuma MK, Makamah Agung (MA) juga harus lebih diselisik lagi kinerjanya. Muara dari persoalan korupsi di dua pengadilan negara ini adalah kurangnya pengawasan dan proses rekrutmen yang tidak transparan.
"Kita ingat Patrialis adalah hakim hasil seleksi yang tidak transparan, bukan hasil seksi terbuka, tidak ada pelibatan publik, tidak ada transparansi akuntabilitas. Publik tidak bisa berpartisipasi," ujar dia.
Jika dua muara tidak dibenahkan, ditakutkan akan menciptakan Patrialis Akbar baru. ICW juga meminta Presiden Joko Widodo untuk konsentrasi kepada masalah ini.
"Kami khawatir kalau proses rekrutmen tidak dilakukan terbuka akan ada Patrialis lain dan atau Akil (Akil Mochtar) lain. Jadi kami menuntut pada Presiden untuk lihat persoalan ini lebih luas lagi," pungkas dia.
medcom.id, Jakarta: Indonesia Corruption Watch menyatakan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) harus memiliki standar moral dan kode etik yang tinggi. Jangan sampai ada lagi hakim macam Patrialis Akbar yang sekarang berurusan daengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Anggota Divisi Hukum dan Monitoring ICW Aradila Caesar mengatakan, jika seorang hakim tersandung kasus etik dan korupsi, kredibilitas lembaga peradilan harus dipertanyakan. Ia menegaskan Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) perhatian terhadap masalah ini.
"Hakim yang harusnya punya standar moral yang tinggi, etika yang tinggi. Seharusnya tidak tersandung kasus etik, apalagi korupsi. Jadi melihat persoalan ini harus ada evaluasi dari pemerintah dari DPR untuk melihat lembaga peradilan kita," kata Ardila di Jakarta, Minggu, 12 Februari 2017.
Menurut dia, bukan cuma MK, Makamah Agung (MA) juga harus lebih diselisik lagi kinerjanya. Muara dari persoalan korupsi di dua pengadilan negara ini adalah kurangnya pengawasan dan proses rekrutmen yang tidak transparan.
"Kita ingat Patrialis adalah hakim hasil seleksi yang tidak transparan, bukan hasil seksi terbuka, tidak ada pelibatan publik, tidak ada transparansi akuntabilitas. Publik tidak bisa berpartisipasi," ujar dia.
Jika dua muara tidak dibenahkan, ditakutkan akan menciptakan Patrialis Akbar baru. ICW juga meminta Presiden Joko Widodo untuk konsentrasi kepada masalah ini.
"Kami khawatir kalau proses rekrutmen tidak dilakukan terbuka akan ada Patrialis lain dan atau Akil (Akil Mochtar) lain. Jadi kami menuntut pada Presiden untuk lihat persoalan ini lebih luas lagi," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OGI)