medcom.id, Jakarta: Kabar miring kembali mencoreng citra pengadilan di pengujung Ramadan. Hakim yang menjadi 'Wakil Tuhan', meminta tunjangan hari raya (THR) dari para pengusaha.
Dalam potongan surat yang beredar di media sosial, Pengadilan Negeri (PN) Tembilahan meminta partisipasi pengusaha untuk memberi bingkisan dan THR bagi para pegawai dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri 1437 H.
"Sehubungan dengan hal tersebut di atas, kami mengharapkan bantuan dan partisipasi dari Bapak/Ibu/Saudara Pimpinan Perusahaan demi terlaksananya kegiatan dimaksud," isi surat yang ditandatangani ketua PN Tembilahan Y. Erstanto Windioleleno dengan nomor induk pegawai 19731022 199903 1004.
Permintaan tersebut sontak membuat geger. Komisi Yudisial menilai perbuatan itu tidak dapat diterima.
"Perbuatan ini tercela, karena dapat merendahkan kehormatan, martabat, dan keluhuran perilaku profesi hakim," kata Juru Bicara KY Farid Wajdi dalam keterangannya.
Perbuatan itu, lanjut Farid, mencoreng martabat pengadilan yang tengah berbenah diri setelah terungkapnya beragam kasus suap yang melibatkan para `Wakil Tuhan`. Menurut Farid, mestinya lembaga peradilan mampu meminimalkan segala bentuk penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang.
"Tidak ada permaafan bagi pejabat pengadilan yang terus menggerus kewibawaan dan martabat peradilan," tegas Farid.
Mahkamah Agung (MA) akhirnya bertindak dengan menggelar rapat pada hari ini, Selasa (28/6/2016). Hasilnya, Erstanto Windioleleno selaku ketua PN Tembilahan dijatuhi hukuman disiplin berat sebagai hakim nonpalu di Pengadilan Tinggi Ambon.
"Dan tidak dibayarkan tunjangan sebagai hakim selama menjalani hukuman disiplin tersebut," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur.
Tindakan MA tersebut dipuji KY. Respon cepat memang diharapkan publik, bukan pembiaran yang cenderung permisif.
"Model pembinaan seperti yang dilakukan oleh MA terhadap Kepala PN Tembilahan ini merupakan salah satu bentuk pencegahan secara preventif yang harus dilakukan," kata Farid.
Farid yang juga komisioner KY meminta MA nantinya lebih responsif terhadap publik, dengan tetap mengupayakan pembinaan yang melekat dan tanpa mereduksi sanksi yang diberikan. MA juga diminta tidak tebang pilih.
"Siapa pun orangnya, siapapun aparat pengadilannya, hakim, panitera, sekretariat, tidak boleh ada pilih kasih atau privilege tertentu yang diberikan," jelasnya.
medcom.id, Jakarta: Kabar miring kembali mencoreng citra pengadilan di pengujung Ramadan. Hakim yang menjadi 'Wakil Tuhan', meminta tunjangan hari raya (THR) dari para pengusaha.
Dalam potongan surat yang beredar di media sosial, Pengadilan Negeri (PN) Tembilahan meminta partisipasi pengusaha untuk memberi bingkisan dan THR bagi para pegawai dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri 1437 H.
"Sehubungan dengan hal tersebut di atas, kami mengharapkan bantuan dan partisipasi dari Bapak/Ibu/Saudara Pimpinan Perusahaan demi terlaksananya kegiatan dimaksud," isi surat yang ditandatangani ketua PN Tembilahan Y. Erstanto Windioleleno dengan nomor induk pegawai 19731022 199903 1004.
Permintaan tersebut sontak membuat geger. Komisi Yudisial menilai perbuatan itu tidak dapat diterima.
"Perbuatan ini tercela, karena dapat merendahkan kehormatan, martabat, dan keluhuran perilaku profesi hakim," kata Juru Bicara KY Farid Wajdi dalam keterangannya.
Perbuatan itu, lanjut Farid, mencoreng martabat pengadilan yang tengah berbenah diri setelah terungkapnya beragam kasus suap yang melibatkan para `Wakil Tuhan`. Menurut Farid, mestinya lembaga peradilan mampu meminimalkan segala bentuk penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang.
"Tidak ada permaafan bagi pejabat pengadilan yang terus menggerus kewibawaan dan martabat peradilan," tegas Farid.
Mahkamah Agung (MA) akhirnya bertindak dengan menggelar rapat pada hari ini, Selasa (28/6/2016). Hasilnya, Erstanto Windioleleno selaku ketua PN Tembilahan dijatuhi hukuman disiplin berat sebagai hakim nonpalu di Pengadilan Tinggi Ambon.
"Dan tidak dibayarkan tunjangan sebagai hakim selama menjalani hukuman disiplin tersebut," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur.
Tindakan MA tersebut dipuji KY. Respon cepat memang diharapkan publik, bukan pembiaran yang cenderung permisif.
"Model pembinaan seperti yang dilakukan oleh MA terhadap Kepala PN Tembilahan ini merupakan salah satu bentuk pencegahan secara preventif yang harus dilakukan," kata Farid.
Farid yang juga komisioner KY meminta MA nantinya lebih responsif terhadap publik, dengan tetap mengupayakan pembinaan yang melekat dan tanpa mereduksi sanksi yang diberikan. MA juga diminta tidak tebang pilih.
"Siapa pun orangnya, siapapun aparat pengadilannya, hakim, panitera, sekretariat, tidak boleh ada pilih kasih atau
privilege tertentu yang diberikan," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NIN)